RDPU dengan DPR RI, ICW dan Koalisi Kritisi Pengelolaan Anggaran Pendidikan

Panja Pembiayaan Pendidikan

Selasa, 20 Agustus 2024, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan catatan dan rekomendasi atas persoalan korupsi pendidikan dan pengabaian kewajiban konstitusional wajib belajar tanpa pungut biaya kepada Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan yang dibentuk Komisi X DPR RI. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tersebut, hadir bersama ICW koalisi masyarakat sipil pemantau pendidikan, yaitu Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Suara Orang Tua Peduli (SOP), Koloni 8113, dan Yayasan Nusantara Sejati.

Wajib belajar tanpa memungut biaya merupakan mandat konstitusi. Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945 mewajibkan negara untuk membiayai wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar, yaitu Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tak hanya itu, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional semakin menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar wajib dijamin oleh pemerintah dan pemerintah daerah tanpa memungut biaya.

Persoalannya, kewajiban konstitusional tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan. Dengan anggaran pendidikan yang mencapai Rp 665 Triliun pada 2024, pendidikan dasar tidak sepenuhnya bebas biaya. Ketidakcukupan kursi sekolah negeri tidak dijawab dengan membebasbiayakan sekolah swasta. Menghindari gagal paham soal sekolah swasta bebas biaya, Ubaid Matraji dari JPPI menjelaskan bahwa sekolah swasta dalam konteks ini bukan sekolah swasta elit berbiaya fantastis. Dengan demikian, tidak akan ada lagi anak tidak sekolah atau anak putus sekolah akibat tersandung ketiadaan biaya mengakses sekolah.

Peneliti ICW Almas Sjafrina dalam RDPU menyebut kekurangan anggaran bukan penyebab sekolah masih disertai pungutan. Persoalan mendasarnya yaitu perencanaan anggaran yang asal-asalan. Pemerintah memang telah memenuhi mandat konstitusi perihal anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN. Tetapi, anggaran tersebut mayoritas dialokasikan untuk kebutuhan yang tidak punya relevansi dengan akses dan kualitas pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi. Singkatnya, anggaran pendidikan belum diprioritaskan untuk menuntaskan kewajiban konstitusional yang seharusnya diutamakan negara.

Hal ini diperparah dengan masih maraknya korupsi sektor pendidikan yang membuat anggaran pendidikan semakin tidak efisien. Sepanjang 2015 hingga 2023, terdapat 424 kasus korupsi sektor pendidikan dengan potensi kerugian negara Rp 916,87 Miliar. Angka ini belum termasuk korupsi-korupsi yang tak tersentuh penegakan hukum.

Tren Penindakan Korupsi Pendidikan 2015-2023

Terkait anggaran, Ketua Yayasan Nusantara Sejati Eka Simanjuntak mengkritik pemerintah, khususnya Kemendikbudristek, yang selama ini menyebut keterbatasan anggaran, namun pada sisi lain menunjukkan kegiatan yang tidak penting dan bersifat pemborosan. Pemerintah mampu mengeluarkan miliaran untuk membuat acara seremonial atau pameran dan bahkan ratusan miliar untuk menciptakan platform, tetapi tidak tuntas membiayai pendidikan dasar yang semestinya diprioritaskan.

Dalam RDPU ini, JPPI juga menyampaikan perkembangan Judicial Review (JR) Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas yang sudah diajukan sejak Agustus 2023 dan sidangnya masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Panja Pembiayaan Pendidikan merespons dengan pernyataan mendukung JR tersebut dan akan melakukan evaluasi serta rekomendasi perbaikan pengelolaan anggaran pendidikan pada pemerintahan mendatang.

Dari forum tersebut, ICW menyimpulkan bahwa pemerintah tidak mempunyai satu mekanisme koordinasi terintegrasi untuk merencanakan, mengelola, mengawasi, dan mengevaluasi anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan terpecah di lebih dari 24 kementerian/ lembaga dan tidak ada orkestrator yang menjamin pengelolaan tersebut terlebih dahulu menjawab kewajiban pendidikan dasar bebas biaya. Demikian pula pengawasan di DPR yang tidak terpecah-pecah per komisi dan mitra komisi. Oleh karena itu, ICW dan koalisi mendesak dilakukan:

  1. Evaluasi dan pembenahan penganggaran pendidikan:
    • Ada koordinasi terpusat mengenai perencanaan, pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi penggunaan anggaran fungsi pendidikan. Persoalan dan rekomendasi yang sama juga terkait anggaran pendidikan di daerah.
    • Menjadikan pendidikan dasar (kewajiban konstitusional) sebagai prioritas utama dan dilanjutkan ke pendidikan menengah serta pendidikan tinggi.
    • Memfokuskan penggunaan anggaran minimal 20% untuk pendidikan: akses dan kualitas
  2. Pembenahan mekanisme pengawasan oleh DPR RI dan DPRD atas pengelolaan anggaran pendidikan.
  3. Meningkatkan pengelolaan anggaran dan pengadaan pendidikan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel.

 

Narahubung:

Almas Sjafrina (085770624117)

 

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan