Hak Anda untuk Mengetahui
HARI ini, Selasa, 28 September 2010, diperingati sebagai Hari Internasional Hak untuk Tahu (International Right to Know Day). Hari untuk memperingati hak asasi manusia atas informasi ini ditetapkan kali pertama pada 28 September 2003 di Sofia, dalam suatu pertemuan organisasi-organisasi pegiat kebebasan informasi di ibu kota Bulgaria itu.
Peserta pertemuan menyepakati pembentukan jaringan Freedom of Information Advocates (FOIA Network) dan kerja sama untuk mempromosikan hak memperoleh informasi serta pemerintahan yang terbuka dan transparan. Hari Hak untuk Tahu ditetapkan sebagai simbol gerakan global untuk mengampanyekan hak atas informasi.
Tujuan peringatan tersebut adalah untuk meningkatkan kepedulian semua pihak atas hak asasi yang fundamental itu dan mengampanyekan perwujudan masyarakat yang terbuka dan demokratis (open and democratic societies). Masyarakat seperti ini, lebih dari apa yang digagas George Soros tentang open society, akan terbentuk jika seluruh warga negara terberdayakan dan berpartisipasi dalam pemerintahan.
Agar kampanye lebih berhasil, di Bulgaria setiap tanggal 28 September diadakan kompetisi untuk mendapatkan penghargaan bagi para aktivis pegiat hak untuk memperoleh informasi dan untuk mendorong lembaga-lembaga pemerintah lebih terbuka.
Penghargaan Kunci Emas (Golden Key Award) diberikan kepada warga, jurnalis, LSM, dan institusi publik yang berhasil mengondisikan pelaksanaan UU Informasi Publik (Access to Public Information Act).
Sedangkan Penghargaan Gembok Emas (Golden Padlock) merupakan penghargaan negatif untuk institusi pemerintah yang bersikap tertutup dan tidak membuka akses terhadap informasi.
Penetapan Hari Hak untuk Tahu menegaskan kesadaran kalangan civil society internasional bahwa hak asasi tiap orang untuk memperoleh informasi tidak akan datang dengan sendirinya. Dalam kaitan dengan praktik pemerintahan, pejabat negara dan institusi pemerintahan tidak akan otomatis menyediakan informasi, baik yang diminta atau yang tidak diminta oleh publik.
Padahal, tiap orang berhak mengetahui apa yang dilakukan para pejabat publik dengan kekuasaannya dan bagaimana anggaran yang terkumpul dari pembayar pajak digunakan.
Informasi semacam ini bagi pemerintahan yang belum demokratis tentu saja dianggap sebagai hal sensitif. Namun bagi pemerintahan yang demokratis justru diperlukan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitasnya.
Kesenjangan Informasi Persoalan yang kemudian muncul dalam kaitan hak untuk memperoleh informasi adalah kesenjangan secara sosial, geografis, dan struktural. Secara sosial, banyak orang tidak mampu mengakses informasi karena keterbatasan pendidikan, ekonomi, dan sarana seperti teknologi. Misalnya, seseorang tidak dapat menikmati informasi di internet karena tidak mampu berbahasa Inggris.
Kondisi geografis juga dapat menghambat. Misalnya, orang-orang di desa atau pelosok gunung yang belum terjangkau surat kabar. Ada pula hambatan struktural yang masih sering terjadi, khususnya untuk memperoleh informasi yang terkait penyelenggaraan pemerintahan.
Di negara kita misalnya, kebanyakan institusi pemerintahan belum memiliki sistem layanan informasi yang baik. banyak website pemerintah dengan konten tidak lengkap, bahkan ada yang jarang di-up date meskipun sekadar informasi elementer.
Selain itu, tidak sedikit pejabat publik yang masih ketakutan untuk membuka informasi. Mereka takut salah di mata atasannya atau waswas dengan membuka informasi bisa menimbulkan risiko bagi institusinya.
Hari Hak untuk Tahu penting untuk disebarluaskan, mengingat belum banyak orang yang mengetahui haknya atas informasi. Di lain pihak, meski sudah berlaku UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kebanyakan badan publik negara belum siap untuk transparan.
Karena itu, kepada Anda di mana saja berada, perlu diberitahukan bahwa Anda punya hak untuk tahu. Anda punya hak untuk mengetahui latar belakang, alasan, dan anggaran suatu kebijakan publik. Anda punya hak untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Itulah cara Anda untuk peduli pada negara dengan mendorong pemerintahan agar demokratis. (10)
A Zaini Bisri, wartawan Suara Merdeka dan komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 28 September 2010