Revisi PP SDM Ancam Independensi KPK
REVISI PP SDM BERPOTENSI ANCAM INDEPENDENSI KPK
Tidak ada urgensi atau hal mendesak untuk mengubah PP SDM KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyiapkan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK (PP 63 Tahun 2005 jo PP No 103 Tahun 2012). Salah satu isu krusial dalam Revisi PP SDM KPK tersebut adalah perpanjangan masa tugas jaksa yang bekerja di KPK.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan alasan dilakukan revisi PP SDM KPK tersebut karena melihat beban KPK yang tambah banyak sedangkan banyak jaksa yang harus kembali ke Kejaksaan Agung. Jaksa di KPK sepanjang belum diminta oleh Kejaksaan Agung sebaiknya tidak dikembalikan ke instansi asal. Agus Rahardjo juga membantah bahwa proses penyusunan ini dilakukan secara diam-diam.
Terhadap rencana Revisi PP SDM KPK ini Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan beberapa catatan. Pertama, ketentuan PP SDM KPK yang saat ini berlaku masih cukup ideal sehingga tidak urgen atau tidak ada alasan mendesak untuk dilakukan revisi. Berdasarkan PP SDM KPK yang saat ini berlaku pada intinya menyebutkan syarat batasan waktu pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK adalah paling lama 10 tahun.
Hal ini dapat dilihat dari PP SDM KPK khususnya Pasal 5 Ayat (3) yang menyebutkan masa penugasan Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Komisi selama 4 (empat) tahun. Pasal 5 Ayat (4) dan Ayat (5) pada intinya menyatakan masa penugasan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) tahun dan dilakukan 2 (dua) tahap, tahap pertama paling lama 4 (empat) tahun dan tahap kedua paling lama 2 (dua) tahun, setelah Pimpinan Komisi berkoordinasi dengan pimpinan instansi asal.
Kedua, Pimpinan KPK sebaiknya tidak bertindak terburu-buru dalam melakukan Revisi PP SDM KPK sebelum adanya kajian yang akuntabel dan demi menjaga independensi KPK. Dalam catatan ICW salah satu ancaman terhadap independensi KPK justru berasal dari internal KPK sendiri yaitu berkaitan dengan potensi loyalitas ganda dari pegawainya yang berasal atau diperbantukan dari instansi lain. Potensi loyalitas ganda ini memberikan pengaruh tidak maksimalnya KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di intansi penegak hukum seperti di Kejaksaan dan Kepolisian. Untuk menghindari ancaman terhadap independensi ini, maka idealnya penyidik KPK adalah penyidik yang juga independen dalam artian penyidik yang diseleksi dan diangkat sendiri oleh KPK dan bukan berasal dari anggota Kepolisian atau Kejaksaan yang masih berdinas.
Ketiga, upaya perpanjangan masa tugas jaksa di KPK dapat dimaknai sebagai upaya memberikan keistimewaan terhadap Jaksa di KPK. Kondisi ini nantinya dapat menimbulkan kecemburuan dari pihak lain (misal penyidik asal Kepolisian, baik yang masih berdinas di KPK atau sudah kembali ke instansi asalnya) dan akan menuntut hal yang sama kepada pimpinan KPK. Muncul pula kesan bahwa rencana Revisi PP SDM KPK merupakan desakan atau pesanan dari pihak-pihak yang akan berakhir masa tugasnya di KPK.
Keempat, hingga saat ini belum ada upaya sosialisasi atau publikasi dari Rancangan Revisi PP SDM KPK sehingga wajar saja jika publik mencurigai bahwa proses pembahasan revisi aturan tersebut dilakukan secara tertutup. Muncul kesan Pimpinan KPK berupaya menjauhkan publik untuk terlibat dalam memberikan masukan terhadap Rancangan Revisi PP SDM KPK tersebut. Jikapun ingin melakukan proses Revisi PP SDM KPK, maka pimpinan KPK sebaiknya melibatkan ahli (expert) dibidangnya dan tidak justru melibatkan pihak-pihak yang berpotensi menimbukkan konflik kepentingan.
Jakarta, 27 Mei 2018
Indonesia Corruption Watch
Agus Sunaryanto (Wakil Koordinator ICW) - Hp +6281212056660
Tama S Langkun (Koordinatori Divisi Hukum dan Peradilan ICW) – Hp 08119937669