Syafruddin Ngulma Simeulue
Di antara 11 anggota Komnas HAM terpilih, hanya Syafruddin Ngulma Simeulue yang punya rekam jejak panjang di bidang lingkungan hidup. Aktivis ini juga vokal dan berani. Apa saja programnya?
Nama Syafruddin Ngulma Simeulue (49) tak asing lagi di Jawa Timur. Maklum, Bang Syaf, sapaan akrabnya, selalu muncul di berbagai koran dan radio di Surabaya dan sekitarnya. Calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [Komnas HAM] yang tinggal di Trawas, Mojokerto, ini sangat sering memberikan komentar seputar kondisi lingkungan hidup di Jawa Timur.
Jika ada musibah banjir, misalnya di Jember atau Trenggalek, maka uraian Bang Syaf dipastikan selalu menjadi rujukan media massa. Dia pun aktif menulis siaran pers lewat surat elektronik untuk mengkritisi perusakan hutan yang luar biasa. Wajar saja, karena sejak 1981 Syafruddin Ngulma Simeulue melakukan advokasi lingkungan hidup di Jawa Timur.
Mula pertama Bang Syaf menjadi relawan penyelamatan harimau Jawa di Banyuwangi dan Jember. Meski berpindah-pindah lembaga, pria yang lahir di Desa Ululmayang, Kecamatan Teupah Selatan, Pulau Simeulue, Aceh, pada 17 September 1957, ini fokus pada masalah lingkungan. Dia pernah tercatat sebagai aktivis Yayasan Indonesia Hijau, Walhi Jawa Timur, Peduli Indonesia, Jaker PO, sampai BIOCert.
Sejak 1991 ayah tiga anak ini menetap di Trawas, Mojokerto. Meski bukan putra asli Jawa Timur, Syaf sangat menguasai persoalan lingkungan hidup, khususnya laju perusakan hutan di provinsi ini. Saat masih aktif di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Trawas, Syaf mendirikan Peduli Indonesia pada 1993. Peduli Indonesia fokus di tiga kecamatan, yakni Trawas, Pacet, dan Kemlagi.
Melihat rekam jejaknya yang cukup panjang inilah, Direktur Walhi Jawa Timur Ridho Saiful Ashadi dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Muhammad Syaiful Aris merekomendasikan Syafruddin Ngulma Simeulue sebagai anggota Komnas HAM. Dan, Kamis (21/6/2007), Komisi III DPR RI meloloskannya sebagai anggota Komnas HAM periode 2007-2012.
"Alhamdulillah, semua ini berkat dukungan dan doa teman-teman di Jawa Timur," ujar Bang Syaf beberapa saat setelah terpilih sebagai anggota Komnas HAM.
Lantas, apa saja program Bang Syaf setelah dipastikan sebagai komisioner di Komnas HAM?
Belajar dari pengalaman panjangnya di lapangan, Bang Syaf menekankan pentingnya upaya-upaya pencegahan pelanggaran HAM di tanah air. Dengan demikian, Komnas HAM tidak menjadi lembaga 'pemadam kebakaran'. "Saya tidak mau Komnas HAM hanya jadi pemadam kebakaran," ujar bekas calon anggota DPRD Mojokerto dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Bang Syaf juga ingin agar masyarakat punya akses seluas mungkin pada Komnas HAM. Prosedur pengaduan seputar pelanggaran HAM dipermudah. Dan akses publik ini tidak boleh dihalangi siapa pun. Hanya dengan begitu, Komnas HAM mendapat kepercayaan masyarakat.
Dulu, di era Orde Baru yang sangat otoriter, Komnas HAM yang waktu itu dipimpin Ali Said (alm) justru sangat kredibel dan menjadi tumpuan harapan masyarakat.
"Maka, perlu ada peningkatan kapasitas Komnas HAM. Bila perlu tatatertib yang selama ini menghambat kerja Komnas HAM diperbaiki," ujar Bang Syaf yang kerap diteror gara-gara sikap kritisnya terhadap berbagai kebijakan publik itu.
Di mata Bang Syaf, selama ini anggota Komnas HAM terkesan bekerja tanpa ada target atau pengawasan dari pihak luar. Ini karena tidak ada aturan atau undang-undang yang menetapkan tenggat waktu atas kasus tertentu di Komnas HAM. Menurut Bang Syaf, warga harus tahu sejauh mana perkembangan kasusnya.
"Saya ingin setiap komisioner harus merasa diawasi," tutur suami Endang Wahyuningsih ini.
Dia mengingatkan, pelanggaran HAM tidak hanya sebatas kasus-kasus berdarah seperti penembakan warga Alastlogo, Pasuruan, atau perampasan nyawa manusia. Itu memang pelanggaran HAM berat. Tapi, bagi Bang Syaf, yang tak kalah penting adalah berbagai praktik pembiaran di berbagai bidang.
Misalnya, anak-anak dibiarkan tidak bisa sekolah karena orangtuanya tidak punya biaya. Pencemaran sungai atau lingkungan hidup. Perusakan hutan.
"Nah, pelanggaran-pelanggaran HAM berupa pembiaran justru banyak terjadi di negara ini. Celakanya, orang sering merasa bahwa itu pelanggaran HAM," tegas bekas direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur itu.
Agar kasus-kasus 'pembiaran' ini tidak terjadi, maka pendidikan HAM harus dilakukan secara menyeluruh di tanah air. Sudah menjadi rahasia umum selama ini rakyat kecil dikondisikan untuk tidak memahami kebijakan publik.
Pada 2002, Bang Syaf gencar menuntut anggaran yang berpihak pada rakyat miskin. Dia mengajak para petani di Mojokerto untuk mengikuti alur penyusunan APBD sejak dari desa sampai ditetapkan DPRD.
Akankah pengalaman selama menjadi aktivis lingkungan hidup di Jawa Timur akan diterapkan di Komnas HAM?
"Insya Allah," ujar Bang Syaf.