Tren Vonis Kasus Korupsi 2013

Vonis Ringan Masih "Juara"

Tren vonis korupsi 2013 menunjukkan vonis ringan masih dominan, walau vonis bebas bagi koruptor menurun. Meski mengecewakan, lembaga peradilan masih punya beberapa catatan baik. ICW mendesak lembaga peradilan makin meningkatkan kualitas kerja dan pengawasan.

 “Selama tahun 2013, ada 184 jumlah perkara dengan 295 terdakwa. Total potensi kerugian negara ditaksir Rp 3,4 triliun,” ujar peneliti ICW bidang Hukum dan Monitoring Peradilan, Lalola Easter dalam konferensi pers di ICW, Minggu (12/1).

Dalam tren vonis korupsi tahun 2013 yang dirilis ICW, ada 16 putusan yang membebaskan terdakwa (5,42%), dan putusan bersalah dijatuhkan pada 279 terdakwa (94,57%).

Pada tingkat pengadilan, Pengadilan Negeri berjumlah 243 putusan, pengadilan tinggi 32 putusan, dan Mahkamah Agung 4  putusan. Totalnya ada 295 putusan

Lembaga yang melakukan penuntutan adalah kejaksaan dengan 278 kasus dan KPK 17 kasus,” tutur Lola. Pengadilan memvonis bebas 16 terdakwa kasus korupsi yang diajukan oleh Kejaksaan. Sedangkan, 17 kasus korupsi yang diajukan oleh KPK seluruhnya divonis bersalah. Di bawah ini adalah rekapitulasi putusan perkara korupsi tahun 2013.

Kategori

Putusan

Jumlah Perkara

Persentase

Bebas

Bebas

16

5.42%

Ringan

0-4 tahun

232

78.64%

Sedang

4,1 - 10 tahun

40

13.56%

Berat

>10 tahun

7

2.37%

Jumlah

295

100%

Tabel 1. Rekapitulasi putusan perkara korupsi tahun 2013

Selain itu, dari sisi aktor, tiga besar profesi pelaku korupsi yang paling banyak diadili adalah pejabat pemerintah daerah, swasta, lembaga publik seperti Badan Pertanahan Nasional dan Bappeda. Berikut tabelnya.

Aktor

Jumlah

Pemkot/Pemkab/Pemprov

141

Swasta

59

BPN/Bappeda/BPK/BPK/BPB

20

Kampus/Sekolah 15

15

BUMN/ BUMD

15

Lain-lain

13

DPR/ DPRD

11

Perbankan

7

Kepala Daerah

7

Rumah Sakit

3

Polisi/ pengadilan/ kejaksaan

3

Kementerian

1

Jumlah

295

Tabel 2. Aktor dalam perkara korupsi sepanjang 2013

ICW juga mengelompokkan tujuh kasus korupsi dengan vonis terberat di tahun 2013. Berikut tabelnya.

Kasus

Terpidana

Kerugian Negara/ Besaran Suap

Lama Pidana

Institusi Peradilan

Pembobolan BNI

Adrian Waworuntu, Swasta

Rp 1,2 triliun

Seumur hidup

Mahkamah Agung

Pengadaan driving simulator

Djoko Susilo, Mantan Kepala Korlantas Polri

Rp 121 miliar

18 tahun

Pengadilan Tinggi Jakarta

Suap kuota impor daging sapi

Luthfi Hasan, Anggota DPR RI

Rp 1,3 miliar

16 tahun

Pengadilan Negeri Jakarta

Suap kuota impor daging sapi

Ahmad Fhatanah, Swasta

Rp 1,3 miliar

14 tahun

Pengadilan Negeri Jakarta

Proyek di Kemenpora dan Kemendiknas

Angelina Sondakh

Rp 39,9 Miliar

12 tahun

Mahkamah Agung

Pelaksanaan Anggaran Dinas PU Deli Serdang

Faisal, Kadinas PU Kab Deliserdang

Rp 98 Miliar

12 tahun

Pengadilan Tinggi Medan

Suap hakim kasus Bansos Bandung

Setyabudi Tejocahyo

Rp 4 Miliar

12 tahun

Pengadilan Tinggi Bandung

Tabel 3. Tujuh vonis kasus korupsi terberat 2013

Vonis paling kontroversial

Noda lain pada pemberantasan korupsi tahun 2013 adalah vonis bebas di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung terhadap Sudjiono Timan, terpidana kasus korupsi PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia yang dinyatakan Buron oleh Kejaksaan.

Putusan bebas ini dinilai kontroversial karena Sudjiono berstatus buron di luar negeri dan pada tahun 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Bagir Manan telah memvonis Sudjiono 15 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan wajib membayar uang pengganti Rp 369 miliar.

Masih ada harapan di lembaga pengadilan

Lembaga pengadilan masih punya beberapa hal yang patut diapresiasi dan ditingkatkan di tahun 2014.

Pertama, proses rekrutmen hakim ad hoc tindak pidana korupsi semakin ketat. Pada tahun 2013, hanya ada 1 (satu) orang yang lolos menjadi hakim ad hoc tipikor. Sebelumnya, pada 2012 pihak Panitia Seleksi MA, hanya meloloskan 4 orang sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor.

Kedua, hakim berani menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik pada putusan Djoko Susilo. Lola mengakui ini preseden baik dan pengadilan peru “menerapkannya secara konsisten dalam putusan-putusan korupsi ke depannya.”

Ketiga, tidak ada lagi putusan pidana percobaan bagi terdakwa kasus korupsi di tahun 2013.

Keempat, tren vonis bebas dalam perkara korupsi secara menggembirakan menurun, di mana pada tahun 2011 sebanyak 65 terdakwa divonis bebas, pada 2012 berkurang menjadi 51 terdakwa dan pada 2013 menyusut hingga 16 terdakwa.

Kelima, munculnya fenomena pemberatan terhadap pelaku korupsi. Pada beberapa kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat, pengadilan menjatuhkan hukuman lebih berat saat perkara naik ke tingkat banding maupun kasasi. Pemberatan tersebut dapat dilihat dari beberapa putusan berikut:

Perkara/ Terdakwa Korupsi

PN

PT

MA

Djoko Susilo (Simulator SIM)

10 Tahun

18 Tahun

Angelina Sondakh (Kemenpora/ Kemendiknas)

4 tahun 6 bulan

4 tahun 6 bulan

12 tahun

Tommy Hindratno (Pajak)

3 tahun 6 bulan

3 tahun 6 bulan

10 tahun

Umar Zen (Korupsi Askrindo)

5 tahun

11 tahun

15 tahun

Faisal (Korupsi Dinas PU Deli Serdang)

1 tahun 6 bulan

12 tahun

 

Tabel 4. Pemberatan hukuman kasus korupsi tahun 2013

Namun, 3 dari 5 contoh pemberatan pidana di atas diputus di tingkat Mahkamah Agung oleh Panel Hakim yang terdiri dari Artidjo Alkostar, M.S. Lumme, dan Muh. Asikin.  Walaupun pemberatan ini adala preseden yang sangat baik, namun menurut Lola, semua hakim yang memeriksa dan mengadili perkara korupsi harus sepakat sepaham, sehingga membikin kapok koruptor sudah dapat dimulai sejak pemidanaan, dan diperberat dengan pemiskinan.

Pengadilan masih punya banyak “pe-er”

Pengadilan harus berbenah karena masih banyak hakim tindak pidana korupsi malah justru ikut menyelewengkan wewenang dan terjerat kasus korupsi. Setidaknya, tercatat 5 hakim tipikor yang diproses kasus korupsi, yaitu: Kartini Marpaung (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang), Asmadinata (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Palu), Heru Kisbandono (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak), Pragsono (Hakim Pengadilan Tipikor Semarang), dan Setyabudi Tejocahyo (Hakim Pengadilan Tipikor Bandung).

Selain itu, Ramlan Comel juga masih dipertahankan sebagai Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bandung meski pernah menjadi terdakwa kasus korupsi sebelum mendaftar hakim ad hoc dan dicurigai terlibat dalam beberapa kasus korupsi yang ditanganinya.

“Pengawasan internal MA dalam hal ini patut dipertanyakan,” kata Lola. 

Selengkapnya, unduh dan baca Laporan Pemantauan Tren Vonis Korupsi 2013 dan Presentasi ICW tentang Vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 2013. 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan