Komnas HAM Harus Segera Bentuk Tim Independen Kasus Novel Baswedan
Antikorupsi.org, Jakarta, 9 Juni 2017 – Begitu polisi menyatakan tidak setuju atas wacana dibentuknya tim independen untuk menangani kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun menyatakan hal serupa. Komnas HAM menyatakan pembatalan rencana pembentukan tim pencari fakta gabungan (TPFG) diputuskan dalam rapat tim pemantauan kasus Novel. Alasan pembatalan pembentukan TPFG karena tim pemantauan yang telah dibentuk Komnas HAM sejak bulan Mei lalu, sama efektifnya dengan TPFG.
Komnas HAM pada pertengahan Mei lalu telah membentuk tim pemantau untuk ikut mengusut kasus teror Novel Baswedan. Paripurna Komnas HAM pada tanggal 2 Mei menugaskan komisioner subkomisi pemantauan/penyelidikan melakukan investigasi atas kasus teror Novel. Belum ada hasil yang berarti dari investigasi tim pemantau, selain tim pemantau sudah mendatangi tempat kejadian perkara hingga meminta keterangan keluarga dan tokoh masyarakat setempat.
Menanggapi hal ini, Tama Satrya Langkun dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK sangat menyayangkan sikap Komnas HAM itu. Ia menilai bahwa TPFG penting untuk dibentuk. Hal ini mengingat pengusutan teror yang menimpa Novel sudah berjalan 2 bulan lebih dan polisi belum mendapatkan hasil apapun. Tama sebenarnya berharap Presiden yang akan membentuk TPFG. Karena jika Presiden yang membentuk dan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres), ada dasar hukum yang jelas dan kuat. Dengan adanya Keppres, Kepolisian dan KPK dapat bekerja lebih serius dan masyarakat pun dapat memberi masukan. Selain itu, adanya tim gabungan menjamin bahwa bukti-bukti yang bergulir di publik bisa diukur secara akuntabel. “Dengan adanya tim gabungan, masyarakat tidak perlu was-was dengan penyelidikan kasus Novel Baswedan, termasuk menghindari kecurigaan terhadap kepolisian”, ungkap Tama di Kantor ICW, 7 Juni 2017..
Komnas HAM diharapkan tetap membuat TPFG karena Komnas HAM mempunyai ruang yang berbeda dengan Presiden. Hal ini karena banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus teror Novel, sehingga diharapkan ada pihak yang dapat menjaga kasus ini. Semakin lama perkara pidana ini tertunda akan semakin banyak bukti yang hilang. “Semakin banyak tim yang bekerja, semakin bagus. Paling tidak Komnas HAM memberi masukan. Presiden, kita harapkan bergerak tetapi belum ada (tindakan) sampai sekarang, jadi tidak salah jika kita menggantungkan harapan pada Komnas HAM”, ujar Tama.
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK juga menemukan kejanggalan dalam penyidikan kasus teror Novel yang dilakukan kepolisian, antara lain (1) tidak ditemukannya sidik jari pada gelas atau cangkir yang digunakan untuk menyiram air keras; (2) kepolisian tidak mengeluarkan CCTV guna mendapatkan informasi dari masyarakat; (3) kepolisian menangkap dan melepaskan terduga pengintai atau eksekutor penyerangan; dan (4) inkonsistensi keterangan dari Mabes Polri dan tim penyidik terhadap kasus Novel.
Seperti yang telah diketahui, pada Selasa, 11 April 2017, Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tidak dikenal seusai melaksanakan shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya. Penyiraman itu diduga dilakukan oleh dua orang yang berboncengan dengan sepeda motor. Novel Baswedan merupakan Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. (Dewi)