Setelah Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena, Kolombia, sinyal aneh benar-benar terlihat di kitaran kasus Nazar. Betapa tidak, publik seakanakan disihir ke suatu arah yang tidak jelas dengan menggunakan dalil yang penuh kebohongan, bahkan ngawur.
Bahwa semakin jelas ada upaya-upaya sistematis menghancurkan KPK beserta seluruh unsurnya.
Bahwa semakin jelas ada pertalian dan kejahatan kolektif yang dilakukan justru oleh para pemimpin politik yang seharusnya melindungi negara dan bangsa. Pemimpin politik secara demonstratif menunjukkan keberpihakan kepada para koruptor yang nyata-nyata telah meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan rakyat indonesia.
Indikasi Barter
Kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games tampaknya hanya akan berhenti pada Muhammad Nazaruddin. Indikasi itu terlihat dari sikap bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut yang memilih ”jurus lupa”.
Saat keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi usai menjalani pemeriksaan, kemarin,
Seleksi Calon Pimpinan KPK
Delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lolos seleksi, Kamis (18/8) diserahkan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dari delapan nama tersebut, advokat Bambang Widjojanto berada di peringkat teratas akumulasi penilaian Pansel. Urutan berikutnya yakni Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnain, Adnan Pandupradja, dan Aryanto Sutadi. Dua calon lainnya dinyatakan tidak lolos, yakni Egi Sutjiati dan Sayyid Fadil.
Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Edy Yuwono PhD, mengaku belum mengetahui ada keterkaitan antara proyek Laboratorium Riset Unsoed dengan perusahaan
tersangka suap Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin. “Saya belum tahu,” kata Edy ketika ditemui di ruang kerjanya, kemarin.
Edy juga mengatakan bahwa dia belum mendapat laporan terkait diperiksanya Kepala Laboratorium Riset Unsoed, Ismangil, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya juga belum mendapat laporan tentang itu,” tegasnya.
Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi Nepotisme (KP2KKN) Jateng menyoroti kebijakan yang memperbolehkan pejabat di lingkungan pemerintahan menerima parsel. Dengan kebijakan itu, Pemprov Jateng dinilai tak mendukung upaya pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme. Pasalnya, pemberian parsel merupakan bentuk gratifikasi.
Sekretaris KP2KKN Eko Haryanto menyayangkan pernyataan Gubernur Bibit Waluyo yang tak melarang pemberian parsel kepada pejabat. Padahal, provinsi seperti DI Yogyakarta dan Jabar tegas melarang pemberian parsel bagi pejabat.
BPKP Akan Ekspose ke Pusat
Proses audit kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi APBD Sragen 2003-2010 oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Tengah sudah selesai. Kepala BPKP Jateng Mochtar Hussein akan menggelar ekspose bersama Deputi Bidang Investigasi BPKP Suradji di Jakarta, Senin (22/8).
’’Semuanya sudah final. Ekspose memang harus dilakukan di pusat karena kerugiannya cukup besar untuk korupsi Sragen tersebut. Nanti setelah ekspose selesai, kami pasti mempublikasikannya,’’ ujar Mochtar, kemarin.
Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman untuk kuasa hukum Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta serta subsider 8 bulan.
Perkara Haposan saling terkait dengan Gayus Tambunan dan Andi Kosasih. Ketiganya diketahui terlibat dalam kejahatan pajak. Sama dengan Haposan, hukuman untuk Gayus dan Andi juga diperberat oleh MA.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim red notice atas nama Neneng Sri Wahyuni.
Dengan begitu, istri Muhammad Nazaruddin itu segera berstatus sebagai buronan Interpol.
‘’Sudah dikirim (permohonan) 11 Agustus lalu,’’ kata Wakil Ketua KPK M Jasin kepada Suara Merdeka dalam pesan singkatnya, Kamis (18/8).
Menurut Jasin, pengiriman red notice kepada Interpol melalui Polri ini dilakukan setelah KPK menetapkan Neneng sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008.
FIAT Justitia Ruat Coelum. Bagi kalangan pengkaji hukum, kalimat yang diucapkan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM) ini sangatlah akrab. Kurang lebih dapat diterjemahkan ”Hukum Harus Ditegakkan meskipun Langit Runtuh”. Kalimat itu menunjukkan betapa hukum sangat penting ditegakkan, tak peduli bagaimana dampaknya, kepada siapa, atau kekuatan mana yang akan menjadi korban. Pasalnya, hukum adalah bagian tak terpisahkan dari tegaknya kepentingan sosial yang menjadi cita-cita bersama. Bahkan, kepada presiden sekalipun hukum tetap harus ditegakkan.