Terdakwa Persoalkan Peranan Nunun Nurbaeti

Dalam sidang perkara korupsi pemberian cek perjalanan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2004, terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangi Miranda S Goeltom, terdakwa kembali mempersoalkan peranan pengusaha Nunun Nurbaeti. Dalam keberatannya atas dakwaan jaksa atau eksepsi, sejumlah terdakwa atau penasihat hukumnya mempertanyakan alasan jaksa penuntut umum atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa menghadirkan Nunun.

Tim penasihat hukum terdakwa Panda Nababan, seperti Abdul Hakim Garuda Nusantara, Luhut MP Pangaribuan, Juniver Girsang, dan Dwi Ria Latifa, Rabu (20/4) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menyatakan, dalam dakwaan berulang kali disebut nama Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo sebagai pihak yang diperintahkan Nunun untuk memberikan cek perjalanan kepada para terdakwa. Namun, jaksa belum bisa memeriksa Nunun dan membuktikan perbuatan suap dari Nunun melalui Arie Malangjudo.

Panda diadili bersama anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR periode 1999-2004 yang lain, seperti Ni Luh Mariani, Soetanto Pranoto, Matheos Pormes, dan Soewarno. Soetanto, Matheos, dan Ni Luh, dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum mereka, juga mempertanyakan tak diprosesnya sejumlah nama yang disebut dalam dakwaan mereka. Mereka juga mempertanyakan alasan KPK tak bisa menghadirkan Nunun, yang disebut memberikan cek perjalanan. Dalam dakwaan kepada mereka, disebutkan nama Emir Moeis, Tjahjo Kumolo, Sukardjo Hardjoseowirjo, dan Miranda S Goeltom. Namun, belum semua orang itu diperiksa.

Panda juga membacakan sendiri keberatannya. Dalam dakwaan yang disusun jaksa M Rum, Riyono, Siswanto, dan Andi Suharlis, Panda disebut sebagai koordinator pemenangan Miranda. Dia didakwa menerima cek perjalanan senilai Rp 1,45 miliar. Namun, hal tersebut ditolaknya. Panda juga menegaskan, seperti juga disampaikan penasihat hukumnya, ia bukan anggota Komisi IX DPR tahun 2004 yang berhak memilih Deputi Gubernur Senior Gubernur BI. Karena itu, dakwaan jaksa dinilai tak tepat.

Dalam sidang terpisah, jaksa penuntut umum menyanggah eksepsi terdakwa Paskah Suzetta. Jaksa menilai keberatan yang dibacakan penasihat hukum mantan anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR itu tidak beralasan.

”Kami mohon kepada majelis hakim untuk menolak seluruh keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa,” kata jaksa Edy Hartoyo, Rabu.

Soal keberatan terdakwa yang menolak didakwa bersama-sama dan harus diadili terpisah, Edy menguraikan, jaksa berwenang mengelompokkan dakwaan demi kemudahan pembuktian. Apabila terdakwa banyak, jaksa bisa melakukan pemecahan perkara untuk memudahkan pembuktian.

Pada sidang perdana, Paskah didakwa menerima 12 cek perjalanan senilai Rp 600 juta. Paskah didakwa bersama empat terdakwa sesama mantan anggota F-PG DPR, yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Marthin Bria Seran, Bobby Suhardiman, dan Anthony Zeidra Abidin. Mantan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Daniel Tandjung, juga diadili terpisah. (ray)
Sumber: Kompas, 21 April 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan