Tren Vonis Kasus Korupsi 2017
Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan berbagai upaya, baik pencegahan maupun penindakan. Pengorganisasian masyarakat, advokasi isu, maupun sosialisasi kebijakan anti korupsi merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari upaya tersebut, termasuk dalam penegakan hukum. Lembaga peradilan merupakan salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi, terutama dalam upaya penjeraan koruptor.
Sejak tahun 2005 hingga saat ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) rutin melakukan pemantauan dan pengumpulan data vonis tindak pidana korupsi, mulai tingkat Pengadilan Tipikor (sebelumnya juga Peradilan Umum), Pengadilan Tinggi, Pengadilan Militer, hingga Mahkamah Agung, baik kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK). Melalui pemantauan ini, dapat diidentifikasi siapa yang paling banyak melakukan korupsi, putusan pengadilan paling berat bagi koruptor, rata-rata putusan pengadilan bagi koruptor, dan potensi kerugian negara dari perkara-perkara korupsi yang berhasil terpantau. Hasil pemantauan ini juga sekaligus menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi bagi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk melakukan perbaikan kinerja pelaksanaan fungsi pengawasan.
Metolodogi yang digunakan ICW untuk memantau putusan pengadilan untuk perkara korupsi pada tahun 2017 adalah dengan mengumpulkan data perkara korupsi yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama di Pengadilan Tipikor, banding di Pengadilan Tinggi, kasasi, maupun upaya Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Adapun sumber yang menjadi acuan dalam pengumpulan data adalah putusan pengadilan dari laman resmi (website) Direktori Putusan Mahkamah Agung maupun Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, yang dihimpun dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan (SIPP), serta pemberitaan dari media massa nasional maupun daerah. Pengumpulan data dalam laporan ini terbatas pada putusan pengadilan yang diunggah dan dikeluarkan pada 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2017.
Dari hasil tabulasi data yang dilakukan, tidak sedikit data yang tidak teridentifikasi. Hal ini disebabkan masih ada putusan yang tidak ditemukan atau kurang informatifnya Direktori Putusan Mahkamah Agung maupun SIPP pada masing-masing pengadilan, maupun dari sumber berita di media.
ICW membagi tingkatan putusan kedalam 3 (tiga) kategori. Pertama, Vonis ringan dalam rentang kurang dari 1 tahun sampai dengan 4 tahun. Kedua, vonis sedang yaitu antara lebih 4 tahun hingga 10 tahun. Dan Ketiga, vonis berat yang dijatuhkan hakim tipikor >10 tahun pidana penjara. Kategori ringan didasarkan pada pertimbangan bahwa hukuman minimal penjara dalam Pasal 3 UU Tipikor adalah 4 tahun penjara, termasuk putusan pidana penjara seumur hidup.