Pelantikan Arief Hidayat adalah Ancaman Bagi Citra Mahkamah Konstitusi
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk tetap melantik Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi perwakilan DPR RI, sangat disayangkan. Hal ini dapat dipandang sebagai ketidakpedulian Jokowi terhadap pembusukan MK, manakala seorang Hakim Konstitusi yang sudah 2 (dua) kali dijatuhi sanksi etik, kembali mengisi jabatan yang sama.
Sebagaimana diketahui, Arief Hidayat telah terbukti melanggar kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi dan dijatuhi sanksi ringan oleh Dewan Etik berupa teguran tertulis dan teguran lisan.kedua sanksi tersebut diberikan karena Arief Hidayat terbukti telah memberikan katebelece kepada Mantan Jampidsus Widyopramono dan karena Arief Hidayat terbukti telah melakukan pertemuan secara tidak patut dengan Politisi DPR RI.
Posisi seorang Hakim Konstitusi sangat krusial dalam menjamin keterpenuhan hak-hak konstitusional warga negara. Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi, sudah sepantasnya orang-orang yang mengisi jabatan tersebut adalah figur yang memiliki sikap negarawan, memiliki integritas tinggi, dan memiliki standar etik yang tinggi pula. Hal yang mana, tidak terdapat pada sosok Arief Hidayat.
Kepercayaan publik terhadap institusi Mahkamah Konstitusi belum pulih betul pasca penangkapan Akil Mochtar dan Patrialis Akbar dalam perkara korupsi oleh KPK. Kondisi itu kembali diperparah dengan tetap dilantiknya Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi oleh Presiden Jokowi.
Berbagai kelompok masyarakat sipil bukan hanya sudah pernah mendorong agar Arief Hidayat mundur secara terhormat dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, tapi juga melaporkan berbagai dugaan pelanggaran kode etik yang pernah dilakukannya. Namun, Arief Hidayat bergeming dan memilih untuk secara tidak terhormat meneruskan jabatannya sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK.
ICW menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang memutuskan untuk tetap melantik Arief Hidayat, padahal sikap penolakan yang tegas pernah dikeluarkan pada saat Presiden menolak menandatangani UU MD3 beberapa waktu lalu. Ketegasan tersebut tidak tercermin dalam kondisi ini, dan sikap tersebut dapat dipandang pula bahwa Presiden turut dalam pembusukan Mahkamah Konstitusi.
Pasca pelantikannya pada 27 Maret 2018, Arief Hidayat secara definitif kembali menjabat sebagai Hakim Konstitusi perwakilan DPR RI. Perlu diantisipasi pula, bahwa yang bersangkutan akan masuk kembali dalam bursa pemilihan Ketua MK. Untuk itu, perlu ditegaskan kembali bahwa selain figurnya yang bermasalah, Arief Hidayat sepatutnya tidak dapat dipilih kembali sebagai Ketua MK, karena ia sudah 2 (dua) kali menjabat sebagai Ketua MK.
Untuk itu, ICW menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendorong agar hakim-hakim konstitusi lain tidak kembali memilih Arief Hidayat sebagai Ketua MK; dan
- Mengambil langkah hukum untuk menggugat SK Pengangkatan Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi ke Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, 28 Maret 2018
Indonesia Corruption Watch