Unjuk Gigi Perangi Korupsi

MASYARAKAT Indonesia sepertinya nyaris putus asa terhadap komitmen bangsa dalam memerangi korupsi. Bukannya menunjuk tren penurunan secara kuantitas dan kualitas, yang terjadi sekarang ini korupsi bahkan telah masuk ke semua lini jabatan. Benar kiranya yang dianekdotkan Gur Dur, bahwa pada era Orde Lama korupsi terjadi di bawah meja. Pada era Orde Baru korupsi di atas meja. Saat ini, korupsi tidak lagi di bawah atau di atas meja, namun sekaligus mejanya dikorupsi. Artinya, korupsi sudah dilakukan secara terang-benderang, dengan modus yang mudah dibongkar.

Dalam kondisi itu, beberapa elemen masyarakat melakukan hal-hal yang semestinya menjadi pukulan telak bagi pemerintahan SBY, khususnya KPK, jajaran kejaksaan dan kepolisian. Misalnya, sejumlah aktivis ICW pada Jumat (15/7) menggelar aksi teatrikal mengadu ke polisi tidur yang mereka buat di depan Mabes Polri. Mereka memprotes mandeknya pengungkapan kasus rekening gendut Polri yang kini jalan di tempat (SM, 16/07/11).

Sementara, LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) membuka sayembara untuk membantu aparat penegak hukum yang hingga kini belum menemukan keberadaan terduga koruptor yang juga mantan bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin dengan menyebar poster ke 33 provinsi sejak Kamis lalu. Poster itu berisikan pengumuman bagi siapa saja yang bisa menemukan keberadaan Nazaruddin akan diberi hadiah Rp 100 juta.     

Dua contoh satire atau sindirian terkini yang dilakukan oleh pegiatn antikorupsi tersebut sejatinya mengandung substansi kekecewaan yang luar biasa terhadap kenyataan pemberantasan korupsi sekarang ini. Lebih-lebih, upaya pemandulan terhadap KPK kian nyata. Salah satunya adalah penolakan DPR atas anggaran pembentukan KPK di daerah. Padahal, menurut Wakil Ketua KPKChandra M Hamzah, desakan pembentukan KPK di daerah sangat kuat. Asumsinya, pembentukan KPK di daerah akan lebih mengefektifkan pemberantasan korupsi.

Namun langkah strategis itu dan sangat didukung oleh pegiat antikorupsi ini, justru dimentahkan oleh para legislator yang mestinya membela kepentingan masyarakat. DPR malah mengarahkan anggaran yang ada dipindahkan untuk kegiatan lain. Apa artinya? DPR sudah jelas kelihatan trauma atas gebrakan demi gebrakan yang dilakukan KPK.

Upaya Memotivasi
Dalam kondisi demikian, siapa lagi yang diharapkan bisa menjadi pioner memerangi korupsi? Tiga lembaga penyidik yang diberi kewenangan oleh undang-undang dalam pemberantasan korupsi yaitu KPK, Kejaksaan, dan Polri sepertinya tidak atau belum mau mengubah konsep dalam menjalankan komitmen memerangi korupsi. Tentu keadaan ini akan  menjadikan pemberantasan korupsi mengalami stagnasi atau jalan di tempat.

Bila ini dibiarkan tentunya sangat memrihatinkan kita semua. Maka, bila boleh berharap, sekarang ini di antara ketiga lembaga yang diberikan kewenangan dalam penegakan hukum terhadap korupsi, Polri-lah yang semestinya bisa menasbihkan dirinya sebagai pioner untuk lebih agresif, proaktif, dan tergugah untuk bisa melakukan akselerasi di bidang pemberantasan korupsi. Mengapa Polri?

Amanat UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan tiga tugas pokok bagi Polri, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Dalam konteks tugas pokok sebagai pelayan masyarakat, maka masyarakat sebagai majikan Polri, kini berharap ‘’pembantunya’’ itu lebih giat memerangi korupsi. Tidak ada kata lain bagi Polri kecuali sendika dhawuh alias habis-habisan menunaikan tugas tersebut.

Dengan kata lain, agar majikan puas, sang pelayan harus bisa memahami apa yang dimaui tuannya. Bila tugas yang diinginkan majikan bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya pujian akan diberikan dengan ketulusan. Analogi ini, sudah seharusnya menjadi cambuk motivasi para pengambil kebijakan di Polri untuk lebih atraktif lagi menerobos paradigma lama, menuju paradigma baru. Tiada lain adalah melayani apa yang dinginkan masyarakat. Keinginan masyarakat saat ini adalah Polri bisa unjuk gigi tanpa kompromi memerangi korupsi. (10)

Herie Purwanto, Kasubbag Hukum Polres Pekalongan Kota, dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 20 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan