Suara Adhyaksa Jateng

MEMAHAMI  masa lalu sama dengan berupaya mematangkan diri untuk berkiprah pada masa kini dan menuju masa depan yang diharapkan menjanjikan. Warga  adhyaksa  dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya wajib  menjaga citra diri, keluarga,dan institusi kejaksaan kepada masyarakat/ negara dan memberikan kontribusi pengabdian yang terbaik.

Pembangunan moralitas warga adhyaksa menjadi sasaran yang dicapai, secara konsisten membentuk aparatur yang berintegritas tinggi, amanah,  jujur, berani, mumpuni secara yuridis maupun kemampuan manajerial, bertanggung jawab atas  kinerja yang dilakukan, menjalin kerja sama di antara sesama aparat  penegak hukum dan instansi terkait lainnya, peduli terhadap segala sesuatu yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya dalam rangka membangun Kejaksaan ke depan yang lebih maju, elegan, disegani keberadaannya dan senantiasa melandasi prinsip kemanfaatan dan keadilan serta menjunjung tinggi harkat dan martabat hak asasi manusia.

Reformasi Birokrasi
Doktrin Tri Krama Adhyaksa, menjadi landasan jiwa warga adhyaksa sebagai abdi masyarakat untuk mempedomaninya dalam setiap langkah anggotanya, agar mampu memperkokoh  pemahaman dan pengejawantahan amanah/ tanggung jawab yang dipercayakan negara. Doktrin Tri Karma Adhyaksa tersebut mengamanatkan 3 (tiga) hal pokok yaitu ìSatya Adhi Wicaksanaî, artinya:

SATYA: Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia. ADHI: Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab ñ bertanggung jawab baik terhadap keluarga, maupun terhadap sesama manusia. WICAKSANA: Bijaksana dalam setiap tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

Jaksa Agung RI. Basrief Arief dalam sambutan pelantikan Jampidsus  D Andi Nirwanto dan Jamdatun ST Burhanuddin pada 27 April 2011, mengemukakan, pembaruan  organisasi  dan tata kerja Kejaksaaan, diarahkan pada dua hal, yaitu:

Untuk memperbaiki dan mereformasi tatanan birokrasi Kejaksaan menuju pada perbaikan dan perubahan  pola pikir, budaya kerja, tingkah laku yang dimulai perubahan manajemen berbasis kinerja, sehingga menghasilkan pelayanan publik yang prima. Serta, pelayanan publik dalam rangka menjalankan tugas penegakan hukum yang implementasinya mengarah pada aspirasi dan kepentingan masyarakat secara nyata, yaitu kemanfaatan dan keadilan.

Reformasi Birokrasi  Kejaksaan, adalah membangun kepercayaan publik, yang merupakan kewajiban warga adhyaksa untuk menjaga dan memelihara kredibilitas institusi.

Sejalan dengan membangun kepercayaan publik, pada 24 Januari 2011 Jaksa Agung RI mengeluarkan PERJA Nomor 009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. PERJA tersebut merupakan kelanjutan dari Peraturan Presiden RI Nomor 38 Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 yang mesti sudah ditindaklanjuti tata kelolanya oleh jajaran kejaksaan pusat dan daerah.

Proporsional
Transparansi dan akuntabilitas publik menjadi suatu hal yang tidak bisa ditutupi oleh jajaran kejaksaan, harus dilakukan secara lebih luas dan menyeluruh dan berlaku di setiap satuan unit kerja, khususnya dalam penanganan  dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi/ penanganan  dan penyelesaiannya dilakukan secara profesional,  proporsional,  termasuk  tidak mencari-cari perkara (mengejar pencapaian berapa banyak  perkara atau pelaku tindak pidana korupsi yang dipenjarakan atau diadili) alias ”ngejar target”, atau ada yang mengatakan gebrakan penindakan yang dilakukan Adhyaksa dikatakan hanya sekedar pencitraan saja bahwa sebentar lagi Kejaksaan akan memperingati Hari Bhakti Adhyaksa tanggal 22 Juli. Adhyaksa  tidak mencari popularitas dan tidak akan  mendzalimi seseorang. Dosa besar manakala ada aparat penegak hukum jaksa melakukannya.

Adhyaksa senantiasa menjunjung tinggi penghormatan terhadap harkat dan martabat hak asasi  manusia. Dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi pada intinya  sejauh mana jaksa melakukan penyidikan dengan mantap, unsur-unsur perbuatan tindak pidana korupsi  terpenuhi,  didukung alat bukti yang cukup, tidak ada perangkat perundang-undangan terkait yang diabaikan, termasuk kerja sama dengan BPKP dalam auditnya tentang kerugian keuangan negara secara riil yang dikorupsi, bantuan dari ahli yang menyatakan pendapatnya bahwa telah terjadi penyimpangan/ penyelewengan keuangan negara dan yang lebih penting harus di upayakan sejauh mana penyelamatan pengembalian aset  negara bisa dipulihkan. Oleh karenanya, harta kekayaan yang ditengarai sebagai hasil dari  korupsi mutlak dilakukan penyitaan, yang nantinya Penuntut Umum menyatakan dalam tuntutannya terhadap harta dimaksud dinyatakan dirampas untuk negara, pada sisi lain Jaksa Pengacara Negara pun dapat menempuh gugatan ganti  kerugian dan tindakan hukum lain yang relevan terhadap penyelamatan keuangan/ aset negara atau pemerintah.

Percontohan
Seorang pemangku Adhyaksa khususnya di wilayah Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, dengan tigapuluh enam Kejari dan satu cabang Kejaksaan Negeri diharapkan selalu bisa memberikan percontohan yang  terbaik di semua bidang, pegang komitmen dan secara konsisten mulai dari yang kecil, berangkat dari diri sendiri  untuk patuh atau taat asas berkinerja melandaskan pada koridor aturan main yang berlaku; mau dan mampu mengarahkan pelaksanaan tugas dengan menjaga keharmonisan, kekompakan  terhadap jajaran dibawahnya yang selaras dengan visi dan misi Kejaksaan, sehingga diharapkan selalu tumbuh dan berkembang dalam suasana kerja kondusif, menyenangkan dan tanpa suatu beban yang menghantui bagi bawahan.

Pemangku pun secara terus menerus dituntut meningkatkan mutu keilmuan, pergaulan yang dapat memperluas wacana perkembangan dunia khususnya pengetahuan penegakan hukum. Pada sisi lain peningkatkan pengawasan terhadap program dan kinerja yang dilakukan warga Adhyaksa. Hal demikian sering dinamakan pengawasan melekat dan  pengasasan fungsional, khususnya dalam pelaksanaan kinerja dan program Reformasi Birokrasi Kejaksaan yang tengah dibangun.

Bahkan belakangan dengan hadirnya Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, warga Adhyaksa harus lebih amanah, hati-hati dalam berkiprah, sehingga tidak sampai kena ranjau pemeriksaan Aswas dan jika terbukti dikenakan penalti. Sebaliknya, jika warga Adhyaksa berprestasi dan berdedikasi tinggi untuk institusinya maka cepat atau lambat reward akan menghampirinya. Pepatah mengatakan De  mens  is  scheppen van zijn hemel en hel, artinya manusia itu sendirilah yang menciptakan surga dan neraka (Sjech R. Hadiwidjojo).

Widyopramono, Kepala Kejaksaaan Tinggi Jawa Tengah
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 20 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan