Studi Konflik Kepentingan Anggota Legislatif terkait Bisnis Sumber Daya Alam
Konflik kepentingan berkelindan dengan tindak pidana korupsi. Kesimpulan yang sempat diutarakan oleh Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, itu bukan tanpa alasan. Sebab, situasi konflik kepentingan dapat mendorong seseorang yang memiliki posisi sebagai pengambil kebijakan bertindak dan memutuskan dengan sudut pandang subjektif dan menguntungkan pihak tertentu. Maka dari itu, pendekatan jalan keluar untuk mengatasi konflik kepentingan mesti dijalankan secara paralel, baik pencegahan maupun penindakan.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah menjabarkan lebih lanjut mengenai konflik kepentingan. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014). Pasal 1 angka 14 regulasi tersebut menyebutkan bahwa Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.
Bukan hanya regulasi nasional, konvensi internasional seperti United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) juga mengatur mengenai konflik kepentingan. Penegasannya tercantum dalam Pasal 7 ayat (4) pada bab Sektor Publik, Pasal 8 ayat (5) pada bab Kode Etik Pejabat Publik, dan Pasal 12 ayat (2) huruf b serta e pada bab Sektor Swasta. Keseluruhan kesepakatan negara-negara tersebut meminta agar aturan mengenai pencegahan konflik kepentingan dapat diterapkan sedemikian rupa melalui hukum positif. Jadi, melihat kumpulan aturan, baik nasional maupun internasional, menjadi hal wajib untuk ditegakkan mengenai kondisi konflik kepentingan pejabat publik di Indonesia.