Kebijakan akselerasi pemberantasan korupsi adalah keniscayaan, karena negara harus segera mewujudkan kesejahteraan rakyat dan melakukan konvergensi antara daulat rakyat dan daulat hukum secara bersamaan untuk merealisasi terwujudnya negara hukum yang demokratis.
Cerita tentang Dewan Perwakilan Rakyat di negeri ini dihiasi serangkaian ironi dan paradoks. Di era Orde Baru, institusi DPR tak lebih dari sekadar “tukang stempel” tiap kebijakan Soeharto. Di era reformasi ini, lembaga tersebut justru sarat kontroversi. Yang masih hangat adalah litani rengekan soal usulan fasilitas: dana aspirasi, dana pedesaan, hingga pembangunan gedung DPR yang justru ditolak dan dihujani kritik. Usulan-usulan tersebut dikritik karena kinerja DPR di bidang legislasi yang cenderung lemot dan semakin menurun. Kemampuan Dewan membuat produk undang-undang semakin rendah.
RENCANA kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Pendidikan Nasional memasukkan kurikulum pendidikan antikorupsi ke sekolah dari prasekolah hingga ke perguruan tinggi tentu layak diapresiasi dan didukung. Kita berharap, upaya itu ke depan bisa mengikis budaya korupsi yang sudah sedemikian menggurita.
Membangun Pilar Good Governance
MASIH ingatkah Anda tentang rencana Ketua DPR Marzuki Alie untuk menerapkan penggunaan finger print guna mencatat kehadiran para anggota dewan? Rencana saat ini, entah bagaimana realisasinya itu, dipicu oleh beredarnya daftar ketidakhadiran para anggota dewan dalam rapat-rapat yang menjadi salah satu tugas pokok mereka.
HARI ini, Selasa, 28 September 2010, diperingati sebagai Hari Internasional Hak untuk Tahu (International Right to Know Day). Hari untuk memperingati hak asasi manusia atas informasi ini ditetapkan kali pertama pada 28 September 2003 di Sofia, dalam suatu pertemuan organisasi-organisasi pegiat kebebasan informasi di ibu kota Bulgaria itu.
Kandidat dan Ketua Umum Terpilih Bantah Menyuap
Musyarawah Nasional (Munas) VI Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah berakhir Sabtu malam lalu (25/9). Tetapi, muncul isu tidak sedap tentang suap saat pemilihan ketua umum Kadin Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC) saat itu.
Melalui akun Twitter-nya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein membeberkan politik uang dan suap dalam pemilihan ketua umum Kadin periode 2010-2015. Yunus menyatakan menerima laporan isu suap tersebut dari koleganya yang mengikuti munas.
SILANG pendapat tentang suksesi jaksa agung dari internal (karir) atau eksternal (nonkarir) tidak penting dipertajam. Jelasnya, entah dari karir atau nonkarir, yang didambakan masyarakat saat ini adalah jaksa agung yang memiliki nyali dan kapabilitas untuk melaksanakan reformasi di tubuh kejaksaan. Yakni, berani menolak intervensi, berani menindak tegas bawahan yang tidak profesional, berani mengambil alih tanggung jawab, dan berani membela bawahan yang benar tapi teraniaya.
Pagi-pagi sekali, dua orang rekan mengirim pesan singkat (SMS). Dua-duanya mengenai tulisan Mohammad Fajrul Falaakh berjudul ”Memaknai Putusan MK” (Kompas, 24/9) yang mengomentari putusan atas pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang diajukan Yusril Ihza Mahendra.
Saling silang pendapat perihal keabsahan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung terjawab sudah, menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 tertanggal 22 September 2010.
Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 22 Ayat (1) Huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional).
LEGALITAS Hendarman Supandji sebagai jaksa agung memasuki polemik baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan soal masalah itu. Dikatakan membuka polemik baru karena putusan MK bersifat ambigu terhadap sah tidaknya Hendarman sebagai jaksa agung sehingga memunculkan penafsiran baru atas legalitas tersebut. Semestinya, putusan MK tegas, apakah jaksa agung itu sah atau tidak.