Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) telah melakukan pemantauan terhadap iklan kampanye tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di kanal media sosial Meta. Tak hanya itu, pemantauan juga dilakukan terhadap Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dipublikasikan di laman milik KPU RI.
Perhelatan pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 dipenuhi dengan banyak persoalan, salah satunya keterlibatan mantan terpidana korupsi sebagai calon anggota legislatif. Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) terdapat 56 mantan terpidana korupsi yang nantinya nama mereka akan tertera di surat suara. Tingkat pencalonannya pun beragam, baik DPRD tingkat kota, kabupaten, provinsi, pusat, dan DPD RI.
Keluhan tentang kian mahalnya ongkos politik yang harus digelontorkan oleh para kandidat kontestasi elektoral pemilihan umum (pemilu) sudah menjadi rahasia umum. Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J. Vermonte, dalam seminar terbatas Fraksi Partai Golkar pada 18 Januari 2017 lalu mengungkapkan, politik Indonesia telah mengalami “the presidentialization of politics” sebagai akibat dari sistem pemilu langsung di Indonesia.
Pada pekan lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia kian memperlihatkan niat untuk merusak integritas pemilihan umum (pemilu) mendatang. Betapa tidak, melalui pernyataan anggotanya, Idham Kholik, KPU secara resmi menghapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).
Setelah ramai dicecar masyarakat atas dugaan melakukan kecurangan Pemilu, baru-baru ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menebar kontroversi.
Carut-marut praktik politik uang dalam pemilu, tampaknya sudah mewabah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan telah mencederai hakikat demokrasi di Indonesia. Politik uang sebagai the mother of corruption, benar-benar telah menjadi “hama penyakit” masyarakat yang menjangkiti bangsa Indonesia. Tradisi buruk praktik politik uang, semakin menggila pada pemilu: pemilihan langsung eksekutif, legislatif dan pilkades.
Pemberangusan hak asasi masyarakat dan penyesatan logika pikir hukum diperlihatkan oleh lembaga kekuasaan kehakiman. Tak main-main, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat secara serampangan dan ugal-ugalan menganulir mandat konstitusi, tepatnya Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945, berkaitan dengan masa waktu pemilihan umum.
Tak henti-hentinya, pasca mengintimidasi penyelenggara pemilihan umum (pemilu) daerah agar berbuat curang dalam proses verifikasi partai politik, kali ini Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asyari, mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Jakarta, 8 November 2021 - Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem), dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand mengirimkan surat keberatan resmi
terhadap Keputusan Presiden Jokowi No. 120/P Tahun 2021 tentang tentang Pembentukan
Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2022-2027 dan Calon
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2022-2027. Surat keberatan
ini sudah disampaikan ke Sekretariat Negara pada Jumat, 5 November 2021.
Pilkada 2018 telah selesai digelar. Gelombang pilkada serentak ketiga tersebut ditutup dengan prediksi berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap pemilu 2019. Perhatian publik juga cepat bergeser, dari pilkada ke pencalonan anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden. Tidak banyak dikupas, bagaimana Pilkada 2018 menghasilkan pimpinan daerah yang mampu menjawab tantangan dan membenahi pemerintahan daerah.