Masyarakat harus aktif mengawasi pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menarik draf RUU itu dari Sekretariat Negara menunjukkan, pemerintah tidak punya konsep dan komitmen yang jelas dalam pemberantasan korupsi.
Entah apa yang ada di pikiran Ketua DPR Marzuki Alie ketika melontarkan pernyataan kontroversialnya: ”Rakyat biasa jangan diajak membahas pembangunan gedung baru, hanya orang-orang elite, orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah itu” (Kompas, 1/4/2011).
Sebagai elite, seharusnya Marzuki paham, anggaran yang digunakan untuk membangun gedung DPR berasal dari pajak rakyat. Ibaratnya, sejak dalam kandungan hingga ke liang lahat, rakyat telah membayar pajak untuk negara ini.
Masyarakat punya peran penting sebagai pengawas dana pendidikan. Kewenangan itu dimiliki oleh orangtua siswa dan dilegalkan dalam bentuk komite sekolah, yang berhak mengawasi pengelolaan dana-dana sekolah, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang dihimpun dari masyarakat. Namun, ketika peran komite sekolah mandul, orangtua siswa tidak boleh lantas berdiam diri.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi APBN Kesejahteraan menyomasi Ketua DPR dan Sekretaris Jenderal DPR secara terbuka. Gabungan beberapa lembaga swadaya masyarakat ini memberi waktu 7 x 24 jam kepada Ketua DPR, Badan Urusan Rumah Tangga DPR, dan Sekjen DPR untuk menghentikan rencana pembangunan gedung DPR serta meminta maaf kepada rakyat Indonesia.
Rencana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat senilai Rp 1,138 triliun menuai penolakan dari publik. Hasil jajak pendapat ini, misalnya, mengungkap mayoritas responden (82,2 persen) tidak menyetujui rencana tersebut. Tampaknya, wakil rakyat yang selama ini dicitrakan kurang aspiratif terhadap kepentingan dan suara rakyat menjadi pemicu ketidaksetujuan publik terhadap apa saja yang berkaitan dengan penggunaan uang rakyat yang dinilai berlebihan.
Peradilan pidana sejatinya bertujuan melindungi dan meningkatkan martabat manusia, baik bagi diri korban kejahatan, pelaku, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Hak dan martabat kemanusiaan segenap warga masyarakat dijamin secara tertulis dalam konstitusi negara dan perangkat undang-undang lainnya. Entitas peradilan pidana berkorelasi dengan kewibawaan negara dalam menegakkan keadilan hukum. Peradilan pidana harus menjamin dan merealisasikan hak asasi segenap warga negara yang terlibat dalam proses perkara pidana.
KEWENANGAN staf Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku saksi ahli ataupun pendamping saksi ahli dalam sidang tindak pidana korupsi sering dipertanyakan oleh penasihat hukum terdakwa, dengan selalu menyatakan bahwa yang berwenang adalah staf Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Walaupun sejatinya penasihat hukum sudah tahu bahwa yang dipertanyakan itu tidak memengaruhi vonis hakim atas tuntutan jaksa.
Indonesia Corruption Watch menemukan adanya potensi pemborosan atau kemahalan biaya haji dari tahun 1426 H (2005) sampai 1431 H (2010) yang mencapai sekitar Rp 2,6 triliun. Pemborosan dalam transportasi, pemondokan, dan konsumsi terjadi akibat buruknya tata kelola keuangan Kementerian Agama.
Laporan disampaikan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan dan Koordinator Divisi Monitoring Anggaran ICW Firdaus Ilyas kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan Wakil Ketua KPK M Jasin di Jakarta, Jumat (1/4).
Terdakwa Iwan Siswanto, mantan Kepala Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, didakwa menerima total uang sebesar Rp 264 juta dari Gayus Halomoan Tambunan selama Juli-November 2010. Dengan uang suap itu, Gayus yang ditahan akibat kasus korupsi dan dugaan mafia pajak dapat masuk keluar tahanan selama 78 hari.
Hal tersebut dibacakan jaksa penuntut umum Sila Pulungan dalam sidang perdana Iwan Siswanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/4).
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada tahun 2006, Jumat (1/4). Siti Fadilah membantah tudingan mantan bawahannya yang telah menjadi tersangka dalam kasus itu, Ratna Dewi Umar, yang menyatakan bahwa pengadaan alat kesehatan itu atas perintah menteri.