Sepertinya, guncangan hebat gelombang kedua akan segera menerpa Komisi Pemberantasan Korupsi. Isyarat ke arah itu dapat dilacak dari putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/4), yang mengabulkan permohonan Anggodo Widjojo. Bahkan, gelombang kedua tersebut bisa datang lebih cepat jika kejaksaan tidak melakukan banding.
Polemik seputar status Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang kembali berstatus tersangka, dapat segera diakhiri asalkan Jaksa Agung mengesampingkan perkara kedua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu sesuai dengan kewenangannya.
Pengesampingan dapat dilakukan karena belum ada penuntutan dalam perkara itu.
Pernyataan Pers
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memenangkan Anggodo Widjojo (19/4) adalah kabar buruk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ancaman serius terhadap upaya memerangi Mafia Hukum. Hakim seolah lupa dan mengesampingkan sejumlah fakta, kemarahan masyarakat Indonesia, dan bahkan tidak peduli dengan segala upaya menghancurkan KPK yang terus terjadi hingga hari ini.
Press conference penyikapan atas putusan pra peradilan yang diajukan oleh tersangka kasus percobaan penyuapan Anggodo Widjojo di PN Jakarta Selatan. Di kantor ICW Selasa 20 April 2010, pukul 13.00 WIB - selesai
MA Memastikan Tidak Pakai Dana APBN
Sekitar 90 istri hakim, dari hakim tingkat pertama hingga hakim agung, berencana akan pergi umrah secara rombongan dan kemudian dilanjutkan berkeliling Eropa. Perjalanan tersebut sedianya akan dilakukan pada 24 April hingga 13 Mei mendatang.
”Itu bukan rombongan hakim. Itu istri-istri hakim. Baru rencana. Mungkin itu program ibadah dari Darmayukti (organisasi kewanitaan Mahkamah Agung/MA, Darmayukti Karini),” ujar Juru Bicara MA Hatta Ali saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (19/4).
Jaksa penuntut umum untuk Komisi Pemberantasan Korupsi gagal menghadirkan Nunun Nurbaeti Daradjatun, saksi kunci dalam kasus dugaan suap pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, yang dimenangi Miranda S Goeltom. Terdakwa dalam kasus ini diadili tanpa kesaksian Nunun.
Selasa, 1 Desember 2009. Empat unsur pimpinan Komisi III (bidang Hukum) DPR, Benny K Harman, Azis Syamsuddin, Fahri Hamzah, dan Catur Sapto Edi, tiba-tiba menggelar jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta.
Dalam kesempatan itu, mereka menyatakan, langkah kejaksaan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) untuk menghentikan dugaan kasus pemerasan yang dilakukan dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, akan menimbulkan ketidakpastian dan masalah baru.
Komisi Pemberantasan Korupsi menjanjikan untuk memanggil mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kasus Bank Century. Janji itu disampaikan pimpinan KPK kepada sejumlah anggota Komisi III (bidang Hukum) Dewan Perwakilan Rakyat.
”Pimpinan KPK mengatakan akan memanggil dan memeriksa Sri Mulyani dan Boediono, minggu depan,” ungkap T Gayus Lumbuun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), seusai menemui pimpinan KPK di Jakarta, Senin (19/4).
Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rekonstruksi kasus suap yang melibatkan pengacara Adner Sirait dan hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Ibrahim. Rekonstruksi digelar di lokasi penangkapan keduanya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (19/4).
Dalam rekonstruksi itu digambarkan bagaimana Ibrahim menerima suap Rp 300 juta dari pengacara PT Sabar Ganda, Adner Sirait. Pemberian uang diduga untuk memenangkan PT Sabar Ganda dalam perkara sengketa tanah yang digelar di PT TUN, di mana Ibrahim adalah ketua majelis hakimnya.
PN Jaksel Kabulkan Praperadilan
Dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Senin (19/4), kembali berstatus sebagai tersangka. Bahkan, berkas perkara keduanya harus dilimpahkan ke pengadilan sesuai putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.