Tutut Bantah Terima Suap Kasus Scorpion

Siti Hardiyanti Rukmana membantah menerima suap dari Alvis, produsen tank Scorpion dari Inggris.

Masalah uang pelicin itu tidak benar karena kami tidak pernah terima uang baik dari Alvis maupun dari TNI, ujar Tutut, begitu putri sulung mantan Presiden Soeharto itu disapa.

Tutut memberi keterangan dalam rapat Komisi I DPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin. Rapat dipimpin Ketua Komisi I Theo L Sambuaga. Dari 13 pertanyaan tertulis Dewan, hampir seluruhnya dijawab tidak mengetahui atau tidak benar.

Selain Tutut, Komisi I DPR memanggil mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Wismoyo Arismunandar dan R Hartono serta Widhorini S Sukardono atau dikenal sebagai Rini Soewondho, pemilik PT Surya Kepanjen, mitra lokal Alvis di Jakarta.

Pemanggilan itu terkait pemberitaan harian The Guardian edisi 9 Desember 2004 bahwa Alvis memberikan uang suap untuk memuluskan transaksi penjualan 100 unit Scorpion senilai 160 juta poundsterling (sekitar Rp291 miliar).

Kasus ini juga menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Tumpak Hatorangan Panggabean yang dihubungi Media di Jakarta tadi malam menjelaskan, KPK masih mempelajarinya karena terkait hukum dua negara.

KPK bersyukur, DPR sudah memanggil para pihak terkait. Ini tentu memudahkan pekerjaan kami selanjutnya. Kami tetap menjajaki kasus Scorpion ini, kata Erry.

Tutut mengaku tidak tahu mengapa Alvis yang terpilih menjadi rekanan. Saya juga tidak tahu jumlah dan harga permintaan tank Scorpion karena saya tidak tahu prosesnya. Saya tidak bisa jelaskan adanya perbedaan harga antara tank yang dibeli Indonesia dan Thailand, tambahnya.

Wismoyo juga mengaku tidak tahu soal pemberian suap dalam pembelian tank Scorpion. Wismoyo mengatakan, TNI-AD hanya menyiapkan daftar kebutuhan dan spesifikasi teknis peralatan yang dibutuhkan untuk diserahkan kepada Mabes TNI. Artinya, penunjukan rekanan dan kualifikasi peralatan yang dibeli adalah kewenangan Mabes TNI.

Sementara itu, Hartono mengatakan kewenangan ada di Departemen Hankam, bukan pada TNI-AD. Apakah sesuai mekanisme atau tidak tahu karena kewenangan TNI-AD hanya sebatas pengajuan, katanya.

Hartono tidak tahu mengapa Alvis yang ditunjuk sebagai rekanan. Soal dana siluman saya tidak tahu, soal suap saya tidak tahu, harga permintaan saya juga tidak tahu, karena yang tahu adalah Dephankam.

Jawaban Tutut dan mantan pejabat TNI itu membuat anggota Dewan kecewa. Kami kecewa dengan banyaknya jawaban Tutut dan mantan KSAD yang memberi jawaban tidak tahu, kata Abdillah Toha dari F-PAN.

Arif Mudatsir Mandan (F-PPP) mengaku kaget dengan jawaban yang disampaikan tokoh-tokoh itu. Jawaban ini sangat aneh karena ada jenderal yang berkepentingan justru tidak tahu-menahu informasi itu.

Sedangkan AS Hikam (F-KB) dapat memahami mengapa persenjataan TNI sangat terbelakang dan tidak bisa diandalkan, karena ternyata pimpinannya banyak yang tidak tahu-menahu.(Nur/Ant/P-1)

Sumber: Media Indonesia, 22 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan