Anak Muda Melawan Korupsi: SAKTI Pemuda Bali

Kegiatan Belajar SAKTI Bali

Sekolah Anti Korupsi (SAKTI) merupakan wadah pengkaderan aktivis antikorupsi muda yang diselenggarakan setiap tahun oleh ICW. SAKTI didesain untuk mengembangkan ideologi antikorupsi, perspektif dan gerakan antikorupsi, pengetahuan mengenai korupsi dan cara-cara memberantasnya. 

Biasanya, SAKTI dilakukan dalam lingkup nasional, namun SAKTI Pemuda 2019 difokuskan di Bali, sehingga pesertanya hanya yang berasal dan tinggal di Bali. Pertimbangannya, jika kader SAKTI diharapkan mampu membentuk organ-organ gerakan antikorupsi baru, maka para peserta SAKTI harus berasal dari daerah yang sama sehingga mereka bisa membentuk organisasi bersama.

Bali sendiri dipilih karena terdapat gerakan sosial massif untuk menolak proyek reklamasi teluk Benoa. ICW menilai, gerakan semacam ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi gerakan antikorupsi. Dalam pelaksanaan SAKTI Bali, ICW menggandeng Balebengong, sebuah organisasi masyarakat yang mengembangkan jurnalisme warga. 

Eksistensi organisasi lokal sangat krusial karena mereka lebih memahami konteks masalah, dan akan menjadi ‘induk semang’ bagi para alumni SAKTI. Keberadaan Balebengong juga sangat strategis mengingat agenda utama mereka juga sejalan dengan tujuan utama SAKTI Bali.

Hal lain yang tak kalah penting adalah agenda lanjutan paska penyelenggaraan SAKTI Bali. Berdasarkan analisa dan keputusan bersama peserta SAKTI Bali, rencana tindak lanjut yang dilakukan adalah memantau anggaran desa. Mereka terbagi ke dalam beberapa kelompok, yang disesuaikan dengan kedekatan lokasi tinggal masing-masing peserta sehingga mudah dalam berkoordinasi. 

Selepas penyelenggaraan SAKTI Bali, ICW juga memberikan pendalaman materi bagi para alumni, yakni bedah anggaran. Hasilnya memang cukup menjanjikan, sampai hari ini sebagian besar alumni SAKTI Bali aktif melakukan kegiatan bersama, mulai dari pameran foto dan diskusi publik dengan mengangkat tema-tema antikorupsi, melakukan aksi, dan membuat jejaring bersama yang mereka namai Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Bali Antikorupsi (AMMBAK). 

Setelah berjalan, AMMBAK berubah nama menjadi Bali Tidak Diam karena semakin banyak kelompok yang bergabung di dalamnya. Nama Bali Tidak Diam sendiri dipilih untuk menunjukkan antitesis dari gambaran Bali yang tidak bersuara dalam beberapa isu besar karena Bali merupakan daerah pariwisata yang dicitrakan harus selalu tenang dan damai. Tapi banyak yang tak sepakat dengan hal tersebut. Sehingga Bali Tidak Diam menunjukkan keberadaan sebuah gerakan masyarakat sipil yang kuat dan kritis di Bali.

"Sekolah Antikorupsi cukup komprehensif dan serius mendidik, serta menggugah kesadaran kita akan dekatnya isu korupsi dengan keseharian. Semoga terus dirawat karena saluran-saluran seperti ini fondasi untuk bersikap dan terlibat dalam kebijakan publik."

Luhde Suryani - Balebengong

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan