Tersangka, Yusril Siap Hadapi

Ada Tekanan Nonyudisial

Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra sebagai tersangka dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum.

Yusril bahkan sudah dicegah ke luar negeri sejak Jumat (25/6). Kejaksaan juga menetapkan pengusaha Hartono Tanoesoedibjo sebagai tersangka.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto di Jakarta, Jumat, menyatakan, Yusril dan Hartono sebagai tersangka korupsi biaya akses Sisminbakum. Penetapan itu berdasarkan surat perintah penyidikan tanggal 24 Juni 2010. Penyidik menjadwalkan memeriksa mereka sebagai tersangka pada 1 Juli mendatang.

Sisminbakum adalah sistem online yang memungkinkan pendaftaran badan hukum perusahaan melalui http://www.sisminbakum.go.id. Sistem itu digagas dan mulai diterapkan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan HAM (kini Kementerian Hukum dan HAM) saat Yusril menjabat menteri dan Romli Atmasasmita sebagai Direktur Jenderal AHU. Sisminbakum dilaksanakan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan dikelola Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK). Hartono menjabat sebagai Komisaris PT SRD.

Yusril, Jumat malam, mengatakan, ia sudah mengetahui dirinya dicegah ke luar negeri. Meski akan menghadapi perkara yang menjeratnya, ia berpendapat, ada bermacam-macam kepentingan dalam perkara ini.

”Kalau Pak Hartono, mungkin ada kepentingan ekonomi. Kalau secara politik, saya dikerjai seperti ini. Saya akan hadapi. Saya hanya berharap, kalau saya diajukan ke pengadilan nanti sebagai terdakwa, pengadilan bersikap independen,” kata Yusril.

Yusril menambahkan, Sisminbakum diadakan untuk menyelesaikan masalah banyaknya perusahaan yang tertunda badan hukumnya akibat pelaksanaan secara manual. Seperti disyaratkan Dana Moneter Internasional (IMF), harus ada penyelesaian masalah agar perusahaan banyak didirikan. Padahal, pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, hukum menduduki posisi di bawah dalam besaran anggaran negara. Sistem online dalam pengajuan badan hukum perusahaan itu dengan menggandeng swasta merupakan jalan keluar.

”Saya sudah minta Dirjen Perundang-undangan untuk menelaah. Apakah Sisminbakum ini melanggar hukum? Dikatakan tidak. Setelah Sisminbakum berjalan delapan tahun, mengapa sekarang dipersoalkan penerimaan negara bukan pajaknya?” tanya Yusril.

Menurut Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Hartono, dalam putusan Mahkamah Agung terkait kasus Sisminbakum, tidak pernah dinyatakan peran Hartono. Penetapan Hartono sebagai tersangka itu lebih karena ada tekanan nonyudisial.  (idr/tra)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2010
----------------
Yusril dan Hartono Jadi Tersangka Korupsi sisminbakum
Penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) akhirnya menyentuh para pembuat kebijakan. Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yusril Ihza Mahendra dan pengusaha Hartono Tanoesoedibjo sebagai tersangka.

Rencananya, mereka mulai diperiksa pada Kamis depan (1/7). ''Sudah ada SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan, Red) dengan  dua tersangka baru. Tanggal 24 (24 Juni, Red) lalu ditetapkan,'' kata Wakil Jaksa Agung Darmono kemarin (25/6).

Hal senada disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Didiek Darmanto. Dia menyatakan bahwa Hartono Tanoesoedibjo, yang juga adik kandung pengusaha nasional dan bos MNC Hary Tanoesoedibjo, sudah dikenai cekal (cegah tangkal) dalam batas maksimal setahun. Yusril belum dikenai status pencekalan. ''Belum karena masih ada pertimbangan-pertimbangan,'' kata Didiek saat dihubungi Jawa Pos tadi malam.

Menurut dia, dua tersangka tersebut menjalani pemeriksaan Kamis depan. Tetapi, dia belum bisa menyebutkan pasal yang dikenakan kepada mereka. ''Saya tidak hafal,'' ujarnya.

Dalam kasus sisminbakum, Hartono merupakan komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) yang menjadi rekanan Depkeh dan HAM (kini ganti Kemenkum dan HAM). Sementara itu, Yusril adalah mantan menteri kehakiman saat pengadaan proyek sistem komputerisasi tersebut.

Dengan penetapan keduanya sebagai tersangka, kini sudah ada tujuh tersangka dalam kasus sisminbakum. Empat di antaranya sudah disidang. Mereka adalah tiga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), yakni Romli Atmasasmita, Zulkarnaen Yunus, dan Syamsudin Manan Sinaga. Kemudian, Dirut PT SRD Yohanes Waworuntu. Seorang tersangka yang belum disidang adalah Ali Amran Djannah, mantan ketua Koperasi Pengayoman.

Status terbaru Yusril dan Hartono dalam kasus sisminbakum itu sebenarnya sudah diisyaratkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari setelah salat Jumat di Baitul Adli, Kejagung, Jakarta, kemarin. Amari menyatakan bahwa keterlibatan mereka dikaji tim penyidik setelah sidang kasus sisminbakum yang mendudukkan empat terdakwa.

Dia menyebut, akan ada penetapan status baru terhadap dua orang yang sebelumnya berstatus saksi itu. ''Kami menetapkan tersangka kan harus hati-hati. Nanti kalau digugat bagaimana. Karena itu, harus mendapat persetujuan jaksa agung sebagai pimpinan tertinggi,'' tutur mantan kepala Kejati (Kajati) Jabar tersebut. Dengan demikian, penetapan status Yusril dan Hartono sebagai tersangka sudah disetujui Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Dalam kesempatan tersebut, Amari menampik bahwa penetapan status tersangka itu terkait dengan rencana Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Komisi III DPR memanggil Ketua Tim Penyidik Kasus Sisminbakum Faried Haryanto. Sebab, panja menilai penanganan kasus sisminbakum tersebut belum tuntas. Namun, rencana pemanggilan itu tertunda karena DPR masih reses. ''Tidak ada hubungannya dengan itu,'' tegasnya.

Soal penetapan dirinya sebagai tersangka, Yusril hanya menanggapi dingin. Saat dihubungi Jawa Pos tadi malam, dia menyatakan siap menghadapi semua proses hukum. ''Saya mengerti hukum kok. Saya akan hadapi semuanya, insya Allah,'' katanya.

Yusril menegaskan bahwa tidak ada masalah dalam kebijakan yang dia buat terkait pengadaan Sisminbakum. Dia bahkan yakin perkara tersebut sangat lemah dan akan susah dibuktikan di meja hijau.

Yusril juga balik bertanya mengapa dirinya bisa ikut diperkarakan. ''Saya tidak mengerti mengapa pembuat kebijakan harus dihukum? Padahal, semua berada dalam koridor kebenaran.'' (fal/aga/c7/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 26 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan