Catatan Evaluasi Kebijakan Pemberantasan Korupsi Tiga Tahun Pemerintahan Joko Widodo - Ma’ruf Amin
Pada sidang tahunan MPR jelang peringatan hari kemerdekaan pada 17 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan lima agenda besar nasional. Satu dari sekian agenda nasional tersebut menyebutkan bahwa pemerintah akan terus memperkuat hukum, sosial, politik dan ekonomi untuk rakyat, menjamin pemenuhan hak sipil dan praktik demokrasi, hak politik perempuan serta kelompok marjinal. Presiden juga menegaskan bahwa pemberantasan korupsi akan terus menjadi prioritas utama pemerintah. Hal tersebut menurut Presiden telah dibuktikan dengan pengungkapan kasus korupsi besar yang berdampak pada meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari 37 menjadi 38 di tahun 2021. Kemudian Indeks Perilaku Antikorupsi dari BPS juga meningkat dari 3,88 menjadi 3,93 di tahun 2022.
Pernyataan Presiden menarik untuk dicermati. Sebab, jika dibandingkan dengan agenda utama Pemerintahan Jokowi periode 2019-2024 praktis tidak menyinggung sama sekali soal pemberantasan korupsi. Lima agenda prioritas Presiden yang disampaikan saat mengawali periode jabatannya yang kedua adalah: Mempercepat dan melanjutkan pembangunan infrastruktur; Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM); Undang investasi seluas-luasnya untuk membuka lapangan kerja; Reformasi Birokrasi; serta APBN yang fokus dan tepat sasaran.
Tentu tak salah jika di tengah perjalanan Presiden memutar haluan untuk kembali fokus pada komitmen pemberantasan korupsi, pemenuhan hak sipil dan praktik demokrasi. Pertanyaannya, apakah langkah tersebut merupakan bentuk keseriusan atau sekadar ingin menarik simpati publik dengan justifikasi kenaikan hasil survei? Lantas, apakah sebanding dengan kerusakan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca diubahnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK serta eliminasi besar-besaran para pegawai melalui rekayasa Tes Wawasan Kebangsaan?
Ketiadaan komitmen Presiden terhadap semangat pemberantasan korupsi baik dalam prioritas kerja termasuk ketidakberanian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk menyelamatkan KPK pada akhirnya direspon negatif oleh masyarakat termasuk dunia internasional. Hal ini terefleksikan dari hasil IPK Indonesia tahun 2020 yang terjun bebas dari angka 40 menjadi 37 yang sekaligus menjadi penurunan skor pertama kalinya dalam 13 tahun terakhir.
Dengan situasi seperti ini, tentu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Maka dari itu, atas setumpuk persoalan dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Indonesia Corruption Watch menyusun catatan evaluasi kebijakan pemberantasan korupsi yang dapat dibaca melalui lampiran dokumen berikut.