Aulia Prima Kurniawan

Aulia Prima Kurniawan lahir di Palembang, 16 Maret 1971, berdarah Minang – Jawa, putera pertama pasangan Marwan Munir (alm.) dan Sri Sutiyah. Prima, begitu panggilannya, melewati masa kecilnya di RW 03, Kel. Cipinang, Kec. Pulogadung sejak akhir 1976. Sekalipun bersekolah di SD St. Bellarminus dan SMP Kanisius, sekolah swasta Katolik di bilangan Menteng, Prima tetap belajar mengaji di kala sore dan malam hari, baik di rumah maupun di masjid Al-Mukminin di Cipinang Baru, dekat rumahnya.

Prima sempat meninggalkan Jakarta ketika naik kelas 3 SMP di tahun 1985 untuk mengikuti Ayahnya yang pindah tugas ke Pekanbaru. Lulus di SMP St. Maria Pekanbaru pada tahun 1986, dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Pekanbaru selama setahun, Prima lantas memilih pindah ke Bandung sampai lulus SMA dan kuliah.

Kembali ke Jakarta di tahun 1995, Prima bekerja di bilangan Daksinapati, Rawamangun. Setahun kemudian, Prima kembali meninggalkan Jakarta untuk mendirikan dan mengoperasikan kantor cabang perusahaan tempatnya bekerja di Bandung dan Yogyakarta.

Baru di akhir 1997 Prima akhirnya kembali menetap di Jakarta. Tahun 2002, Prima menikah di bilangan Kel. Pulogebang, Kec. Cakung. Sejak 2004 lalu, Prima beserta isteri dan kedua puterinya tinggal di RW 04, Kel. Klender, Kec. Duren Sawit. Prima yang memilih renang, nonton bioskop, fotografi, dan juga bermain musik di waktu senggangnya, menjalani lebih dari setengah usianya tumbuh besar dan berkarya di Jakarta Timur.

BERMULANYA KESADARAN KRITIS

Prima kecil dikenal suka membaca dan juga menuliskan pikirannya. Saat kelas 5 SD Prima telah mulai menuangkan opininya dalam bentuk essay tentang pendudukan Israel di tepi Barat sungai Yordan. Aktivitas sosial kemasyarakatan Prima diawali sejak masa SMP dan SMA melalui OSIS dan Pramuka. “Catatan Seorang Demonstran” karya Soe Hok Gie, autobiografi Proklamator dan Presiden Pertama RI, Soekarno (karya Cindy Adams), dan “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer, adalah buku bacaan yang dia sukai di masa awal SMA.
Lulus dari SMA Negeri 12 Bandung di tahun 1989, Prima diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) di 2 jurusan, Desain dan Fisika. Saat di ITB, Prima aktif di Himpunan Mahasiswa Fisika dan juga Marching Band "Waditra Ganesha". Sempat menjadi koordinator asisten lab Fisika Dasar, namun tetap saja Prima menghabiskan waktu lebih banyak di Student Center dibandingkan di lab dan bangku kuliah.

PEMIHAKAN TERHADAP RAKYAT: SEBUAH EKSTERNALISASI KESADARAN

Kristalisasi idealisme yang Prima alami semasa di ITB tampak semakin kontras dengan situasi sosial-politik di masa itu. Bersama dengan beberapa kawan di ITB, dia berusaha membangun kembali kesadaran di kalangan mahasiswa dengan membentuk beberapa kelompok kajian kritis, seperti Aufklarung (1990) dan Kelompok Diskusi Kamis (1992). Workshop Pengabdian Masyarakat (WPM) di mereka dirikan tahun 1993 mengajak mahasiswa bersentuhan langsung dengan persoalan rakyat.

Obyek pendampingan WPM saat itu adalah komunitas buruh di Cimahi dan petani di Cimerak, Sukabumi Selatan, yang belakangan meluas ke wilayah-wilayah lain. Pilihan itu bukannya pilihan yang mudah dan menyenangkan, mengingat kerasnya represi rezim Orde Baru dalam mengekang kesadaran kritis mahasiswa di masa itu.

Meski diintimidasi, bukannya mengendur, Prima dan kawan-kawan malah semakin giat. Di tahun 1993 itu, Prima mengoordinasikan mahasiswa se-Bandung Raya bersama dengan kawan-kawannya di Universitas Parahyangan, Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung.

KEPEDULIAN LINGKUNGAN: EFEK TERBANGUNNYA KESADARAN

Selain sosial politik dan kemasyarakatan, Prima juga memiliki kepedulian yang tinggi akan lingkungan hidup. Setelah bergabung dengan Wanadri Komisariat ITB, pada tahun 1991 dia bersama teman-temannya membentuk organisasi pencinta alam di ITB dengan nama Keluarga Mahasiswa Pencinta Alam (KMPA) "Ganesha".

Niat membentuk organisasi baru ini salah satunya adalah mengubah tren pencinta alam di era ‘80 dan ‘90-an kala itu, dari sekedar “penempuh rimba dan pendaki gunung”, menjadi organisasi pencinta alam yang benar-benar berorientasi kepada pelestarian lingkungan hidup. Sampai hari ini KMPA eksis sebagai salah satu unit kegiatan mahasiswa ITB.

04_3.pdf (416.88 KB)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan