Membela KPK
”Dewan Perwakilan Rakyat tentunya bukanlah Dewan Perwakilan Koruptor, ’yang terhormat’ Wakil Rakyat itu dibayar oleh uang rakyat.” (Tajuk Rencana ”Kompas”, 5 Juli 2017).
 
Tajuk Rencana Kompas, 5 Juli 2017, tidak biasa. Ada nada geram. Hampir bisa dipastikan, kutipan atau substansi Tajuk Rencana itu secara keseluruhan mewakili pikiran dan perasaan kebanyakan warga Indonesia. Logikanya sederhana, rakyat membayar pajak, merupakan uang rakyat, yang sebagian dipakai untuk membayar gaji, tunjangan, dan berbagai insentif anggota DPR.
In-Depth Analysis: Akal-Akalan Parlemen

DPR kembali mempertontonkan dagelan politik kepada masyarakat luas. Belum lepas dari masalah keabsahan pengajuan hak angket, Pansus Angket berencana menyambangi BPK, Mabes Polri, dan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dan Pondok Bambu. Menurut klaim mereka, tujuan dari kunjungan tersebut adalah menerima masukan dan data atas berbagai macam pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam melaksanakan tugas mereka sebagai penegak hukum.

Risiko Seteru DPR-KPK
Perseteruan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi makin seru. Dengan pembentukan Panitia Angket DPR yang disesalkan banyak pihak dan ditengarai sarat kepentingan internal-mengingat beberapa anggota DPR terkena "operasi" KPK-perseteruan itu kian meruncing.
 
Panitia Angket DPR dalam melaksanakan tugasnya merasa "dihalang-halangi" KPK yang tak mau hadir memenuhi undangan.
Sertifikat Antipenyuapan
Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap oknum Badan Pemeriksa Keuangan seyogianya dijadikan momentum bagi BPK untuk berbenah diri.
Korupsi Bukan soal Jumlah
Salah satu kritik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia adalah rendahnya tingkat keberhasilan dalam mengembalikan uang korupsi. Bayangkan, dari 542 kasus korupsi (2001-2009), menurut jaksa penuntut umum, kerugian yang diderita negara adalah Rp 73,1 triliun, sementara uang korupsi yang dikembalikan hanya Rp 5,32 triliun.
 
Kalau angka ini kita tambah dengan angka kasus korupsi yang terjadi dari tahun 2009 sampai dengan 2016, jumlah ini tak akan terlalu banyak bertambah jika kita membaca laporan di media. Pengembalian uang korupsi juga bisa dibilang rendah.
Surat dari Guru Besar (396 Profesor) ke Jokowi Untuk Dukung KPK

PERNYATAAN GURU BESAR ANTIKORUPSI

KAMI ANTIKORUPSI, KAMI DUKUNG KPK

Kami – Guru Besar dari sejumlah Perguruan Tinggi di Indonesia – menyatakan keprihatianan terhadap segala upaya yang dapat melemahkan atau mengganggu eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kenaikan Bantuan Keuangan Partai: Kenaikan Sepuluh Kali Lipat yang Sia-Sia

Pemerintah berencana menaikkan bantuan negara untuk partai politik tingkat nasional. Awalnya hanya sebesar  Rp 108,- per suara sah menjadi Rp 1.000,- atau naik sebesar sepuluh kali lipat. Untuk itu, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2009.

Pengumuman Seleksi Tahap 1 SEKOLAH ANTIKORUPSI (SAKTI) 2017

PENGUMUMAN PENDAFTAR SEKOLAH ANTIKORUPSI (SAKTI)

INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW) 2017

YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI ADMINISTRASI

1.   Berdasarkan hasil Rapat Pleno Panitia Seleksi SAKTI dan tim internal ICW pada hari Selasa tanggal 4 Juli 2017, nama-nama yang dinyatakan lulus seleksi administrasi adalah sebagai berikut:

Konstitusionalisme Baru dan Hak Angket KPK

Hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang digulirkan Dewan Perwakilan Rakyat telah mendapat perlawanan secara luas dari berbagai kelompok masyarakat. Salah satu perlawanan dari perspektif hukum tata negara datang dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Administrasi Negara, yang menolak penggunaan hak angket DPR kepada KPK. Salah satu argumentasi pokok dari Asosiasi adalah secara hukum hak angket ditujukan kepada pemerintah, dalam hal ini presiden (eksekutif), sehingga tidak dapat ditujukan kepada lembaga-lembaga independen seperti KPK.

KPK dan Narasi Indonesia Raya
Bakda magrib, Selasa, 16 Agustus 2016, saya bertanya kepada Muhammad Arais Amartya NYS (Arais), "Besok hari apa?" Dengan nada yakin, Arais menjawab, "Rabu!" Arais adalah murid kelas IA SD 10, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur. Mendengar jawaban "hebat" itu, saya memanggilnya mendekat. "Mari kita bernyanyi." "Tujuh belas Agustus tahun empat lima/Itulah hari kemerdekaan kita." Selesai menyanyikan itu, saya bertanya lagi, "Jadi, besok hari apa?" Arais menjawab, "Rabu!"
 
Saya beruntung lahir di Kampung Ujông Tanôh, Susoh, Aceh Barat Daya, pada 1954.
Subscribe to Subscribe to