Strategi Polri agar Publik Tidak Usik Radja Erizman

Jenderal Kasus Gayus Dimutasi Jadi Staf Ahli

Karir Brigjen Radja Erizman di bidang reserse ekonomi berakhir. Direktur II Ekonomi Khusus Mabes Polri itu kemarin (8/6) resmi dimutasi menjadi staf ahli Kapolri. Radja akan digantikan Kombes Arief Sulistyanto yang sebelumnya menjabat koordinator sekretaris pribadi Kapolri.

Mutasi Radja itu seiring dengan mutasi puluhan perwira di lingkungan Polri berdasar telegram Kapolri Nomor STR/443/VI/2010 tertanggal 8 Juni 2010. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menjelaskan, mutasi tersebut rutin dilakukan dalam rangka penyegaran. ''Itu biasa karena banyak yang memasuki masa pensiun,'' katanya.

Radja Erizman adalah perwira tinggi angkatan 1985 yang sudah berpangkat brigjen pada usia 48 tahun. Dia pernah menjabat Kasatserse Umum Polda Metro Jaya (2002) de­ngan pangkat AKBP. Lalu, Kapolres Metro Depok (2003).

Setelah menjabat Kanit V Direktorat Tipiter Bareskrim (2006), Radja menjabat direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya (2008), jabatan bergengsi yang diberikan kepada perwira-perwira yang akan dipromosikan.

Radja ditarik menjadi wakil direktur III Korupsi dan White Collar Crime Bareskrim pada 14 Juli 2009 sampai 17 Oktober 2009. Setelah itu, dia dipromosikan menjadi direktur II ekonomi khusus menggantikan Brigjen Edmon Ilyas. Saat kasus Gayus terbongkar, nama Radja disebut-sebut oleh Susno Duadji. Kepada wartawan, Radja bersumpah tidak tahu-menahu perkara Gayus dan tidak menerima suap.

Namun, Radja tak hanya dituding Susno. Penyidik kasus Gayus, Kompol Muhammad Arafat Enanie menuding Radja ikut menerima uang dari Gayus. Menurut dia, Radja dituding menerima uang dari Haposan.

Arafat menjelaskan, penyidik Kombespol Eko Budi Sampurna telah menerima uang dari pengacara Haposan Hutagalung. Uang itu dititipkan Haposan ke Direktur II Ekonomi Khusus Brigjen Pol Radja Erizman.

''Haposan bilang, sudahlah, saya titip ke Pak Radja saja. Haposan mengatakan USD 50.000 (sekitar Rp 455 juta) akan dititipkan ke Pak Radja,'' ungkap Arafat dalam sidang kode etik terbuka Mei lalu. Namun, dia tak mengetahui pasti jumlah dana yang akan diberikan.

Haposan menghadap staf Radja, Kombespol Eko Budi Sampurna, dan menyerahkan uang di ruangan Unit III Bareskrim. Tak lama setelah keluar ruangan, Eko mengatakan kepada Arafat bahwa dirinya tidak menerima uang dari Haposan.

Setelah mendengar ucapan Eko, Arafat berinisiatif menghubungi Haposan untuk menanyakan kebenarannya. Haposan pun mengajak bertemu di Hotel Ambhara, Blok M. Dalam pertemuan itu, Haposan menyatakan uang yang akan diberikan bukan Rp 50 juta, tapi USD 50.000. ''Salah dia. Bukan Rp 50 juta, tapi USD 50.000. Nanti saya titipkan saja ke Pak Radja,'' kata Arafat menirukan Haposan.

Radja juga pernah diperiksa secara internal oleh Divisi Propam Mabes Polri bersama Brigjen Edmond Ilyas. Edmond lebih dulu dinonaktifkan sebagai perwira tinggi nonjob dan dicopot dari jabatan Kapolda Lampung.

Sebelumnya, sumber Jawa Pos pernah membisikkan bahwa Radja akan dimutasi karena Kapolri ingin memberikan rasa keadilan dan contoh bagi seluruh perwira (JP, 23 Mei 2010).

Posisi Radja yang dimutasi menjadi staf ahli Kapolri itu jauh lebih baik daripada Edmond yang nonjob. Bahkan, posisi staf ahli bisa berpeluang menjabat lagi dengan posisi yang lebih strategis. Sebelum menjabat Kabareskrim, Komjen Ito Sumardi juga pernah menjadi staf ahli Kapolri.

Apalagi jika dibanding perlakuan terhadap Susno. Meski menjadi whistle blower, Susno justru ditahan dengan kasus-kasus lain. Sementara itu, Radja hingga kini belum pernah diperiksa tim penyidik independen dalam kaitan kasus Gayus.

Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, penyidik memang sulit menjerat Radja dalam kasus dugaan tindak pidana. Sebab, bukti yang dimiliki hanya pengakuan pihak-pihak yang mengklaim mengalirkan dana ke Radja. ''Satu-satunya kesalahan yang bisa dibuktikan hanyalah membuka blokir rekening Gayus. Namun, untuk sampai delik pidana itu pun sulit,'' ujar sumber Jawa Pos.

Kecuali, pembukaan blokir tersebut didasarkan imbalan tertentu. ''Itulah yang belum bisa dibuktikan. Tidak ada transaksi, tidak ada saksi. Yang ada pengakuan para tersangka yang lain,'' katanya.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta Sanusi Pane menilai, mutasi itu hanya merupakan strategi Polri agar publik tidak mengusik lagi Radja. ''Dilihat dari sisi keadilan, memang sangat tidak adil. Apalagi kalau dibanding Pak Susno,'' tegasnya.

Seharusnya Radja dinonaktifkan dan disidang kode etik secara terbuka. ''Sampai sekarang, yang terbuka baru Kompol Arafat. Itu pun tidak semua keterangannya ditindaklanjuti,'' ujar penulis buku Jangan Bosan Kritik Polisi tersebut.

Padahal, jelas-jelas Arafat menyebut nama Radja dalam pengakuan terbuka. ''Pertanyaannya, apakah sudah ada pemeriksaan terhadap Radja? Ataukah memang dia diistimewakan?'' katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Kadivhumas Edward Aritonang menuturkan, meski Radja sudah dimutasi, penyelidikan internal tetap berjalan. Termasuk sidang kode etik secara internal di propam. ''Proses kode etik secara profesi terus, statusnya terperiksa,'' tegas jenderal berbintang dua tersebut.

Selain Radja, beberapa jabatan strategis juga berganti. Misalnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono ditarik menjadi kepala Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri menggantikan Irjen Saleh Saaf yang memasuki masa pensiun. Jabatan Kapolda Metro Jaya akan diisi Kapolda Jawa Barat Irjen Timur Pradopo.

Edward menjelaskan, pengusutan kasus Gayus, terutama terkait keterlibatan jaksa-jaksa, akan berlanjut. Pekan ini, penyidik sudah menjadwalkan pemeriksaan. ''Diagendakan hari Jumat,'' ujarnya.

Radja hingga tadi malam pukul 22.00 belum bisa dikonfirmasi seputar pencopotan tersebut. Seorang staf di Direktorat II Ekonomi Khusus menjelaskan bahwa Radja sedang di luar Jakarta. Ponsel jenderal berbintang satu itu juga tidak aktif.

Di bagian lain, keinginan tim penyidik independen untuk mendapatkan salinan pemeriksaan internal kejaksaan terhadap Cirus Sinaga dan Poltak Manulang direspons positif Kejaksaan Agung. ''Kalau dibutuhkan, tidak ada persoalan (penyidik memperolehnya),'' ujar Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy kemarin (8/6).

Namun, kata dia, objek pemeriksaan jajaran pengawasan dan penyidik Polri sebenarnya berbeda. Jajaran pengawasan memeriksa aspek pelanggaran administrasi, sedangkan penyidik pada aspek pelanggaran pidana. ''Itu berbeda objek,'' jelas mantan kepala Kejaksaan Tinggi Jatim tersebut.

Penyidik Polri membutuhkan salinan pemeriksaan internal tersebut sebagai alat bukti tambahan tentang keterlibatan dua jaksa senior itu dalam menangani kasus Gayus. Hasil pemeriksaan pengawasan menunjukkan ketidakcermatan dalam penanganan perkara Gayus sejak tahap prapenuntutan hingga tahap penuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang.

Misalnya, tidak menindaklanjuti perkara korupsi dalam berkas perkara Gayus dan ketidaktepatan dalam merumuskan dakwaan. Menurut JAM Was yang saat itu masih dijabat Hamzah Tadja, ketidakcermatan tersebut merupakan kesengajaan. ''Tapi, kami belum tahu apa motivasinya,'' kata Hamzah kala itu. Akibatnya, keduanya dikenai sanksi pembebasan dari jabatan struktural.

Di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari mengungkapkan, saat ini pemeriksaan jaksa Cirus dan Poltak tinggal menunggu jadwal dari penyidik. Apakah ada pendampingan atau bantuan hukum dari kejaksaan? ''Soal pendampingan itu dari PJI (Persatuan Jaksa Indonesia). Nanti ditunjuk seorang anggota dari bidang advokasi,'' ucapnya di Gedung Bundar, Kejagung.

Terkait dengan tugas Cirus dalam kasus Antasari Azhar, Amari menjelaskan bahwa tugas Cirus telah rampung, meski saat ini masih menunggu putusan banding dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tugas Cirus sebagai penuntut umum sudah dilakukan saat sidang. ''Kalau (mengajukan) upaya hukum yang lain, bukan atas nama penuntut umum, tapi jaksa,'' ujar mantan JAM Intelijen itu. Artinya, jika akan dilakukan upaya hukum atas putusan banding, hal itu bisa dilakukan jaksa lain.

Di bagian lain, Avian Tumengkol, staf pribadi dan juru bicara Susno, mempertanyakan sikap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang tiba-tiba melunak drastis setelah bertemu tim Mabes Polri. ''Padahal, Pak Susno sudah tanda tangan perjanjian untuk perlindungan,'' tegasnya setelah menjenguk Susno kemarin.

Keluarga semakin yakin bahwa Susno dizalimi karena punya posisi terkuat sebagai Kapolri menggantikan Bambang Hendarso Danuri yang pensiun Oktober mendatang. ''Sudah ada dokumen internal dari Mabes Polri yang menyebut bahwa Pak Susno memang jadi calon terkuat. Kenapa itu dibantah?'' katanya.

Suami mantan presenter Meutya Hafid itu menyebut Susno punya data-data yang bila diungkap akan membahayakan karir rival-rivalnya. ''Karena itulah Pak Susno dikriminalisasi. Dicari-cari kesalahannya,'' tegasnya. (rdl/fal/zul/jpnn/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 9 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan