ICW Tak Terkejut Patrialis Akbar Ditangkap
Sumber: Republika.co.id
Antikorupsi.org, Jakarta, 26 Januari 2017 – Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak terkejut akan penangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hakim MK pilihan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini sudah diprotes sejak awal oleh ICW. Pengangkatan yang tidak sesuai aturan dan tidak mengikuti proses seleksi menjadi awal mula ICW melayangkan gugatan atas diangkatnya Patrialis Akbar sebagai hakim MK.
“Pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden SBY waktu itu tidak sesuai aturan, tidak dilakukan secara transparan, dan kami tidak menemukan soal proses seleksi, tiba-tiba diangkat”, ujar Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama Satrya Langkun, Kamis, 26 Januari 2017 di Kantor ICW.
Keppres RI No 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan mantan Menteri Hukum dan HAM, Patrilalis Akbar, menjadi hakim MK digugat oleh Koalisi Masyarakat SIpil Selamatkan Mahkamah Konstitusi. Pada waktu itu ada dua alasan utama yang menjadi pertimbangan gugatan koalisi. Pertama, prosedur pengangkatan yang tidak benar. Kedua, sosok yang tidak tepat sebagai The Guardian of Constitution. Alasan kedua ini karena MK ketika itu sedang mengurusi sengketa pilkada, sedangkan Patrialis Akbar adalah politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN). Tentu saja ditakutkan akan terjadi masalah di kemudian hari ketika hakim MK berasal dari partai politik. “Bibit-bibit konflik kepentingan sebenarnya sudah bisa dilihat dari awal, karena itu kami keberatan”, ujar Tama.
Gugatan terhadap Keppres RI No 87/P Tahun 2013 pada awalnya dimenangkan oleh koalisi di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). Akan tetapi pemerintah mengajukan banding dan posisi Patrialis Akbar malah semakin dikuatkan di Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung.
(Baca juga: Rekam jejak Patrialis Akbar)
Penangkapan Patrialis Akbar pada Rabu malam di kawasan Jakarta Barat menunjukkan bahwa MK tidak mau berbenah. Sudah ada kasus serupa yang dialami MK, yakni terkait suap Akil Mochtar.
“Penggeledahan Bupati Buton adalah salah satu muara dari kasus Akil Mochtar. Itu saja belum selesai, tiba-tiba sudah naik perkara baru yang lain. Ini akan menjadi tamparan yang sangat keras bagi MK”, ujar Tama lagi.
Putusan MK pun beberapa tahun ini tidak mencerminkan antikorupsi, diantaranya putusan mengenai terpidana korupsi yang boleh mencalonkan diri dalam Pilkada, diperbolehkannya politik dinasti, dan unsur kerugian negara yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menetapkan tersangka korupsi. Putusan MK ini jelas membahayakan gerakan antikorupsi.
MK diharapkan memetik pembelajaran dari peristiwa ini dan berkomitmen membenahi diri dengan mekanisme sistem pengawasan internal dan eksternal. Usut tuntas perkara Patrialis Akbar dan Akil Mochtar supaya MK kembali mendapat kepercayaan masyarakat dan sungguh-sungguh berperan sebagai The Guardian of Constitution.
Adapun operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Patrialis Akbar diduga terkait suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
(Dewi)