BELAKANGAN, bangsa ini dihadapkan pada pertaruhan eksistensi hukum seiring dengan mulai terkuaknya sejumlah penyelewengan, penyimpangan, bahkan kejahatan hukum yang dilakukan para elite bangsanya. Terutama pada aspek korupsi, kejahatan itu hampir menyentuh semua segmen, baik birokrasi, politikus, penegak hukum, maupun pelaku bisnis, bahkan masyarakat umum. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa komitmen penegakan hukum benar-benar menjadi pertaruhan perjalanan bangsa dan negara.
Mantan jaksa fungsional Kejaksaan Negeri Tangerang Dwi Seno Wijanarko, terdakwa tindak pidana pemerasan dan penyalahgunaan wewenang, divonis 1 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang kemarin. Dalam sidang putusan tersebut, Dwi Seno juga diwajibkan membayar denda Rp 20 juta.
Ketua majelis hakim Martini Marja dalam amar putusannya menyatakan terdakwa Dwi Seno Wijanarko terbukti melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Menghukum terdakwa selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 20 juta," kata Martini dalam persidangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengembangkan penyidikan kasus suap terkait dana program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi Kemenakertrans. Karena itu, KPK mengagendakan pemeriksaan empat pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (20/9).
Keempat orang yang akan diperiksa yakni Ketua Banggar Melchias Marcus Mekeng (Fraksi Partai Golkar), Wakil Ketua Banggar Olly Dondokambey (Fraksi PDIP), Wakil Ketua Mirwan Amir (Fraksi Partai Demokrat) dan Wakil Ketua Tamsil Linrung (Fraksi PKS).
Terkait Tersangka Neneng
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games itu diperiksa sebagai saksi pada penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kemenakertrans yang juga menyeret istrinya, Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka.
”Kecenderungan mindset sebagian penyidik kurang bergairah menangani korupsi karena butuh ekstratenaga, ekstrapemikiran, dan ekstrabiaya”
Senin (19/9), Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal kembali mulai memeriksa para saksi-saksi terkait tuduhan pelanggaran kode etik pimpinan.
Saksi yang bakal diperiksa adalah Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan mantan dubes Indonesia untuk Kolumbia, Michael Menufandu.
"Pak Michael akan kita periksa Senin," kata Ketua Komite Etik, Abdullah Hehamahua, Sabtu lalu.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penyadapan pembicaraan pejabat.
Mantan Menhan ini mengatakan, tidak mempersalahkan telepon genggam pribadinya disadap.
Menurutnya, sudah seharusnya aparat penegak hukum menyadap semua ponsel pribadi para pejabat pemerintah agar tahu seperti apa kelakuan mereka di belakang rakyat.
"Wah, memangnya mengapa kalau disadap. Semua pejabat yang punya posisi strategis perlu disadap," kata Mahfud, kemarin.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut adanya aliran dana kasus korupsi disejumlah kementerian yang diduga masuk ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Khadafi mengatakan, pokok persoalan dugaan korupsi dikementerian diduga berada di Banggar DPR.Karena itu KPK seharusnya tidak hanya menfokuskan mengusut kasus tersebut ditingkat kementerian saja.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengaku tidak penah luput dalam hal pengawasan, khususnya terhadap para hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebab, hakim tipikor juga masuk dalam ranah pengawasan lembaganya. Banyaknya laporan masuk menyangkut pelanggaran kode etik dan prilaku hakim menunjukan banyak hakim yang diduga bermasalah, termasuk hakim tipikor. “Makanya, mereka pun tidak akan lepas dari pengawasan kita,” kata Eman Suparman saat dihubungi SINDO kemarin.
Rakyat menyuarakan harapannya dengan tulus,maka Tuhan akan membukakan jalan. Dipetieskan di dalam negeri, skandal Bank Century “terpaksa” go international. Gugatan mantan pemilik eks Bank Century, Hesham Al-Waraq dan Rafat Ali Rizvi, terhadap pemerintah Indonesia di Pengadilan Arbitrase Internasional menjadi jalan terang.