Indonesian Legal Roundtable (ILR) bersama harian ”Kompas”, 28 Juli 2008 di Jakarta, menggelar diskusi tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Diskusi yang dipandu Asep Rachmat Fajar dari ILR menghadirkan pembicara guru besar hukum pidana internasional dari Universitas Padjadjaran (Bandung) Prof Dr Romli Atmasasmita, Teten Masduki dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Yasin, dan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Benny K Harman. Laporan diskusi dilaporkan dalam dua tulisan, mulai hari ini.
Menteri Kehutanan MS Kaban membantah dia menghindar dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada 8 Agustus lalu. Ia beralasan saat itu sedang memiliki agenda acara yang padat dari departemennya. Alasan lain, surat panggilan tiba di kantornya pada 7 Agustus lalu dan dianggapnya terlambat datang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan dituntut tiga tahun penjara. Ia dinilai terbukti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, M Al Amin Nur Nasution, untuk pelepasan hutan di Bintan.
Pelaku bisa dihukum lima tahun penjara.
Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengusut dugaan suap dari Bank Indonesia kepada jaksa. "Mereka itu termasuk penegak hukum, tak ada salahnya ditangani KPK," kata M. Jasin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan, di Jakarta kemarin.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Tantowi Pohan selalu diberi laporan soal penyerahan-penyerahan uang ke Dewan Perwakilan Rakyat. Penyerahan uang ke DPR, yang diterima oleh Anthony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, dilakukan dalam lima tahap.
Berita Komite Penyelidik dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Jawa Tengah, yang menyerukan agar Presiden tidak memberikan remisi kepada terpidana korupsi pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus (Kompas, 4/8/2008), menarik disimak.
Hubungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) seperti perang dingin. Kedua institusi negara itu kini saling mempersiapkan instrumen untuk mengawasi satu sama lain.
PERBINCANGAN soal rencana menyeragami koruptor menunjukkan betapa hukum belum bisa membereskan kasta-kasta di antara tersangka pelaku kejahatan. Yang mengherankan di sini bukanlah koruptor harus diberi seragam dari kain belacu atau mori atau batik, tetapi: kenapa soal begini saja dilontarkan lebih dulu ke publik. Belum juga ada satu pun tersangka korupsi yang diseragami, sudah muncul silang pendapat. Bahkan, Kejaksaan Agung menolak rencana KPK ini. Seharusnya langsung saja KPK bikin seragam, wajibkan Ayin atau Urip atau nanti para tersangka baru kasus dana BI memakainya saat muncul di depan publik. Beres.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mewajibkan tersangka atau terdakwa korupsi mengenakan baju khusus bertulisan "Tahanan KPK". Atribut tersebut digunakan sebagai pembeda yang menunjukkan status seseorang sebagai tahanan lembaga antikorupsi itu.
Kesaksian Hamka Yandhu di Pengadilan Tipikor yang mengaku menyerahkan uang dari Bank Indonesia kepada beberapa anggota DPR, memunculkan desakan agar Presiden memberhentikan Paskah Suzetta dan MS Kaban (Kompas, 31/7/2008). Pimpinan parpol yang anak buahnya terseret kasus itu tampak ragu.