Terbukti Kolusi, Otomatis Batal Penjualan Tanker Pertamina [23/06/04]

Informasi adanya indikasi praktik kolusi di balik penjualan dua unit tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) Pertamina membuat politisi di Senayan bersemangat untuk melacak kasus itu.

Menurut Ketua Komisi VIII DPR Irwan Prayitno, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data untuk membuktikan kebenaran dugaan bahwa Goldman Sachs, konsultan keuangan Pertamina, memiliki saham di Frontline Ltd yang menjadi pemenang pembelian kedua tanker raksasa itu.

Jika memang bisa dibuktikan, itu bisa membatalkan kontrak dan membatalkan pemenang. Sebab, itu berarti ada conflict of interest karena mereka ada kepentingan di situ, tegas Irwan di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, tak masalah bila Pertamina membatalkan kontrak penjualan itu. Pertamina hanya membayar penalti 2 persen saja kepada pemenang tender apabila proses jual beli itu dibatalkan. Nilai itu kan tidak besar,katanya.

Irwan menegaskan, DPR akan meminta keterangan kepada meteri keuangan, menteri BUMN, menteri ESDM, dan Menko perekonomian. Sebab, pihaknya sudah menyampaikan penolakan penjualan itu ke pimpinan DPR. Penolakan itu juga sudah disampaikan ke presiden. Kita akan minta keterangan kepada menteri-menteri terkait mengenai sejauh mana rekomendasi kita itu ditindaklanjuti, tegas politikus dari Fraksi Reformasi tersebut.

Komisi VIII DPR, kata dia, lebih fokus agar direksi Pertamina tetap membatalkan penjualan VLCC tersebut. Pertimbangannya, VLCC itu akan membantu security of supply kebutuhan miyak dalam negeri di masa depan sesuai amanat UU Migas. Sebab, ke depan, dari segi keekonomian, (kita) bisa lebih efisien dan Pertamina tidak dipermainkan oleh broker tanker, papar Irwan.

Anggota Komisi IX DPR Hakam Naja mengatakan, proses divestasi tanker Pertamina memang sarat KKN. Bahkan, nuansa KKN tersebut juga bisa melibatkan nama Men BUMN Laksmana Sukardi. Sebab, ketika penjualan itu disetujui pada 2003, Laksamana menjadi salah satu anggota Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP).

Hakam menjelaskan, setelah DKPP dibubarkan menjadi dewan komisaris (Dekom) -karena Pertamina berubah status dari BHMN menjadi BUMN- Laksamana menjabat komisaris utama Pertamina. Karena itu, Laksamana juga perlu dimintai keteranngan. Sebab, posisinya kini juga sebagai Men BUMN yang membawahi Pertamina, tegas anggota DPR dari Fraksi Reformasi itu.

Sementara itu, Dirut Pertamina Ariffi Nawawi tetap bersikukuh bahwa penjualan VLCC tersebut sesuai dengan prosedur. Bukan itu saja. Dia juga bersikukuh menyatakan bahwa Frontline Ltd. yang bermarkas di Kepulauan Bermuda tersebut merupakan penawar tertinggi dengan nilai USD 184 juta. Penawar lain, yakni Essar Shipping Ltd. (India) dan Overseas Shipholding Group Inc. (OSG) yang berbasis di New York, hanya menawar masing-masing USD 183 juta.

Selain itu, tambah Ariffi, dua perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi syarat Pertamina, yakni pemenang tender wajib membayar down payment (uang muka) 20 persen dari harga yang disepakati. Mengenai indikasi terjadi conflict of interest atas menangnya Frontline Ltd. itu, Ariffi enggan berkomentar.

Atas kontroversi penjualan VLCC milik Pertamina tersebut, capres dari Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais tidak tahan juga untuk tidak ikut bersikap. Menurut dia, ada sesuatu yang irrasional di balik obral harga tanker yang sudah setengah mati dipesan pemerintah itu.

Saya melihat penjualan tanker Pertamina ini tidak rasional. Ada ketidakjujuran dari pimpinan Pertamina, tapi mungkin juga ada kolusi dengan pemerintah dan DPR. Itu yang harus dibongkar, tegas Amien.

Menurut ketua MPR ini, sejak lama dia gusar terhadap praktik jual beli aset negara secara serampangan. Setelah Indosat lepas ke tangan asing, kini aset negara juga dijual dengan harga murah. Saya kira, penyakit yang suka menjual aset nasional itu yang harus dihukum. Tidak boleh dijual semena-mena begitu. Harga tanker dibanting murah, itu bagaimana logikanya. Padahal, untuk beli tanker baru perlu beberapa tahun pesannya. Jadi, menurut saya, luar biasa dan tidak masuk akal, tandasnya.

Ditemui terpisah, Dirjen Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan (Depkeu) Darmin Nasution menegaskan, sesuai ketentuan yang berlaku, penjualan VLCC yang dipesan Pertamina hanya bisa dilakukan jika sudah ada penilaian oleh Depkeu. Namun, Darmin tidak menyebutkan apakah sejauh ini Depkeu sudah mengaudit tanker tersebut atau belum.

Hanya, Darmin mengungkapkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Pendirian Pertamina, disebutkan, pemerintah menanamkan modalnya di Pertamina terdiri atas seluruh aset dan kekayaan yang ada di Pertamina. Selain itu, disebutkan, jumlah atau nilai aset tersebut akan ditetapkan Menkeu setelah dilakukan penilaian (revaluasi) oleh Menkeu serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sementara itu, Sekjen Pertamina Watch, La Abu Hasan mengungkapkan, direksi Pertamina telah membuat kebohongan besar. Pernyataan direksi yang menegaskan bahwa Pertamina tidak memiliki kompetensi untuk mengoperasikan VLCC berukuran 260.000 DWT dianggap tidak rasional. Pertamina memiliki pelaut-pelaut andal sejak 1970-an. Jadi, bohong besar apa yang dikatakan direksi itu, cetusnya.

Diungkapkan, dengan dijualnya VLCC tersebut, berarti Pertamina akan dimanfaatkan mafia tanker. Sebab, dengan ketentuan dari International Marine Organization (IMO) bahwa tanker lambung tunggal (single hull) akan dikurangi mulai April 2005, berarti pada 2008 Pertamina hanya akan memiliki 23 tanker. Itu berarti hanya 13,6 persen dari seluruh armada tanker yang beroperasi di Indonesia,cetus Hasan.

Diungkapkan, alasan bahwa sewa lebih efisien dibanding mengoperasikan sendiri dianggap tidak berdasar. Sebab, hasil kajian konsultan independen yang juga ditunjuk Pertamina, Japan Marine menyebutkan, dengan memiliki tanker sendiri, biaya operasi bersih yang dikeluarkan perusahaan minyak milik negara itu hanya USD 27 ribu per hari, sudah termasuk bunga utang, ship management, dan depresiasi. Jika sewa dari pihak lain, ongkosnya USD 34 ribu per hari. Dengan demikian, Pertamina bisa menghemat USD 7 ribu per hari dengan mengoperasikan sendiri VLCC itu. (ton/adb/yun)

Sumber: Jawa Pos, 23 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan