Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk BUMN: Minim Pengawasan & Tidak Transparan, Celah Penyelewengan Terbuka Lebar
Pemerintah memangkas anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 56 persen. Anggaran PEN untuk tahun 2022 menurun menjadi Rp 321,2 triliun. Namun demikian, berkaca dari pengalaman tahun sebelumnya, anggaran PEN dapat sewaktu-waktu naik tanpa indikator yang jelas dan oleh karenanya perlu diwaspadai.
Kebijakan PEN perlu disoroti karena jumlah anggarannya yang besar sehingga rawan akan penyelewengan. Anggaran PEN setiap tahunnya juga terus meningkat dan terbagi dalam beberapa klaster, yaitu perlindungan sosial, sektoral K/L dan Pemda, insentif usaha, UMKM, dan korporasi (BUMN).
Baru pada tahun 2022 anggaran PEN menurun. Akan tetapi penurunan anggaran mesti diwaspadai karena bersifat politis dan bisa meningkat secara tiba-tiba tanpa alasan dan indikator yang jelas seperti tahun-tahun sebelumnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melakukan pemantauan terhadap dana PEN, terutama untuk BUMN memberikan catatan terhadap kebijakan dana PEN yang tidak transparan dan minim pengawasan. Pada tahun 2020, anggaran PEN klaster BUMN mencapai Rp 62,22 triliun. Anggaran dalam jumlah besar itu tentu akan rawan diselewengkan. Jumlah tersebut juga didapat setelah mengalami kenaikan berkali-kali dengan alasan dan indikator yang tidak diketahui.
Pengelolaan BUMN yang buruk dan kasus-kasus korupsi
Selain jumlah anggaran yang besar, kebijakan PEN untuk BUMN perlu disoroti secara khusus. Seperti diketahui, BUMN seringkali mendapat catatan buruk dalam pengelolaannya. Tata kelola BUMN yang buruk lalu berdampak pada kerugian, melonjaknya hutang, hingga praktik penyimpangan dan korupsi yang terjadi.
ICW mencatat, sepanjang tahun 2010 – 2020 sedikitnya terdapat 160 kasus korupsi BUMN. Hasil pemantauan ICW ikut menunjukkan, 11 BUMN penerima dana PEN di awal kebijakan itu dikeluarkan memiliki catatan kinerja yang buruk. Ini dikarenakan adanya lonjakan hutang yang konsisten selama kurun waktu 2015 – 2019. Selain itu ditemukan kerugian pada tahun 2015 – 2019 dari sejumlah BUMN tersebut.
Transparansi & kriteria penerima dana PEN serta indikatornya tidak diketahui
Catatan negatif mengenai BUMN lantas dapat membawa kita pada pertanyaan; Bagaimana Pemerintah menentukan kriteria BUMN yang layak mendapat dukungan dan yang tidak saat awal-awal dana PEN digelontorkan? Bagaimana pemerintah dapat memastikan BUMN yang mendapat dana PEN dapat memberi dampak positif pada penerimaan negara? Pertanyaan itu perlu dijawab agar anggaran besar yang telak dikeluarkan tidak berujung sia-sia.
Hasil pemantauan ikut menemukan bahwa pengelolaan dana PEN tidak transparan. Pemerintah dan BUMN tidak mengumumkan rencana dan realisasi penggunaan dana PEN secara patut. Rencana ataupun realisasi memang disampaikan dalam beberapa kesempatan, akan tetapi tidak ada penjelasan lebih rinci. Alasan perubahan jumlah anggaran PEN BUMN juga tidak disampaikan secara jelas.
Pengawasan Dana PEN
Selain itu, PEN untuk BUMN tidak mendapat pengawasan yang patut. Hanya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku pengawas internal pemerintah yang mendapat kejelasan tugas. Tetapi lembaga lain seperti BPK RI, aparat penegak hukum (KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan), ataupun DPR RI tidak diketahui secara jelas. Pengawasan sepertinya hanya ditekankan pada aspek administrasi.
Jika pengawasan dan prinsip transparansi tidak dilaksanakan secara patut, dikhawatirkan potensi penyelewengan semakin terbuka. PEN untuk BUMN adalah kebijakan di masa darurat. Pada situasi darurat akan selalu ada pihak yang mencari celah untuk mendapat keuntungan. Sehingga kebijakan yang longgar perlu mendapat pengawasan khusus. Terlebih lagi, catatan negatif mengenai BUMN sudah semestinya memberikan kita sorotan khusus terhadap kebijakan PEN. Dikhawatirkan, BUMN yang selama ini berkinerja buruk memanfaatkan situasi dengan meminta dukungan dana dari pemerintah.
ICW merekomendasikan hal-hal berikut:
- Pemerintah dan masing-masing BUMN penerima PEN mengumumkan rencana dan realisasi penggunaan dana PEN BUMN secara luas, terbuka, terperinci, dan berkala.
- Pemerintah memberi kewajiban bagi BUMN untuk mengumumkan rencana dan penggunaan dana PEN secara berkala kepada publik. Apabila prasyarat tidak dipenuhi, kucuran dana bagi BUMN dapat dibatalkan.
- Pengucuran dana PEN dilakukan secara bertahap denga melakukan evaluasi pada setiap tahapan. Evaluasi mencakup; pertimbangan kemampuan dan efektivitas BUMN dalam memanfaatkan dan mengelola dana PEN, dan aspek transparansi dan akuntabilitas.
- Evaluasi dan audit menyeluruh terhadap dana PEN dan BUMN yang mendapat kucuran dana PEN. Perlu ada pembuktian bahwa dana triliunan rupiah berhasil mencapai tujuan PEN, yaitu penyelamatan BUMN.
Jakarta, 19 Agustus 2021
Indonesia Corruption Watch
Egi Primayogha