Tren Vonis Kasus Korupsi 2018

Koruptor Belum Dihukum Maksimal
Catatan Pemantauan Perkara Korupsi yang Divonis oleh Pengadilan Selama 2018
Koruptor Belum Dihukum Maksimal
Rata-rata putusan tindak Pidana korupsi pada 2018 adalah, 2 tahun 5 bulan
 
Sejak tahun 2005 hingga saat ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) rutin melakukan pemantauan dan pengumpulan data vonis tindak pidana korupsi, mulai tingkat Pengadilan Tipikor (sebelumnya juga Peradilan Umum), Pengadilan Tinggi, Pengadilan Militer, hingga Mahkamah Agung, baik kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK). Melalui pemantauan ini, dapat diidentifikasi siapa yang paling banyak melakukan korupsi, putusan pengadilan paling berat bagi koruptor, rata-rata putusan pengadilan bagi koruptor, dan potensi kerugian negara dari perkara-perkara korupsi yang berhasil terpantau.
 
Hasil pemantauan ini nantinya akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait sebagai masukan dari masyarakat sipil, yang ke depannya dapat ditindaklanjuti di tingkat internal lembaga terkait, maupun antarlembaga terkait. Adapun lembaga-lembaga yang menjadi fokus dalam pemantauan tren vonis ini adalah, kejaksaan, KPK, dan Mahkamah Agung. Ketiga lembaga ini menjadi fokus, karena pemantauan dilakukan terhadap putusan pengadilan perkara korupsi, di mana kejaksaan dan KPK bertindak sebagai penuntut umum yang merumuskan dakwaan dan tuntutan, dan pengadilan yang memutus perkara korupsi.
 
Proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, KPK, dan pengadilan, diharapkan dapat memberikan efek jera yang lebih besar terhadap pelaku korupsi. Sebagaimana diketahui, tiap tahunnya para aparat penegak hukum memproses ratusan perkara dengan ribuan terdakwa, namun belum juga dapat dirumuskan upaya penjeraan koruptor yang lebih maksimal. Sebagai salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi, proses penegakan hukum sepatutnya menjadi salah satu sarana penjeraan koruptor yang strategis, namun hal tersebut belum juga tercermin dalam tren vonis perkara korupsi pada 2018.
 
Dalam melakukan pemantauan, ICW menggunakan putusan pengadilan sebagai dasar pengolahan data tren vonis perkara korupsi. Adapun putusan-putusan perkara korupsi tersebut kami peroleh dari laman resmi putusan Mahkamah Agung (https://putusan.mahkamahagung.go.id/), Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) masing-masing pengadilan negeri, dan beberapa sistem informasi penelusuran perkara untuk tingkat banding seperti SIPERKA Pengadilan Tinggi Medan, SIPUT Pengadilan Tinggi Yogyakarta, dan Data Perkara Pengadilan Tinggi Bandung. Informasi putusan yang diperoleh melalui sistem informasi resmi Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan di bawahnya, kami lengkapi dengan informasi sekunder yang kami peroleh lewat penelusuran media massa baik lokal mapun nasional. Pengumpulan data dilakukan atas putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan sejak 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2018.
 
Penghitungan rata-rata putusan dilakukan dalam 2 (dua) bentuk. Bentuk pertama adalah secara keseluruhan, yaitu dengan menggabungkan putusan pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Bentuk kedua yaitu dengan menghitung rata-rata putusan pada tiap-tiap tingkat pengadilan secara terpisah, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, serta Mahkamah Agung. Dapat terjadi jumlah putusan –khususnya putusan tingkat banding dan 1kasasi, serta Peninjauan Kembali– yang diunggah ke laman Direktori Putusan Mahkamah Agung lebih sedikit daripada jumlah perkara yang sesungguhnya diputus oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
 
Dalam pemantauan ini, ICW membagi tingkatan putusan kedalam 3 (tiga) kategori. Pertama, Vonis ringan dalam rentang kurang dari 1 tahun sampai dengan 4 tahun. Kedua, vonis sedang yaitu antara lebih 4 tahun hingga 10 tahun. Dan Ketiga, vonis berat yang dijatuhkan hakim tipikor >10 tahun pidana penjara. Kategori ringan didasarkan pada pertimbangan bahwa hukuman minimal penjara dalam Pasal 3 UU Tipikor adalah 4 tahun penjara, termasuk putusan pidana penjara seumur hidup.
 
Pada 2018, ICW berhasil melakukan pemantauan terhadap 1053 perkara korupsi dengan 1162 terdakwa 1 , dengan total pidana denda sebesar Rp119.884.000.000, dengan total pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp838.547.394.511,34; US$5.512.431; dan RM27.400. Dari pengolahan seluruh putusan pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung yang kami pantau tersebut, didapatkan rata-rata keseluruhan putusan untuk terdakwa perkara korupsi pada 2018 adalah selama 2 tahun 5 bulan. Rata-rata ini meningkat dari rata-rata vonis pada tahun 2017 yaitu, 2 tahun 2 bulan.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan