Tren Vonis Kasus Korupsi 2015 Semester I

Putusan Pengadilan Tipikor Loyo
Dok ICW
Dok ICW

Hingga kini upaya pemberantasan korupsi terus berjalan. Tiada tahun dilewati tanpa terbongkarnya kasus korupsi. Meski demikian cita-cita Indonesia merdeka dari korupsi masih jauh dari harapan. Karenanya banyak langkah diambil guna menekan dan mengurangi angka korupsi baik upaya pencegahan maupun penindakan. Keduanya memainkan peran yang sangat vital dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya penindakan misalnya, sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi upaya penindakan atau penegakan hukum mesti menimbulkan efek jera kepada siapa saja yang ditindak. Hal ini dimaksudkan memberikan pelajaran bagi individu lain agar tak melakukan hal serupa. Dalam konteks penjatuhan vonis hakim maka untuk menciptakan efek jera tak mungkin hanya bergantung kepada penjatuhan pidana pokok berupa pidana penjara. Tetapi juga haruslah didukung dengan hukuman tambahan lain berupa penjatuhan denda, uang pengganti atau pidana tambahan lain. Dengan begitu Pengadilan memiliki peran dalam menentukan maju mundurnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Untuk dapat melihat perkembangan vonis kasus-kasus korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) secara periodik melakukan pemantauan melalui pengumpulan data vonis perkara tindak pidana korupsi, mulai tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung. Melalui pemantauan ini, dapat diidentifikasi beberapa informasi mendasar seperti; siapa yang paling banyak melakukan korupsi, putusan pengadilan paling berat dan paling ringan bagi koruptor, rata-rata putusan pengadilan bagi koruptor, dan potensi pengembalian kerugian negara dari perkara-perkara korupsi yang berhasil terpantau. Hasil pemantauan ini juga sekaligus menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi bagi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk melakukan perbaikan kinerja dan pelaksanaan fungsi pengawasan. Selain itu juga memberikan masukan dan pertimbangan kepada Pemerintah/negara?dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi agar tercapai efek jera.

Metodologi pemantauan yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data perkara korupsi yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama di pengadilan Tipikor, banding di Pengadilan Tinggi, kasasi, maupun upaya Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Data kemudian diolah dengan menggunakan metode kuantitatif melalui metoda? Dan dianlisis dengan cara? Adapun sumber yang menjadi acuan dalam pengumpulan data adalah putusan pengadilan dari laman resmi (website) Mahkamah Agung maupun Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi serta pemberitaan di situs media massa nasional maupun daerah.Pengumpulan data dalam laporan ini terbatas pada putusan pengadilan yang dikeluarkan pada 1 Januari 2015 hingga 31 Juni 2015.

ICW membagi tingkatan putusan kedalam 3 (tiga) kategori. Pertama, vonis ringan dalam rentang 1 tahun sampai dengan 4 tahun. Kedua, vonis sedang yaitu antara lebih 4 tahun hingga 10 tahun. Dan Ketiga, vonis berat yang dijatuhkan hakim tipikor > lebih dari 10 tahun pidana penjara. Kategori ringan didasarkan pada pertimbangan bahwa hukuman minimal penjara dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) khususnya Pasal 3 UU Tipikor adalah 1 tahun penjara dan Pasal 2 UU Tipikor adalah 4 tahun penjara. Maka hukuman 4 tahun kebawah masuk kategori ringan. Sedangkan vonis masuk kategori sedang adalah vonis diatas 4 tahun hingga 10 tahun. Masuk kategori vonis berat adalah kasus korupsi yang divonis diatas 10 tahun penjara dengan maksimal hukuman seumur hidup.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan