Stimulus Efektivitas APBD

PIDATO Presiden SBY ketika menyampaikan keterangan atas RUU RAPBN 2012 beserta nota keuangannya di depan rapat paripurna DPR pada 16 Agustus 2011 menyebutkan bahwa  upaya meningkatkan kualitas belanja kementerian dan lembaga, sekaligus meningkatkan manajemen pengelolaan keuangan negara, dalam tahun 2012 pihaknya akan menerapkan secara penuh penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah.

Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran, mulai tahun ini diterapkan kebijakan pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi, atas pelaksanaan anggaran belanja kementerian dan lembaga tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, akan membangun sistem evaluasi kinerja penganggaran.

Sejalan dengan arah kebijakan dan penentuan prioritas anggaran belanja kementerian dan lembaga, dalam RAPBN 2012, alokasi anggaran belanja modal direncanakan mencapai Rp168,1 triliun, naik Rp 27,2 triliun atau 19,3% dari APBN-P 2011. Peningkatan anggaran belanja modal yang makin tinggi, diarahkan untuk menunjang pembangunan infrastruktur, termasuk infrastruktur energi, ketahanan pangan, dan komunikasi, sebagai bagian dari upaya mendukung pengembangan dan peningkatan keterhubungan antarwilayah.

Dalam RAPBN 2012, anggaran subsidi direncanakan Rp208,9 triliun. Jumlah ini turun Rp 28,3 triliun dari beban anggaran subsidi dalam APBN-P 2011 sebesar Rp 237,2 triliun.

Anggaran sebesar itu akan dialokasikan untuk subsidi BBM Rp 123,6 triliun, subsidi listrik Rp 45 triliun; dan subsidi nonenergi Rp 40,3 triliun. Subsidi nonenergi terdiri atas subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan publik, serta subsidi bunga kredit program dan subsidi pajak.

Ada satu hal yang patut dicermati terkait dengan pengelolaan di level pemerintah daerah (pemda). Presiden menyampaikan bahwa ia banyak mendapat laporan bahwa pengelolaan APBD di berbagai daerah masih belum efektif. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh alokasi belanja pegawai yang terus meningkat, sebaliknya porsi belanja modal untuk pembangunan daerah justru menurun. Peningkatan porsi belanja pegawai dalam APBD berkaitan erat dengan terjadinya penambahan dan pengangkatan PNS di daerah tiap tahun, yang dalam banyak kasus, tidak sesuai dengan kompetensi dan keperluannya.

Peningkatan Efektivitas
Yang memprihatinkan, sebagian belanja modal digunakan untuk pembangunan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan pembelanjaan lain yang tidak tepat. Seharusnya, belanja modal digunakan untuk pembangunan infrastruktur, misalnya jalan dan jembatan. Kebijakan moratorium pengangkatan PNS daerah dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran di daerah. Sebaliknya, belanja yang lebih produktif, seperti belanja modal atau infrastruktur harus diberikan porsi lebih besar dan diprioritaskan.

Presiden menyampaikan instruksi kepada kepala daerah untuk memperbaiki postur APBD tanpa menyampaikan reward stimulus secara riil, utamanya kepada pelaku kebijakan yaitu PNS daerah bukan guru sebagai motor penggerak pelayanan publik, misalnya remunerasi. Terkait reward stimulus kepada PNS daerah, pemerintah merencanakan alokasi dana tunjangan profesi guru PNS daerah Rp 30,6 triliun, yang berarti naik Rp 12,1 triliun atau lebih dari 65% dari pagu APBN-P 2011.

Untuk memenuhi kebijakan perbaikan pendapatan guru PNS daerah menjadi minimal Rp 2 juta per bulan, pemerintah juga tetap menyediakan anggaran untuk tunjangan tambahan penghasilan guru PNS daerah yang belum memperoleh tunjangan profesi guru, yang keseluruhannya mencapai Rp. 2,9 triliun. Pertanyaannya adalah reward stimulus apa yang diberikan untuk PNS daerah yang bukan guru agar berkontribusi dalam rangka peningkatan efektivitas APBD dan kinerja pelayanan publik di daerah?

Entah bentuknya remunerasi atau apa pastinya patut dipertimbangkan agar pemda mampu bekerja lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif, sehingga APBD lebih baik bukan hanya dari segi postur melainkan juga segi efisiensi dan efektivitasnya, termasuk meminimalisasi kebocoran.

 Pasalnya, ada kesan selama ini PNS daerah bekerja dalam bayang-bayang punishment yang mengelilingi semua bentuk kebijakan tanpa reward remunerasi seperti PNS di lembaga birokrasi lain ataupun reward dalam bentuk sertifikasi untuk guru dan dosen. (10)

Eko Budiono, alumnus Fakultas Ekonomi Undip, PNS Pemkab Kebumen
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 3 September 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan