Melantik Hakim Pelanggar Etik

Foto: Tirto.id
Foto: Tirto.id

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melantik Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi pada Selasa, 27 Maret 2018. Arief akan menjalani masa jabatan kedua pada 2018 sampai tahun 2023. Arief sudah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sejak tahun 2013. Sebagian pihak kecewa terhadap pelantikan Arief karena dirinya memiliki rekam jejak selaku pelanggaran etik.

Pada tahun 2016, Arief melakukan pelanggaran etik karena “menitipkan” kerabatnya kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono. Kerabatnya adalah Jaksa penata Muda yang bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek Jawa Timur.

Pelanggaran etik lainnya dia lakukan sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK pada akhir 2017 lalu. Dia diketahui bertemu secara tidak resmi dengan beberapa pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza.

Presiden Jokowi sendiri menolak untuk menanggapi kisruh perihal Arief dan tetap bersikukuh untuk melantiknya. Dia berpendapat bahwa bukan dirinya yang memilih Arief, melainkan DPR RI. Dia enggan untuk ikut campur tangan dalam permasalahan etik yang menurutnya ada di ranah Mahkamah Konstitusi.

Penolakan atas kembali diangkatnya Arief sebagai hakim MK muncul dari berbagai pihak, diantaranya adalah Koalisi Pemantau Peradilan. Menurut Koalisi, pelantikkan Arief dinilai sebagai upaya pembusukan Mahkamah Konstitusi. Arief dinilai melakukan tindakan yang tidak patut, seperti melakukan katabelece dan bertemu dengan anggota DPR sebelum proses uji kepatutan dan kelayakan.  

Selain itu, tekanan untuk menolak Arief juga muncul dari 77 Guru Besar dan memintanya mundur sebagai Hakim Konstitusi. Penolakan terhadap Arief juga tercermin pada platform petisi online change.org. Hingga 26 Maret 2018, sebanyak 15.383 netizen menyatakan dukungannya untuk mendorong Arief mundur.

Pasca pelantikan, MK kemudian akan segera menentukan ketua. Namun Arief tak diizinkan untuk kembali menjadi Ketua karena telah menjabat ketua MK sepanjang dua periode, yakni 2015 dan 2017. UU MK mengatur bahwa Ketua dan Wakil Ketua hanya dibatasi selama dua periode. Pemilihan Ketua MK yang baru kemudian akan dilakukan pada Senin, 4 April 2018.

Keputusan Jokowi untuk kembali melantik Arief Hidayat sangat disesalkan. Jokowi bahkan terkesan lepas tangan dengan melempar persoalan kepada DPR RI dan MK. Seorang Presiden mestinya turut memastikan bahwa lembaga seperti MK diisi oleh seseorang yang berkapasitas dan berintegritas.

Publik pantas saja kecewa atas terpilihnya kembali Arief sebagai hakim MK. Lembaga ini memiliki marwah untuk menjaga konstitusi Republik Indonesia, sehingga individu dengan berbagai cela tak patut berada di situ. Meski tidak jadi sebagai Ketua MK, namun Arief Hidayat perlu mundur dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi. (Egi/Emerson)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan