Nur Amalia

Dia berkampanye dengan naik angkutan umum dan berbicara langsung kepada warga. Tak takut dicopot dari partai.

PEREMPUAN berambut pendek itu dengan cepat mendaki pematang sawah, lalu menyusurinya dengan langkah ringan. Tak ada gurat kelelahan di wajahnya, meski dia baru saja menempuh perjalanan sekitar delapan jam dari Jakarta. Sabtu pagi dua pekan lalu, di pelosok kampung yang ada di wilayah Kasepuhan Cisitu, Kabupaten Lebak, tepat di lereng Gunung Halimun, dia menemui konstituennya.

”Apa kabar? Semua sehat?” katanya ramah di ha dapan sekelompok ibu-ibu desa yang tengah meriung di pojok kampung. Serempak para perempuan setengah baya itu menyambutnya dengan senyum sumringah. Perempuan itu, Nur Amalia, memang bukan wajah asing di desa adat tersebut.

”Saya sudah banyak kenal mereka,” kata Nunung, begitu dia biasa disapa. Karena itulah, ketika memutuskan mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilihan umum pada April depan, Nunung memilih maju dari daerah pemilihan Banten 1, yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang.

Perkenalan dengan warga di sana berawal pada 2009. Ketika itu, sebagai advokat untuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Nunung dan koleganya membantu Kasepuhan Cisitu memperoleh pengakuan atas hak ekonomi mereka menambang emas di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Advokasi mereka berhasil. Pemerintah Kabupaten Lebak, Balai Taman Nasional, sampai Kementerian Kehutanan tidak lagi menganggap tambang emas tradisional warga sebagai pelanggaran hukum yang harus ditindak. Sekarang Nunung sedang membantu kasepuhan mendirikan koperasi yang kelak akan memperoleh izin resmi sebagai penambang di sana.

Tempo, yang ikut berkunjung ke desa itu bersama Nunung, melihat sendiri bagaimana dekatnya warga Cisitu dengan mantan pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta itu. Perempuan, lakilaki, tua, muda, semua kenal Nunung. Dia bisa leluasa bertamu ke rumah Abah Okri, tetua adat kasepuhan, dan makan siang di sana. Pengalaman panjang Nunung dalam advokasi hak masyarakat adat sejak 20 tahun lalu membuatnya tak kesulitan menempatkan diri sebagai bagian dari komunitas itu.

”Sudah setahun ini saya bolak-balik ke kampung-kampung di seluruh Lebak dan Pandeglang,” kata Nunung kemudian. Luasnya wilayah pemilihan di sana tak menciutkan nyali Nunung. Dia bahkan sengaja memilih naik angkutan umum untuk menemui calon pemilih.

Dari Jakarta, Nunung naik kereta ekonomi jurusan Rangkasbitung, lalu menyambung dengan mobil angkutan umum menuju Lebak atau Pandeglang. Bila tempat yang dituju jauh dari jalan raya, rekan-rekan Nunung dari AMAN selalu siap mengantar dengan ojek. Energi perempuan 44 tahun yang sudah berputra dua ini seperti tak ada habisnya.

”Naik angkutan umum itu tak cuma buat menghemat ongkos,” kata Nunung sambil tertawa. Dia mengaku hanya mempersiapkan Rp 50 juta untuk mempersiapkan semua keperluan kampanye. Sebagian besar habis untuk mengganti ongkos transportasi para relawan. Dengan naik kereta dan bus, ujar Nunung, dia bisa bertemu langsung dengan warga. ”Setiap ada penumpang lain, saya memperkenalkan diri, kasih kartu nama caleg, lalu saya ngobrol dengan mereka,” katanya.

Nunung memang bukan caleg biasa. Dia tak banyak memasang spanduk dan baliho, apalagi memaku poster wajahnya di pohon. Selama Orde Baru, namanya sudah malang-melintang sebagai advokat dan aktivis. ”Saya anggota tim kuasa hukum yang menggugat Presiden Soeharto dalam kasus pemanfaatan dana reboisasi,” katanya tanpa bermaksud jumawa. Dia juga yang mendampingi sejumlah mahasiswa yang dipidana karena membagikan stiker bertulisan”Soeharto Dalang Segala Bencana (SDSB)” pada awal 1990-an. Ketika Soeharto berada di puncak kekuasaannya, Nunung ada di garis depan perlawanan.

Pada 2009, sejumlah pengurus AMAN menyarankan Nunung dan beberapa aktivis lain masuk partai politik. Mereka menyadari perjuangan masyarakat adat tak akan efektif jika tak bisa merebut kursi di Senayan. ”Tapi waktu itu kami menolak karena situasi belum kondusif,” katanya. Menjelang Pemilihan Umum 2014, tawaran serupa muncul. Ada dua partai yang memintanya bergabung. Belakangan, Nunung memilih Partai NasDem. ”Mereka yang duluan menghubungi saya,” katanya ketika ditanya kenapa memilih partai yang dibentuk konglomerat media Surya Paloh itu.

Begitu ditetapkan jadi caleg, Nunung segera bekerja. Dia mendampingi 100 pasangan suamiistri dari komunitas adat agar bisa mencatatkan pernikahan dan mendapat buku nikah dari kantor catatan sipil. Ini tak mudah. Bertahun-tahun pernikahan warga kasepuhan tidak diakui negara karena keyakinan spiritual mereka tak ada dalam daftar agama resmi pemerintah. ”Akibatnya anak-anak mereka tak memiliki akta kelahiran dan tak bisa sekolah,” kata Nunung. Kerja kerasnya berha sil. Pernikahan ratusan warga adat itu akhirnya diakui.

Mendengar keberhasilan itu, petinggi partainya membujuk Nunung memperluas cakupan kerja dan mengurus administrasi pernikahan 1.000 pasangan masyarakat adat lain. Nanti, kalau berhasil, pengurus minta pernikahan 1.000 warga ini dipublikasikan besar-besaran dan mereka dipajang bak pengantin anyar. ”Tapi warga tidak mau,” ujar Nunung. Tanpa beban, Nunung menyampaikan penolakan warga kepada elite partai. ”Saya tak akan memaksa warga mengikuti keinginan partai,” katanya enteng.

"Advokat Adat di Lereng Halimun"
Majalah Tempo, "Bukan Caleg Dalam Karung", 24-30 Maret 2014


Nur Amalia adalah caleg DPR – RI Daerah Pemilihan Banten I dengan nomer urut 5. Wanita yang lahir di  Medan, 27 September 1969 ini bersuamikan Winarso dan dikaruniai 2 (dua) orang anak.                     

Riwayat Pendidikan  :  

1976-1982, SD, SD, JAKARTA SELATAN

1982-1985, SLTP, SMP 43 JAKARTA, JAKARTA SELATAN

1985-1988, SLTA, SMA III JAKARTA, JAKARTA SELATAN

1989-1993, S1, UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK

2003-2005, S2, ASIAN INSTITUTE OF MANAGEMENT PHILIPIN, PHILIPIN                                              

Kursus/Diklat yang pernah diikuti:         

2000-2000, INTEGRITY IN POLITICOAL SOCIELY BUDAPEST CEU                                            

Riwayat Organisasi :    

2008-2013, PELANGI, DEWAN PENGURUS, JL MASJID III NO 25 PEJOMPONGAN

1995-2013, APIK, WAKIL KETUA, JL RAYA TENGAH CONDET

1998-2013, RACA INSTITUE, KETA DEWAN PENGURUS, JL TEBET DALAM I J NO 21 JAKSEL                               

Riwayat Pekerjaan :     

2011-2013, UNIVERSITAS INDONESIA,DOSEN PASCA, DEPOK

1993-2013, ADVOKAT                         

Tanda Penghargaan:

1993, UNIV INDONESIA, JAKARTA                                         

Riwayat Perjuangan:    

2007-2013, ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN, PENDIRI  

05.pdf (560.96 KB)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan