Suap ke DPR; Ajukan Banding, Endin Nilai KPK Mendua

Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi kepada anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999- 2004, Endin AJ Soefihara. Pada tiga terdakwa lain, juga mantan anggota DPR, KPK tak banding.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Senin (24/5) di Jakarta, alasan mengajukan banding adalah vonis terhadap Endin jauh di bawah tuntutan jaksa dari KPK. Selain itu, disparitas vonis terhadap Endin dengan tiga terdakwa lain, yakni Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/ Polri), terlalu jauh.

Secara terpisah, Selasa di Jakarta, Endin memastikan tidak mengajukan banding atas putusan pengadilan. Namun, ia menilai sikap KPK yang mengajukan banding atas putusan itu sebagai mendua (double standard).

Menurut Endin, ia tak pernah menerima cek perjalanan Rp 1,5 miliar, seperti didakwakan jaksa. Dia hanya menerima amplop tertutup dan meneruskan kepada anggota DPR lainnya. ”KPK juga mendua untuk penerima lainnya sebab sampai saat ini hanya kami berempat yang diadili,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, keempat mantan anggota DPR itu dinyatakan terbukti bersalah menerima cek perjalanan yang patut diduga terkait pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Endin (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) dihukum satu tahun tiga bulan penjara, Hamka (2,5 tahun), serta Dudhie dan Udju masing-masing dipidana dua tahun penjara.

Meski empat penerima cek dihukum, Direktur PT Wahana Esa Sejati Arie Malangjudo dan pemilik PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti, yang diduga memberikan cek, masih melenggang.

Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, banding KPK itu normatif. Namun, lebih penting dari itu, KPK harus menyeret pelaku lain, pemberi atau anggota DPR lain yang turut menikmati cek perjalanan tersebut.

Topane Gayus Lumbuun, anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR, menilai, putusan dalam kasus pemberian cek perjalanan kepada anggota DPR itu tak berdasarkan fakta persidangan yang lengkap dan tak sistematis. Pemberi suap aktif tidak diperiksa. (why/tra)
Sumber: Kompas, 26 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan