Vonis Korupsi Semakin Rendah

Jakarta, antikorupsi.org - Indonesia Corruption Watch (ICW) meluncurkan tren vonis semester I tahun 2015. Dalam temuan tersebut terdapat 193 perkara dengan jumlah terdakwa 230 orang, dengan rata-rata putusan pidana penjara yaitu 2 tahun 1 bulan. Sedangkan dalam pemantauan di pengadilan tipikor tingkat pertama paling banyak mengadili terdakwa 175 terdakwa, pengadilan tinggi kepada 37 terdakwa, dan Mahkamah Agung (MA) mengadili 18 orang terdakwa.

Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor ICW, Kalibata Selasa, (18/8/2015), staf Divisi Hukum dan Monitoring, Peradilan ICW Aradila Caesar, menyatakan, tren vonis kali ini lebih ringan dibandingkan tahun semester I tahun 2014 yaitu 2 tahun 9 bulan. Kecendrungan ini tidak mengalami perbaikan karena hukuman koruptor dominan masih tergolong rendah. Yaitu hukuman 1-4 tahun sebanyak 163 terdakwa. Pada vonis sedang dengan masa hukuman 4-10 tahun hanya mengenai 24 terdakwa, hukuman lebih dari 10 tahun hanya diberikan kepada tiga terdakwa, dua terdakwa tidak terdeteksi dan 28 terdakwa telah divonis bebas.

Akibat dari kasus korupsi dipantau dalam proses vonis tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 691 miliar. Sedangkan total denda yang dijatuhkan mejelis hakim hanya berjumlah Rp 20,284 miliar dengan total uang pengganti yang hanya Rp 63, 175 miliar atau 9%.

“Dari 193 kasus dan 230 terdakwa di pengadilan tipikor, hanya 185 terdakwa yang diminta membayar denda. 130 terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 0-50 Juta, 33 terdakwa diwajibkan membayar lebih dari Rp 150 juta dan 7 terdakwa tidak dijatuhkan membayar denda sekalipun telah dijatuhi hukuman pidana,” paparnya.

Dalam hal ini vonis pengadilan ini lebih banyak diputus dengan rentang waktu 1-1,5 tahun. Hal ini disebabkan rendahnya tuntutan yang diajukan penuntut umum terhadap dakwaan kasus korupsi. Rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa hanya 3 tahun 6 bulan atau 42 bulan. Maka tuntutan yang diajukan masuk ke dalam kategori ringan.

“Sejak awal saja jaksa penuntut umum sudah meminta kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman ringan bagi terdakwa kasus korupsi,” tegasnya.

Koordiantor Divisi Hukum dan Monitoring, Peradilan ICW Emerson Yuntho, menjelaskan, hukuman minimal yang dijatuhkan kepada terdakwa saat dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor sebanyak 134 terdakwa, sedangkan terdakwa yang dijerat dengan pasal 2 UU Tipikor sebanyak 59 orang. Jika dilihat dari ancaman hukuman, hukuman maksimal pasal 3 memang lebih berat yaitu seumur hidup namun dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun. Berbeda dengan pasal 2, yang memberi ancaman pidana minimal 4 tahun.

“Banyaknya dakwaan yang dijerat dengan pasal 3 mengakibatkan hakim menjatuhkan vonis yang paling ringan," tegasnya.


Disparitas Putusan.

Emerson melanjutkan, Tren vonis kasus korupsi kali ini pengadilan di Indonesia, khususnya pengadilan tipikor masih dibayangi oleh disparitas putusan. Dalam hal ini, ada model disparitas dalam putusan perkara korupsi. Pertama, disparitas terjadi karena kerugian negara yang berbeda cukup signifikan namun hukuman yang dijatuhkan relatif sama. Kedua, terjadi disparitas terhadap hukuman yang berbeda meskipun kerugian negara yang ditimbulkan sama.

Dia menegaskan, tidak banyak putusan hakim dan jaksa yang memberikan ‘hukuman’progresif kepada pelaku korupsi.Vonis yang dimaksud bukan hanya hukuman penjara dan denda yang dibayarkan. Lebih dari itu, vonis yang diterima oleh terdakwa korupsi haruslah memberikan efek jera. (Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan