Pura-pura Terbuka: Menyingkap Kepalsuan Laporan Dana Kampanye Parpol

Tampilan halan depan siaran pers dengan logo ICW dan Perludem dengan judul: "SIARAN PERS Pura-pura Terbuka: Menyingkap Kepalsuan Laporan Dana Kampanye Parpol"

UU 7/2017 tentang Pemilu mewajibkan setiap partai politik (parpol) untuk melaporkan dana kampanye, salah satunya adalah Laporan Awal Dana Kampanye (LADK). Lebih lanjut, PKPU 18/2023 tentang Dana Kampanye mengatur kewajiban partai politik untuk menyampaikan LADK pada 7 Januari 2023 atau 14 hari sebelum rapat umum. KPU sendiri telah mengeluarkan siaran pers mengenai penyampaian LADK oleh Partai Politik, yang memperlihatkan status dan waktu penyampaian LADK tiap partai. Berdasarkan dokumen siaran pers tersebut, masih banyak partai yang belum melengkapi seluruh formulir dan data pendukung penyampaian LADK. Pada sisi lain, terdapat beberapa data yang janggal seperti: masih banyak caleg yang belum menyampaikan LADK kepada partai dan adanya angka penerimaan serta pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan juga disinyalir tidak sesuai dengan realitas pendanaan kampanye. Terutama bila menyandingkan dengan banyaknya alat peraga kampanye yang tersebar dan iklan di media sosial.

 

PENGATURAN LADK

Basis pengaturan LADK berada pada Pasal 334, UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan LADK diatur implementasinya melalui PKPU 18/2023 tentang Dana Kampanye. LADK dipahami sebagai laporan yang memuat saldo awal rekening khusus dana kampanye (RKDK) serta penerimaan sumbangan dari partai politik, caleg, dan pihak lain ketiga.

Lebih lanjut, menurut PKPU 18/2023, juga harus memuat sisa saldo hasil penerimaan dan pengeluaran sebelum pembukuan, serta penerimaan dan pengeluaran setelah dibukanya RKDK. Periode pembukuan LADK dimulai sejak tiga hari partai politik resmi menjadi peserta pemilu hingga satu hari sebelum penyampaian LADK yang telah dijadwalkan.

Berdasarkan PKPU Dana Kampanye, partai politik harus menyampaikan LADK pada 7 Januari 2024. Bila merujuk pada jadwal tersebut, artinya LADK harus melaporkan segala sumbangan penerimaan dan pengeluaran dari 17 Desember 2022 hingga 6 Januari 2024. Hal ini sejalan dengan ketentuan UU pemilu, yang menyebutkan partai politik harus menyerahkan LADK 14 hari sebelum rapat umum. Bila tidak diserahkan, partai politik dapat diberikan sanksi pembatalan sebagai peserta pemilu di wilayah bersangkutan.

Penyampaian LADK pada tanggal 7 Januari 2024, sudah harus memuat beberapa dokumen yang ditentukan dalam PKPU. LADK yang disampaikan harus memotret penerimaan kampanye dalam bentuk uang, barang dan jasa. Hal ini juga termasuk laporan dana kampanye caleg sebagai sumbangan dalam bentuk jasa kampanye.

 

BELUM LENGKAP DAN SESUAINYA DOKUMEN LADK YANG DILAPORKAN

Berdasarkan siaran pers KPU RI pada 9 Januari 2024, penerimaan LADK dari semua partai masih berstatus belum lengkap dan belum sesuai. Total penerimaan dan pengeluaran beberapa partai juga tidak sesuai dengan yang terlihat di lapangan. Misalnya PSI yang memiliki pengeluaran tercatat hanya sebesar Rp 180.000 (dalam RIlis Sebelum Perbaikan LADK). Selain itu, masih banyak caleg DPR RI yang belum menyampaikan LADK. Bahkan di Partai Gelora misalnya, dari total 396 caleg DPR RI, 110 caleg belum menyampaikan LADK.

Berdasarkan pencermatan dari dokumen siaran pers KPU RI mengenai penyampaian LADK, setidaknya terdapat dua kesimpulan, yakni:

1. LADK partai politik belum lengkap: KPU tidak menjelaskan maksud klausul “belum lengkap” dalam status penerimaan LADK partai politik. Bila ditafsirkan, klausul ini berarti beberapa dokumen yang harus dilaporkan dalam LADK masih belum dipenuhi oleh partai peserta pemilu. LADK sendiri terdiri atas beberapa dokumen, seperti:

  • Formulir 1 Laporan Awal Dana Kampanye
  • Formulir 2 Daftar Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
  • Formulir 3 Laporan Aktivitas Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye
  • Formulir 4 Daftar Persediaan Barang Dana Kampanye
  • Formulir 5 Laporan Aktivitas Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye sebelum periode pembukuan laporan awal dana kampanye
  • Formulir 6 Laporan Awal Dana Kampanye Calon Anggota Legislatif
  • Formulir 7 Surat Pernyataan tanggung jawab atas laporan awal dana kampanye.

Ketujuh dokumen tersebut dapat dimaknai sebagai satu kesatuan LADK yang harus
dilaporkan ke KPU sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan dalam UU 7/2017 yakni 14 hari sebelum rapat umum atau pada 7 Januari 2024. Sehingga jika terdapat salah satu formulir yang tidak dilaporkan, maka LADK yang disampaikan partai politik tersebut tidak tepat waktu.

2. LADK Partai Politik Belum Sesuai: dalam klausul “belum sesuai” KPU tidak menjelaskan makna “belum sesuai” ini apakah partai politik peserta pemilu tidak melaporkan dana kampanye yang sesuai dengan penerimaan pengeluaran riil atau belum sesuai dengan format dokumen pelaporan yang seharusnya. Sebab, bila berkaca pada jangka waktu pembukuan LADK yang panjang dan masifnya aktivitas kampanye partai politik, total pengeluaran partai politik yang terlihat dalam siaran pers KPU tidak mencerminkan pengeluaran sebenarnya. Di samping itu, masih banyak caleg DPR RI yang belum melaporkan LADK Caleg, sehingga nilai yang terlapor dalam LADK Parpol jauh dari realitas.

 

INDIKASI KETIDAKJUJURAN LADK PERBAIKAN

Dalam PKPU 18/2023, KPU memberikan kesempatan perbaikan laporan dana kampanye, baik LADK, LPSDK, dan LPPDK. Padahal norma ini tidak terlihat dalam UU Pemilu, sehingga dapat dianggap norma baru yang bertentangan dengan UU di atasnya.

Walaupun tidak terlihat bertentangan secara letterlijk, namun implikasi keduanya akan berbeda. Bila merujuk pada UU Pemilu, bagi partai politik yang tidak melaporkan LADK 14 hari sebelum kampanye rapat umum yang dalam hal ini harus dilaporkan pada tanggal 7 Januari karena kampanye rapat umum akan dimulai pada tanggal 21 Januari 2024, akan mendapatkan sanksi diskualifikasi. Sementara berdasarkan PKPU 18/2023, LADK yang belum lengkap masih diberikan kesempatan untuk perbaikan sehingga tidak berujung pada sanksi pembatalan kepesertaan.

Jika merujuk pada dokumen siaran pers terbaru yang disampaikan oleh KPU 14 Januari 2024 yang memuat data perbaikan LADK, mayoritas partai politik peserta pemilu menyampaikan dokumen perbaikan LADK pada hari Jumat, 12 Januari 2024. Hanya terdapat dua partai politik yang menyampaikan LADK perbaikan sebelum tanggal 12 Januari yakni: Partai Perindo pada 10 Januari dan PKB pada 11 Januari 2024. Terdapat 15 partai politik peserta pemilu dengan status penerimaan LADK perbaikannya sudah lengkap dan sesuai. Namun terdapat tiga partai politik yang masih mendapatkan status tidak lengkap dan tidak sesuai. Status penerimaan LADK Perbaikan Partai Gelora dan PPP masih belum sesuai walaupun sudah lengkap. Bahkan terdapat satu partai, PSI, yang memiliki status penerimaan yang belum lengkap dan belum sesuai.

Pada sisi lain, berdasarkan siaran pers LADK perbaikan partai politik tersebut terdapat beberapa perubahan data yang cukup signifikan mulai dari jumlah calon anggota legislatif yang menyampaikan LADK dan besaran jumlah penerimaan serta pengeluaran di beberapa partai politik peserta pemilu.

Dari segi jumlah calon anggota legislatif yang menyampaikan, sebelumnya pada LADK 7 Januari 2024, sebanyak 9798 calon anggota DPR yang melaporkan dari total 9917 calon anggota DPR, yang dalam hal ini terdapat 119 calon yang tidak melaporkan. Partai Gelora adalah partai politik dengan jumlah calon anggota DPR yang paling banyak tidak menyampaikan LADK dengan jumlah 110 orang. Adapun berdasarkan LADK perbaikan yang dilaporkan pada 12 Januari, hanya tersisa sembilan calon anggota DPR yang tidak menyampaikan LADK dengan jumlah calon paling banyak berasal dari PDIP sebanyak 5 orang calon anggota DPR.

Dari segi penerimaan dana kampanye, terdapat beberapa partai politik yang dalam LADK perbaikan berubah besaran angka penerimaan dan pengeluaran dana kampanyenya. Pertama, Partai Golkar, dalam LADK perbaikan Partai Golkar melaporkan perubahan besaran penerimaan menjadi Rp. 10.018.314.565 dari jumlah penerimaan sebelumnya di LADK awal sebesar Rp. 10.197.613.902. Namun, besaran jumlah pengeluaran Partai Golkar sama sekali tidak berubah. Kedua, PKS merubah besaran pengeluaran dana kampanyenya yang semula Rp. 7.833.307.791 pada LADK awal, menjadi Rp. 8.243.335.838. Ketiga, PAN merubah jumlah penerimaan menjadi Rp. 29.821.500.000 dari yang sebelumnya Rp. 29.822.500.000. Keempat, PSI merubah jumlah penerimaan dan pengeluaran dana kampanyenya dari LADK awal jumlah penerimaan sebesar Rp. 2.002.000.000 dan pengeluaran Rp. 180.000, menjadi penerimaan sebesar Rp. 33.052.522.406 dan pengeluaran Rp. 24.130.721.406 dalam LADK perbaikan.

Menariknya terdapat partai politik yang jumlah penerimaan dan pengeluarannya tidak berubah, tetapi jumlah calon anggota DPR yang menyampaikan LADKnya bertambah ataupun berkurang. Partai Buruh yang semula terdapat dua calon anggota DPR yang. tidak melaporkan dalam LADK awal, berubah menjadi melaporkan semua akan tetapi jumlah penerimaan dan pengeluaran tidak berubah. Begitu juga dengan Partai Gelora yang semula menjadi partai politik dengan jumlah calon anggota DPR paling banyak tidak menyampaikan LADK sebanyak 110 orang, berubah menjadi seluruhnya mencalonkan akan tetapi tidak ada perubahan nominal penerimaan dan pengeluaran. Sedangkan Partai Garuda dan Partai Demokrat yang pada LADK awal tidak ada satupun calon anggota DPR yang tidak menyampaikan LADK, dalam LADK perbaikan berubah dengan adanya satu orang calon yang tidak melaporkan tetapi tidak mengurangi jumlah penerimaan maupun pengeluaran dana kampanye yang tertera dalam LADK perbaikan.

Temuan ini mengindikasikan adanya ketidakjujuran dari partai politik dalam melakukan perbaikan LADK yang disampaikan ke KPU. Bagi partai politik yang semula terdapat calon anggota DPR yang tidak melaporkan LADK lalu pada saat perbaikan keseluruhan menyampaikan laporan tetapi tidak ada perubahan jumlah besaran dana kampanye pertanyaannya, apakah calon yang kemudian melaporkan LADK sama sekali tidak menerima dan mengeluarkan dana kampanye? Situasi ini nampaknya tidak mungkin, mengingat mayoritas calon tentunya melakukan aktivitas kampanye dengan sumber dan besaran penerimaan yang berbeda-beda, termasuk besaran pengeluaran dana kampanye yang berbeda. Sehingga patut diduga perubahan jumlah calon yang melaporkan LADK dalam LADK perbaikan ini tidak dilakukan secara sungguh-sungguh atau tidak jujur, dan sebatas pemenuhan administrasi belaka.

TEMUAN PPATK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga kembali menyampaikan
temuan terkait dugaan transaksi mencurigakan yang terjadi selama rangkaian proses pemilu. Terbaru, PPATK membeberkan bahwa terdapat transaksi janggal dengan nilai total sebesar Rp 51 Triliun yang dilakukan oleh 100 caleg. PPATK juga menyampaikan adanya peningkatan transaksi penerimaan dana dari luar negeri di tahun politik pada 21 bendahara partai politik yang nilainya mencapai Rp 195 miliar. Yang mana, 30% dari jumlah tersebut diduga berasal dari entitas badan usaha yang mayoritasnya berupa perusahaan cangkang.

Temuan PPATK ini tentunya merupakan informasi yang patut untuk segera didalami dan ditelusuri kebenarannya oleh Bawaslu. Publik pun harus diberikan informasi yang jelas terkait langkah apa yang sudah diambil oleh Bawaslu dalam mengidentifikasi dugaan pelanggaran pemilu di dalamnya. Jika temuan PPATK tersebut mengarah ataupun tidak mengarah kepada pelanggaran pemilu, apa hasil penelusurannya, unsur apa saja yang terpenuhi maupun tidak terpenuhi, hal ini seluruhnya harus dibuka kepada masyarakat. Hal ini semata-mata demi memberi ruang partisipasi yang bermakna dari masyarakat. Langkah penindakan oleh Bawaslu harus dilakukan secara cepat dengan mempertimbangkan masa kampanye yang sangat pendek dan hari pemilihan yang semakin dekat.

Di sisi lain, temuan PPATK yang menyebutkan bahwa adanya sejumlah transaksi janggal yang terjadi di luar RKDK, juga harus disikapi oleh KPU secara serius. Adanya lonjakan transaksi janggal yang terjadi di rekening pribadi para caleg, bendahara parpol, maupun petugas parpol lainnya, tidak lantas dapat dikesampingkan oleh KPU dengan dalih di luar domain kewenangan mereka. Hal ini justru perlu dilihat dengan melampaui perspektif yang normatif. Bahwa regulasi yang ada saat ini (termasuk peraturan teknis yang dibentuk oleh KPU sendiri) tidak cukup akomodatif untuk menjamin penggunaan RKDK sebagai satu-satunya medium dalam transaksi dana kampanye. Akhirnya, esensi keterbukaan laporan dana kampanye yang dimaksudkan untuk mencegah masuknya sumber dana ilegal dan mencegah adanya dominasi entitas tertentu sebagai pendonor menjadi tidak tercapai.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pencermatan tersebut terdapat beberapa hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh lembaga penyelenggara pemilu:

  1. Berdasarkan LADK perbaikan, masih terdapat tiga partai politik yang mendapatkan status tidak lengkap dan tidak sesuai yakni: Partai Gelora dan PPP masih belum sesuai walaupun sudah lengkap, sedangkan PSI memiliki status penerimaan LADK belum lengkap dan belum sesuai. KPU perlu menjelaskan dan mempublikasikan apa yang dimaksud dengan belum lengkap dan belum sesuai, termasuk dampaknya. Bila status ‘belum lengkap’ berarti terdapat kekurangan dokumen dalam penyampaian LADK, maka berdasarkan UU 7/2017 partai politik peserta pemilu dapat dikenakan sanksi diskualifikasi sesuai wilayah pelaporannya;
  2. LADK perbaikan yang disampaikan oleh partai politik terindikasi tidak jujur dan tidak mencerminkan biaya yang sesungguhnya. Terdapat partai politik yang pada LADK awal terdapat banyak calon anggota legislatifnya tidak melaporkan yang kemudian berubah menjadi melaporkan seluruhnya dalam LADK perbaikan, akan tetapi jumlah penerimaan dan pengeluaran dana kampanyenya tidak berubah seperti yang terjadi. Untuk itu, penting bagi Bawaslu untuk menindaklanjuti temuan dari adanya indikasi ketidakjujuran partai politik dalam melaporkan LADK, termasuk menindaklanjuti temuan PPATK mengenai adanya aliran dana ilegal dan asing ke rekening bendahara partai politik.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan