Korupsi Mustahil Diberantas Tanpa Pasal 2 ayat (1) dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Keterangan Amici Curiae untuk Perkara Pengujian Undang-Undang No. 142/PUU-XXII/2024
Desaim muka keterangan Amici Curiae untuk Perkara No. 142/PUU-XXII/2024

Pada 1 Juli 2025, Indonesia Corruption Watch (ICW), bersama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Satya Bumi, dan Yayasan MADANI Berkelanjutan telah menyerahkan keterangan Sahabat Pengadilan (Amici Curiae) untuk perkara nomor 142/PUU-XXII/2024 ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Melalui keterangan Amici Curiae yang disusun oleh empat organisasi masyarakat sipil yang  terdiri atas ICW, PSHK, Satya Bumi, dan Yayasan MADANI Berkelanjutan, kami meminta agar Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon secara keseluruhan. Di dalam keterangan tersebut, kami menuliskan pokok-pokok argumentasi berikut,  yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor perlu dipertahankan keberlakuannya oleh Mahkamah Konstitusi. Keterangan yang disusun ini merupakan respons spesifik terhadap petitum para pemohon pada perkara No. 142/PUU-XXII/2024 yang meminta agar Mahkamah Konstitusi ) menyatakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat alias meminta agar kedua pasal tersebut dihapus.

Terdapat petitum alternatif yang juga diajukan oleh Para Pemohon, yakni:

  1. Menyatakan frasa “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai: “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagai akibat dari atau dalam kaitannya dengan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan penerimaan gratifikasi sebagaimana dinyatakan dalam UU Tipikor” atau “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagai akibat dari atau dalam kaitannya dengan penyuapan” atau “memperkaya diri secara langsung atau tidak langsung dan orang lain atau suatu korporasi.”
  2. Menyatakan frasa “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” dalam Pasal 3 UU Tipikor inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai: “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagai akibat dari atau dalam kaitannya dengan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan penerimaan gratifikasi sebagaimana dinyatakan dalam UU Tipikor” atau “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagai akibat dari atau dalam kaitannya dengan penyuapan” atau “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri secara langsung atau tidak langsung dan orang lain atau suatu korporasi.”
  3. Menyatakan frasa “yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor inkonstitusional.

Berbeda pandangan dengan Para Pemohon di atas, Amici justru menilai bahwa tanpa keberadaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya akan mengalami pelemahan untuk kesekian kalinya, tetapi korupsi itu sendiri akan menjadi mustahil untuk diberantas. Elaborasi dari klaim ini akan kami uraikan pada pokok-pokok keterangan yang dibagi menjadi sejumlah sub-bab. Sub-bab tersebut akan menggunakan sejumlah pisau analisis yang berbeda-beda, mulai dari analisis filosofis hingga analisis dampak (cost-benefit) jika MK mengabulkan permohonan Para Pemohon pada Perkara a quo—baik dikabulkan secara keseluruhan maupun secara sebagian.

*) Dokumen keterangan Amici Curiae yang telah kami serahkan ke Mahkamah Konstitusi dapat diunduh dengan menekan tautan berikut ini: 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan