Susno Tolak Tandatangani Surat Penangkapan Dirinya

Diduga Terima Suap Terkait Kasus Arwana
Mabes Polri benar-benar kehabisan kesabaran mengatasi Susno Duadji. Setelah beberapa kali sulit dijerat, kemarin (10/5) mantan kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri itu akhirnya ditangkap di bekas kantornya.

Jenderal berbintang tiga nonjob itu resmi menjadi tersangka atas dugaan menerima suap dalam kasus sengketa investor ikan arwana. Hingga tadi malam sekitar pukul 22.00, Susno masih menolak menandatangani surat penangkapan dirinya. Alasannya, dia datang memenuhi panggilan sebagai saksi.

Namun, penyidik tetap tak memperbolehkan mantan bos reserse se-Indonesia itu pulang. ''Terserah saja kalau mau menolak. Nanti penyidik membuatkan berita acara secara terpisah yang menjelaskan tersangka menolak tanda tangan. Tak ada masalah,'' ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang.

Polri punya waktu hingga pukul 17.00 hari ini (Selasa 11/5) untuk memeriksa Susno. Itu sesuai aturan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) bahwa tersangka ditangkap selama 1 x 24 jam, baru diputuskan apakah ditahan atau tidak.

''Nanti, kalau pertimbangan penyidik perlu ditahan, akan ditahan selama 20 hari dan bisa diperpanjang,'' kata rekan seangkatan Susno (1977) itu.

Susno diperiksa selama tujuh jam sejak pukul 10.00 hingga 17.00. Dia ditanya oleh enam penyidik dan menjawab sekitar 34 pertanyaan. Tadi malam, Susno diinapkan di ruang lantai dua Bareskrim, satu tingkat di atas ruang kerjanya.

Edward berharap masyarakat tidak salah menafsirkan penangkapan Susno itu. ''Ada opini, kami seakan balas dendam. Tidak benar sama sekali. Penyidik tim independen bekerja berdasar bukti, bukan prasangka, apalagi rekayasa,'' tegasnya.

Mantan Kadispen Polda Metro Jaya saat kerusuhan 1998 itu menyebutkan, ada kesaksian lain dan bukti-bukti yang dianggap kuat untuk menaikkan status Susno sebagai tersangka. ''Untuk kepentingan penyidikan, belum bisa saya sampaikan,'' ujarnya saat ditanya soal bukti-bukti itu.

Secara pribadi, Edward menilai Susno adalah orang yang patuh hukum. ''Beliau harus kita akui sebagai peniup peluit untuk mengungkap mafia kasus. Itu (kasus arwana) beliau nyatakan sendiri di depan DPR pada April lalu saat dipanggil Komisi III DPR,'' ungkapnya.

Susno memang menyebutkan, mafia kasus yang menggerakkan kasus Gayus Tambunan dan kasus arwana adalah sama. Bahkan, menurut dia, jaksa peneliti kasusnya sama.

Penahanan Susno kemarin sekaligus mematahkan sesumbar yang menyatakan dirinya 1.000 persen tak bisa dijadikan tersangka. Mantan Kapolda Jabar tersebut juga bersumpah bahwa dirinya tidak menerima suap. Karena itu, penangkapan Susno langsung dikecam para pengacaranya.

Henry Yosodiningrat, koordinator kuasa hukum Susno, menegaskan bahwa alasan penyidik mengada-ada. ''Masak, Bapak (Susno, Red) dituding terima suap memakai sarung. Ah, yang benar saja, ngaco itu,'' tegasnya.

Pengacara bergelar Kanjeng Raden Haryo itu menyatakan, ada tiga orang yang memberatkan atau menyeret Susno dalam kasus arwana tersebut. ''Penyidik menyebut berdasar kesaksian Syahril Djohan, Samsurizal, dan Haposan,'' katanya.

Haposan mengklaim telah menitip uang kepada Syahril Djohan. Oleh Syahril, uang itu dibawa ke rumah Susno dan dia ditemui menggunakan sarung. ''Padahal, Bapak tak mungkin terima tamu memakai sarung. Jangan salah, beliau sangat menghargai orang lain lho,'' tegas Henry.

Nah, Samsurizal adalah seorang polisi berpangkat AKBP yang pernah bertugas di Bareskrim. ''Saat ketemu Pak Susno, dia melihat membawa sesuatu. Dia kira itu uang. Penyidikan macam apa ini?'' ujar pendiri Granat (Gerakan Anti-Narkotika) itu berapi-api.

Henry menyebut istilah penangkapan juga tidak tepat. ''Anda lihat sendiri, Pak Susno datang dengan baik-baik sebagai warga yang patuh hukum. Bagaimana bisa dikatakan ditangkap? Apalagi, ini bekas kantornya sendiri,'' ujarnya.

Susno memang datang sendiri tanpa dijemput penyidik. Dia berangkat dari rumahnya di Puri Cinere, Depok, Jawa Barat, pukul 08.00. Sebelum berangkat, Susno sempat menciumi cucu kesayangannya, Almer. Dalam perjalanan, dia mampir dulu ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Dia bergabung dengan Henry dan beberapa pengacara yang sudah menunggu. Mereka lalu bersama-sama ke Mabes Polri.

Sebelum masuk ke ruang pemeriksaan, Susno yang kemarin sengaja berpuasa menyatakan dirinya sayang pada institusi Polri. ''Saya mendengar Pak Kapolri di Balikpapan, kalau nggak salah mengatakan saya bisa dibawa paksa. Saya ini polisi, sangat cinta polisi. Jika tidak datang, saya justru merusak nama baik Polri, keluar arogansi Polri. Jadi, kalau arogansinya keluar, yang rugi adalah polisi. Kalau polisi rugi, saya ya rugi,'' tegasnya.

Henry mengungkapkan, arogansi Polri benar-benar diperlihatkan secara telanjang di depan publik. ''Silakan masyarakat menilai,'' kata anggota Ikatan Advokasi Internasional sejak 1986 itu.

Di tempat terpisah, sumber Jawa Pos di lingkungan tim independen menyatakan, Susno dijadikan tersangka karena penyidik punya alat bukti selain kesaksian. ''Kami punya rekaman,'' ujar sumber itu mantap.

Langkah tim tersebut sebenarnya sudah dilakukan seiring pembentukan tim Gayus. ''Kasus sengketa arwana awalnya ditangani Dit 1 (Keamanan Transnasional), lalu ada sprint untuk Dit III (White Collar Crime dan Pidana Korupsi) ikut bergabung,'' jelasnya.

Perwira itu menjelaskan, sebelum Susno, Syahril Djohan dan Haposan sebagai pihak penyuap ditetapkan sebagai tersangka. ''Jadi, selain Gayus, mereka kena (delik) arwana,'' katanya.

Haposan merupakan kuasa hukum Ho Kian Huat (warga negara Singapura) yang melaporkan kasus penggelapan oleh mitra bisnisnya, Anuar Salmah alias Amo. Keduanya sejak 1992 terlibat kerja sama dalam usaha penangkaran ikan arwana di Desa Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru.

Usaha penangkaran arwana tersebut awalnya bernama CV Sumatera Aquaprima yang kemudian berubah nama menjadi PT Sumatera Aquaprima Buana. Saat ini, penangkaran arwana di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Kasim II tersebut bersalin nama baru menjadi PT Salmah Arowana Lestari.

Haposan melapor ke Mabes Polri dengan surat tanda bukti laporan bernomor TBL/57/III/Siaga-II tanggal 10 Maret 2008. Sementara itu, penyidikan dilakukan Direktorat I Unit V Bareskrim Polri. Angka penipuan yang dituduhkan Huat kepada Anuar memang cukup fantastis. Sebab, Huat mengaku pernah mengirimkan duit 11,5 juta dolar Singapura (SGD) atau setara Rp 74,75 miliar (kurs SGD 1 = Rp 6.500).

Duit itu dikirim kepada Anuar untuk membeli lahan, membangun kolam penangkaran, membeli bibit ikan, serta sarana penunjang usaha tersebut. Selain itu, Huat telah memberikan 1.549 ekor indukan arwana kelas satu. Indukan tersebut berjenis super red, cross black golden, dan golden red. Bila diuangkan, nilai indukan tersebut lebih dari Rp 32,475 miliar.

Total modal yang sudah diserahkan Huat kepada Anuar mencapai Rp 107 miliar. Haposan menyatakan bukti pengiriman duit dan ikan tersebut sudah diserahkan kepada Bareskrim. Namun, penanganan kasus itu lambat. Karena itu, Haposan mengontak Syahril Djohan yang kenal baik dengan Susno. Haposan menitipkan uang Rp 500 juta untuk diberikan kepada Susno agar kliennya menang.

Henry Yosodiningrat menantang penyidik untuk membuktikan rangkaian cerita itu dengan bukti riil. ''Jangan main klaim, main pengakuan, tak ada buktinya,'' tegasnya. Jadi, Anda siap membuktikan Susno bersih suap? Henry justru meradang. ''Lho, kok jadi kami yang diminta membuktikan? Tidak ada itu pembuktian terbalik. Penyidik dong kalau mengaku punya, tunjukkan,'' ujarnya.

Tim pengacara sedang mempertimbangkan untuk menempuh upaya praperadilan atas penangkapan itu. ''Kami tunggu besok (hari ini). Kalau memang tidak ada klarifikasi dan Bapak ditahan, akan kami ajukan,'' tegasnya.

Dikonfirmasi ulang soal upaya praperadilan itu, Irjen Edward Aritonang mempersilakan. ''Akan kami hadapi. Nanti biar pengadilan yang membuktikan,'' katanya.

Panggil Kapolri
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menganggap ada banyak kejanggalan dalam penangkapan Komjen Pol Susno Duadji. "Seharusnya polisi mendahulukan kasus yang diungkap Susno. Yakni, kasus Gayus," katanya kemarin (10/5). Padahal, lanjut Neta, dalam kasus Gayus ada dua jenderal polisi yang disebut-sebut terlibat. Yakni, Brigjen Edmond Ilyas dan Brigjen Radja Erizman. Tapi, keduanya belum diproses.

Dia mempertanyakan mengapa Polri malah mendahulukan kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL) yang sebenarnya juga diungkap Susno. "Saya yakin ini sebagai aksi balas dendam. Sebab, dia (Susno, Red) sudah banyak menyeret perwira polisi yang nakal," ujarnya.

Menurut dia, penangkapan itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembunuhan karakter Susno. Padahal, Susno adalah orang yang berupaya membersihkan institusinya dari oknum nakal yang menggerogoti tubuh Polri. Kata Neta, penangkapan ini bisa membuat polisi yang memiliki jiwa reformis menjadi takut mengungkap ketidakberesan di institusinya. "Mau jadi apa Polri ke depan kalau perwiranya hanya orang-orang yang yes men (istilah menyebut orang-orang penurut, Red)," imbuhnya.

Dia melanjutkan, prosedur penetapan tersangka itu sangat aneh. Pasalnya, Susno datang dengan kesadaran sendiri berdasar surat panggilan sebagai saksi. Selain itu, Susno sangat kooperatif menjawab semua pertanyaan penyidik. Alat bukti yang digunakan untuk menjerat Susno juga sangat minim. Hanya berdasar keterangan para saksi yang dianggap prematur. "Penangkapan ini sangat konyol dan mengada-ada," tegas Neta.

Untuk itu, dia meminta Komisi III DPR segera memanggil Kapolri Bambang Hendarso Danuri untuk meminta penjelasan tentang penangkapan Susno. Selain Kapolri, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum harus ikut bertanggung jawab terhadap penangkapan Susno. Sebab, tim bentukan Presiden SBY itu juga telah berjanji melindungi semua orang yang berusaha mengungkap makelar kasus.

Neta juga menduga penangkapan itu berkenaan dengan persaingan menuju kursi Tri Brata I (istilah menyebut Kapolri, Red). Menurut dia, itu adalah upaya menjegal Susno yang masih memiliki peluang menjadi Kapolri. "Menurut saya, cuma ada dua kandidat kuat. Susno dan Nanan (Komjen Pol Nanan Sukarna, yang kini menjabat Inspektur Pengawasan Umum, Red)," katanya.

Meski begitu, Neta yakin Susno tidak ditahan. Katanya, ini hanyalah bentuk shock therapy bagi Susno. Neta begitu yakin polisi tidak akan berani menahan Susno karena beberapa jenderal yang sebelumnya disebut-sebut tersangkut kasus Gayus juga tidak pernah ditahan. "(Jenderal) Bintang satu aja nggak diapa-apakan, apalagi bintang tiga," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Nudirman Munir dengan tegas mengatakan, pihaknya segera memanggil Kapolri sehubungan dengan permasalahan itu. "Secepatnya. Kami usahakan Rabu (12/5) kami bisa bertemu dia (BHD)," kata Munir kemarin.

Munir juga mengatakan bahwa penangkapan itu adalah bentuk kemunduran hukum di Indonesia. Sebenarnya, lanjut Munir, pihaknya sudah memprediksi Susno bakal ditangkap. Itu berawal dari pengakuan Kompol Arafat dalam sidang sidang disiplin. "Tidak biasanya sidang seperti itu disiarkan langsung di TV. Saya yakin pasti larinya ke Susno," imbuhnya. (rdl/kuh/jpnn/c5/c2kuh/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 11 Mei 2010
--------
Keluarga Yakin Susno Tak Bersalah
KELUARGA besar Komjen Susno Duadji menyatakan kini menghadapi ujian berat. Meski mantan Kapolda Jabar itu sudah ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, lalu sementara ini ditahan Mabes Polri, orang-orang terdekatnya tetap tabah.

"Bagi kami, kuasa Allah lebih besar. Saya percaya bapak (Susno, Red) seribu persen," ujar istri Susno, Herawati, di kediamannya, Puri Cinere, Depok, tadi malam. Mengenakan baju merah, tak ada bekas tangisan pada mata ibu dua putri tersebut. Tangannya memegang tasbih kecil berbiji 33 yang diputar perlahan.

Menurut wanita yang sudah 31 tahun mendampingi Susno itu, keluarga sama sekali tidak takut dengan tekanan yang bertubi-tubi. "Kami sejak kasus cicak-buaya diuji. Kesabaran kami masih ada. Insya Allah bapak selamat karena tidak salah," papar dia.

Susno memang dituding sebagai aktor di balik penahanan Bibit-Chandra karena saat itu dirinya masih menjabat Kabareskrim. Bahkan, dia dituding menerima imbalan dari pengusaha Budi Sampoerna terkait dengan pembukaan blokir Bank Century. Susno sudah membantah tudingan tersebut.

"Di depan keluarga, bapak sudah menjelaskan, tidak ada alasan untuk menahan," kata wanita yang mengenal sang suami saat Susno menjadi Kasatserse Polres Wonogiri (1978) itu. Keluarga besar Susno dari Pagaralam berkumpul di Depok sejak Minggu lalu (9/5). Bahkan, sebelum Susno berangkat memenuhi panggilan pemeriksaan, mereka sahur bersama.

Meski Herawati tegar, tak demikian dua anaknya, Indira Tantri Maharani dan Diliana Ermaningtias. Mata mereka sembap seperti bekas menangis, terutama Indira. Sebab, putranya, Almer, adalah cucu kesayangan Susno. Bahkan sebelum berangkat, Almer diciumi Susno.

Sepupu Susno, Husni Maderi, menyebut penangkapan Susno sebagai tindakan sewenang-wenang. "Selama ini Pak Susno selalu difitnah. Bahkan, tadi saja di televisi ada yang menyebut dia berkaitan dengan kasus Bibit-Chandra. Itu fitnah," papar dia.

Husni bahkan menyerang balik. "Saudara saya diperiksa di kode etik, tapi kenapa ada perwira tinggi yang istrinya lebih dari satu tidak diperiksa. Yang adil dong, periksa perwira beristri dua itu," katanya menolak menyebut inisial nama sang perwira.

Tadi malam, keluarga langsung mengunjungi Susno di Mabes Polri. Herawati membawakan sajadah, tasbih, dan perlengkapan mandi. "Pasrahkan saja kepada Allah, itu pesan saya untuk bapak," terang Herawati. (rko/gin/rdl/kuh/jpnn/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 11 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan