Tolak Buy Back Saham dan Subsidi untuk Spekulan!

mulyaniProgram buy back saham sarat dengan konflik kepentingan. Melalui  program Management Stock Option Plan (MSOP), banyak direksi dan manajer di BUMN yang memegang saham. Juga banyak pejabat tinggi negara yang  punya kepentingan dengan BUMN karena memiliki saham didalamnya. Oleh karena itu, program buy back sesungguhnya merupakan penyelamatan aset dan kekayaan pribadi para pengambil kebijakan.

 

 

Pernyataan Bersama Masyarakat Sipil di Indonesia

Tolak Buy Back Saham dan Subsidi untuk Spekulan!

Krisis finansial yang melanda AS ternyata berimbas sampai di indonesia. dampak dari krisis finansial dapat kita lihat dari merosotnya bursa saham. Bahkan karena indeks bursa merosot drastis, terpaksa bursa  disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (atas persetujuan BAPEPAM-LK), pada hari rabu minggu lalu. Bursa rencananya kembali dibuka jum’at, tetapi akhir dibatalkan karena sentimen negatif terhadap perekonomian. Bursa baru dibuka senin kemarin, tetapi sebagian saham seperti Bakrie masih disuspensi.

Strategi yang dilakukan pemerintah untuk menahan dampak krisis adalah membeli kembali saham-saham BUMN yang turun nilainya. Pemerintah  menyediakan dana Rp. 4 triliun dari dana infrastruktur ditambah dana siaga dari kas internal BUMN untuk membeli kembali saham BUMN. Diperkirakan dana yang dipersiapkan pemerintah melalui BUMN lebih  saham-saham BUMN.

Akan tetapi rencana buy back saham menimbulkan banyak persoalan. Pertama, buy back saham dipertanyakan efektivitasnya. Dengan kapitalisasi bursa yang mencapai Rp. 1.000 triliun menjadikan dana yang  dikucurkan oleh pemerintah ibarat menggarami air laut. Dana yang digelontorkan oleh pemerintah tidak cukup besar untuk meningkatkan IHSG secara signifikan. Buy back saham bisa seperti BLBI yang akhirnya  menguras anggaran negara.

Kedua, keputusan buy back saham juga memunculkan ketidakadilan. Melalui buy back diharapkan harga saham akan terangkat dan secara umum indeks akan meningkat juga. Peningkatan indeks pada akhirnya hanya mengurangi   kerugian para investor. Dari total penduduk produktif di Indonesia, diperkirakan investor yang menanamkan uang di saham sangat kecil. Pemegang rekening efek hanya sekitar 289.000 orang, ditambah dengan pemilik reksadana yang hanya 85.000, jumlah investor di pasar modal  kira-kira 0,21% dari penduduk produktif di Indonesia. Buy back saham  pada dasarnya merupakan subsidi untuk investor dan spekulan yang  jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan total penduduk Indonesia.  Bahkan jumlah spekulan di pasar juga jauh lebih kecil dari jumlah  penduduk miskin dengan pendapatan di bawah 1 dolar per hari yang  seharusnya lebih berhak mendapatkan subsidi.

Ketiga, buy back saham juga sarat dengan konflik kepentingan. Melalui  program Management Stock Option Plan (MSOP), banyak direksi dan manajer di BUMN yang memegang saham. Juga banyak pejabat tinggi negara yang  punya kepentingan dengan BUMN juga memiliki saham. Oleh karena itu, program buy back sesungguhnya merupakan penyelamatan aset dan kekayaan pribadi para pengambil kebijakan.

Tindakan pemerintah dalam melindungi investor dan spekulan ini sangat bertolak belakang dengan tindakan pemerintah terhadap masyarakat Indonesia yang terus menerus dihadapkan pada kebijakan yang memiskinkan akibat kenaikan dan kelangkaan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pangan pokok. Pada persoalan pangan dan BBM  yang dihadapi rakyat, pemerintah selalu mengatakan bahwa aksesibilitas fisik dan aksesibilitas ekonomi rakyat terhadap pangan pokok, BBM dan air bersih harus mengikuti mekanisme pasar. Pemerintah tidak boleh campur tangan, karena hal itu menyalahi perjanjian internasional dengan negara-negara yang tergabung dalam World Trade Organization. Namun pada persoalan jual- beli saham, yang menimbulkan ancaman kerugian bagi sekelompok orang kaya dan pejabat yang menjadi pemain jual –beli saham tersebut, pemerintah buru-buru mengambil tindakan perlindungan.

Oleh karena itu, masyarakat sipil di Indonesia menuntut:

1.      

Pemerintah menghentikan subsidi kepada orang kaya dan spekulan melalui skema buy back saham. Lebih baik subsidi diberikan  kepada orang miskin atau dialokasikan untuk stimulus sektor  riil di Indonesia daripada menyelamatkan kepentingan segelintir  investor yang mengalami kerugian.

2.      

Pemerintah harus mendeklarasikan siapa saja para pemegang saham di kabinet, direksi dan komisaris BUMN dan seluruh pejabat  publik untuk menghindari konflik kepentingan. Pernyataan ini penting untuk memastikan seluruh kebijakan di sektor finansial tidak untuk kepentingan pribadi para pejabat publik.

3.      

Pemerintah harus membatalkan pinjaman (stand by loan) dari Bank Dunia hanya untuk stabilisasi pasar finansial. Dengan integritas regulator sektor keuangan yang dipertanyakan, dana utang dari Bank Dunia bisa berujung pada subsidi kepada spekulan.

 Jakarta, 14 Oktober 2008

Kelompok masyarakat sipil Indonesia :

ICW, INFID, Demos, FITRA, OPSI, The Prakarsa, TI Indonesia, YLKI

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan