Tanggapi KPK, Rancang Laporan Haji Online

TEMUAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan 48 titik lemah dalam sistem penyelenggaraan haji dijawab Kementerian Agama (Kemenag). Kemenag bersedia transparan dengan menyiapkan rekap laporan penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) secara online.

Embrio pelaporan data online itu dimatangkan sejak dua tahun terakhir dalam bentuk sistem komputerisasi haji terpadu alias siskohat. ''Embrionya memang itu (siskohat, Red). Sebab, pada dasarnya kami mendukung transparansi kepada publik,'' ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapimnas) Depag H Masyhuri AM.

Selain itu, Kemenag mematangkan pelantikan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) seperti yang disyaratkan komisi informasi publik (KIP). Rencananya, dalam waktu dekat Kemenag berkoordinasi dengan KIP untuk menyusun persyaratan UU Keterbukaan Informasi Publik.

''Bila dimungkinkan kami juga melakukan laporan berkala terkait tata kelola haji melalui media cetak,'' terang Masyhuri.

Ketua KIP Alamsyah Saragih mengatakan, menyangkut pelaporan dana dalam rekening haji, pemerintah harus menyusun skala prioritas. Artinya, tidak semua data bisa dipublikasikan karena menyangkut data perbankan yang rahasia. Namun, Kemenag dapat memublikasikan secara terbuka rekening haji dalam format rekapitulasi. ''Harus disampaikan rekening haji itu dipakai buat apa saja,'' katanya.

Seperti diwartakan, KPK menemukan 48 titik inefisiensi dalam penyelenggaraan haji yang berpotensi korupsi. Temuan itu berdasar kajian dari Januari 2009 hingga Maret 2010. Inefisiensi yang terjadi cukup signifikan dan mencapai ratusan miliar rupiah.

Ke-48 titik itu dikelompokkan dalam empat kategori. Yakni, aspek regulasi, kelembagaan, tata laksana, dan sumber daya manusia (SDM). Dari aspek regulasi KPK mengantongi tujuh temuan dan semuanya terkait belum adanya peraturan pelaksana dari UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dari aspek kelembagaan, ditemukan enam titik yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara tugas pokok dan fungsi (tupoksi) unit di dalam Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Temuan terbanyak ada pada aspek kelembagaan yang mencapai 28 item. Dalam aspek ini inefisiensi antara lain diakibatkan tidak adanya standard operating procedure (SOP) dan standar pelayanan minimum dalam pelayanan haji. (zul/c2/ari)
Sumber: Jawa Pos, 12 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan