Pelaksanaan Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) di Indonesia masih mengecewakan. Indonesia baru sebatas meratifikasi UNCAC dalam UU No. 7 Tahun 2006, namun belum mengadopsi norma-norma konvensi ke dalam hukum Indonesia. Padahal, mengatur UNCAC dalam hukum Indonesia dapat menjerat koruptor yang semakin canggih berkelit dari jerat hukum. Dengan telah meratifikasi UNCAC, tak pelak Indonesia juga terikat konsekuensi yuridis untuk segera mengaturnya ke dalam undang-undang.
Sampai saat ini tercatat lebih dari 300 Kepala Daerah menjadi tersangka, terpidana atau terdakwa kasus korupsi. Juga ada banyak anggota DPR dan DPRD yang kini harus mendekam di penjara karena terbukti melakukan korupsi. Fakta di atas menunjukkan tingginya tingkat korupsi politik di Indonesia.
Secara prosedural, Indonesia bisa dikatakan sebagai negara demokrasi karena mampu menyelenggarakan Pemilu secara rutin setiap 5 tahun sekali tanpa gejolak dan persoalan yang berarti. Bahkan banyak yang mengklaim Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Demokrasi di Indonesia juga dipandang mampu menghadirkan stabilitas politik dan ekonomi sehingga bisa terhindar dari krisis ekonomi yang menimpa negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat.
"Indonesia Corruption Watch" (ICW) meminta penyelenggara Pemilihan Umum untuk mewaspadai adanya politik uang saat pesta demokrasi tahun 2014.
"Risiko terbesar ada pada KPPS dan KPUD. Kemungkinan `Money Politics` diarahkan ke penyelenggara Pemilu," kata Koordinator ICW, Danang Widoyoko di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, dengan adanya politik uang tersebut dikhawatirkan mempengaruhi data hasil suara pada Pemilu 2014.
Anggota legislatif (caleg), baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD: meskipun saat ini Saudara belum menjadi wakil rakyat, sesungguhnya bila niat disertai hati bersih untuk memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, itu adalah niat mulia.
Apalagi di tengah potret buram lembaga legislatif yang terus terpuruk di mata masyarakat lewat keterbongkaran berbagai skandal, kepercayaan publik kepada lembaga ini seperti terjun bebas.
Perubahan mendasar sistem pemilihan dari sistem proporsional tertutup ke sistem proporsional terbuka, di mana presiden, kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) dan anggota DPR/DPRD dipilih langsung rakyat memicu semakin tingginya biaya transaksi politik uang yang terjadi di negeri ini. Adanya kecurangan dalam melakukan transaksi politik timbul karena adanya informasi asimetris (asymmetric information) sehingga menyebabkan ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan (unequal knowledge) antarpelaku-pelaku (parties) dalam suatu transaksi.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyambangi Mahkamah Konstitusi hari ini (13/12). Diterima Ketua MK Hamdan Zoelva, koalisi menyerahkan balsem dan koin raksasa sebagai simbol “kerokan”, lambang harapan agar MK tidak lagi “masuk angin”. MK harus berbenah, kembali menjadi penjaga konstitusi yang antikorupsi, dan mewaspadai kepentingan koruptor dengan modus uji materi (judicial review).