Sekolah Antikorupsi untuk Cegah Regenerasi Koruptor

Kehadiran lembaga-lembaga yang mengakomodasi gerakan pemberantasan korupsi di kalangan generasi muda sangat diperlukan untuk menghadapi regenerasi koruptor yang semakin merajalela di Indonesia.

Meski dalam 10 tahun terakhir ini telah lahir sejumlah lembaga yang berupaya memberantas korupsi, hasilnya masih jauh dari harapan. Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2012 melaporkan 10 kasus korupsi kepada aparat penegak hukum, tetapi baru empat kasus yang tertangani. Salah satunya adalah kasus pengadaan simulator surat izin mengemudi di Polri.

Hal ini yang melatarbelakangi ICW membuka Sekolah Antikorupsi (Sakti), Senin (24/6). Saat ini, sekolah ini merekrut 22 anak muda dari sejumlah daerah di Indonesia. Mereka akan dibina untuk mengetahui instrumen antikorupsi dan menggunakan keahlian khusus dalam pemberantasan korupsi di berbagai sektor.

”Upaya ini adalah sebuah kesadaran sejarah dari ICW dan anak-anak muda di daerah-daerah dengan makna yang jelas sehingga mampu menangkap korupsi sebagai musuh bersama,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas.

Menurut Busyro, kehadiran lembaga tersebut akan membantu KPK yang masih kekurangan tenaga. ”Jumlah tenaga di KPK baru mencapai 744 orang. Idealnya kami membutuhkan 2.500 tenaga,” ucapnya.

Busyro menambahkan, hadirnya gerakan edukasi antikorupsi akan mampu mengisi minimnya pusat-pusat riset pengkajian pencegahan dan pemberantasan korupsi di setiap universitas secara komprehensif. ”Universitas adalah kumpulan masyarakat demokratis yang memiliki kekuatan peradaban. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang salah satu kriterianya memiliki latar belakang antikorupsi,” katanya.

Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, pihaknya menyadari, partisipasi masyarakat untuk mencegah korupsi akan lebih efektif jika masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai soal isu-isu korupsi.

Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, saat dihubungi menuturkan, inisiasi ICW cukup untuk memutus lingkaran korupsi. Namun, diperlukan langkah yang lebih cepat dan sistematis. Dia menyebutkan, ada dua cara yang perlu dilakukan secara simultan untuk memutus mata rantai regenerasi koruptor.

”Pertama, kerangka politiknya dilakukan dengan mendesak agenda perbaikan perundang-undangan, baik UU Parpol, UU Pemilu Legislatif, UU Pilpres, dan RUU Pilkada. Langkah kedua, harus dilakukan pendidikan bagi para pemilih agar memilih calon yang memiliki integritas baik,” papar Burhanuddin.

Direktur Reform Institute Yudi Latif menilai, pembudayaan gerakan antikorupsi yang dilakukan ICW sangat positif. Namun, upaya tersebut masih terkesan normatif karena sudah diajarkan dalam aturan keagamaan dan institusi pendidikan.

”Persoalan korupsi harus dipandang secara kultural, yang meliputi kesalahan institusional,” katanya. Menurut Yudi, Kesalahan institusional disebabkan gagalnya lembaga demokrasi menyusun regulasi yang membatasi dan mengawasi dana kampanye para calon. (k06)

Penulis :     Fabio Lopes
Editor : Caroline Damanik

Sumber: Kompas.com, Selasa, 25 Juni 2013 | 09:27 WIB

-----------

22 Siswa Ikuti Sekolah Antikorupsi

Sebanyak 22 siswa yang terdiri dari berbagai latar belakang ikuti kegiatan sekolah antikorupsi. Seluruh siswa yang tergabung dengan sekolah antikorupsi diberikan pemahaman tentang korupsi di berbagai bidang beserta cara pencegahannya.

Kepala Sekolah Antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, menjelaskan, tujuan diadakannya sekolah antikorupsi semata-mata untuk mencari regenerasi aktivis antikorupsi.

Keberadaan aktivis yang semakin sedikit, sebaliknya praktik korupsi yang semakin masif membuat ICW perlu memanggil kader-kader terbaik di daerah.

"Kita berharap para lulusan sekolah ini akan menjadi simpul-simpul antikorupsi di daerah. Dan kita berharap mereka juga menjadi bagian dari jaringan aktivis antikorupsi," kata Danang.

Sekolah antikorupsi merupakan kegiatan yang pertama kali digelar. Seluruh siswa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan berusia kurang dari 25 tahun, menjadi angkatan pertama.

Mereka (siswa) terpilih dari ribuan orang yang mendaftar melalui proses seleksi daftar riwayat hidup dan makalah. Seluruh siswa ikuti kegiatan sekolah antikorupsi di Megamendung, Bogor.

Domisili siswa diambil dan tersebar dari berbagai daerah. Mulai dari Aceh, Medan, Padang, Jawa, Makassar, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sekolah antikorupsi hanya berlangsung selama 11 hari, yang dilaksanakan mulai 24 Juni hingga 4 Juli 2013. Selama 11 hari, siswa akan diberikan pemahaman tentang korupsi dan pencegahannya.

Untuk menumbuhkan jiwa dan semangat antikorupsi, siswa juga akan diajak untuk mengunjungi instansi penegak hukum. Di akhir masa sekolah, akan dipilih dua siswa terbaik untuk menjalani magang di ICW.

Sebelumnya, pendaftaran sekolah dibuka secara online. Formulir pendaftaran diunduh di website resmi ICW dengan tautan antikorupsi.org/id/form/sakti-2013. Masa pendaftaran berlangsung dari 6 – 28 Mei 2013. Para peserta yang lolos diumumkan pada 3 Juni 2013 lalu.

Penulis: Y-7/FMB

Sumber:Suara Pembaruan,  Senin, 24 Juni 2013 | 23:47
--------------
ICW Gelar Sekolah Anti-Korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) resmi menggelar Sekolah Anti Korupsi (Sakti) Senin (24/6). Koordinator Sakti, Danang Widoyoko mengatakan penyelenggaraan Sakti dimulai Senin (24/6) hingga Kamis (4/7) di Puncak, Jawa Barat (Jabar).

"Selama sebelas hari 20 orang peserta yang berasal dari seluruh Indonesia dan berhasil lolos seleksi ini akan mengikuti pendidikan anti korupsi," kata Danang pada pembukaan Sekolah Anti-Korupsi (Sakti) di kantor ICW, Jakarta, Senin (24/6).

Menurut Danang dalam Sakti, selain para peserta akan diberi pengetahuan mengenai instrumen anti korupsi dan praktik korupsi di berbagai sektor, mereka akan dilatih untuk menggunakan instrumen antikorupsi dan dilatih keahlian khusus dalam melakukan kegiatan pemberantasan korupsi, serta dilatih agar mampu melakukan investigasi dan advokasi pemberantasan korupsi.

"Singkatnya, para peserta Sakti disiapkan agar menjadi agen-agen baru antikorupsi," kata dia.

Danang menuturkan nantinya dua peserta terbaik dari Sakti akan direkrut ICW sebagai pekerja magang di ICW. Ia pun mengungkapkan beberapa topik dalam kurikulum Sakti di antaranya problem hukum dalam pemberantasan korupsi, gerakan sosial anti korupsi, situasi politik jelang pemilu, analisis anggaran, investigasi, keterbukaan informasi publik, korupsi dan gender, serta strategi kampanye antikorupsi.

Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan yaitu dengan metode partisipatoris dimana peserta diajak terlibat aktif pada setiap aktivitas Sakti. "Selain mempelajari teori, diskusi, dan presentasi, peserta akan diajak berkunjung ke kantor-kantor lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi," kata Danang.

Lebih lanjut Danang menjelaskan sejak awal Sakti dirancang atas dasar kesadaran korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan mewabahi semua aspek kehidupan berbangsa. Masyarakat sadar atau tidak telah menjadi korban tindak korupsi.

Oleh sebab itu, kata dia, perlu ada peningkatan pengetahuan dan keahlian di bidang anti korupsi kepada masyarakat terutama generasi muda salah satunya melalui Sakti.

Danang menambahkan instruktur pelatih dalam pendidikan antikorupsi yang menghabiskan dana kurang lebih sebesar Rp 190 juta ini terdiri dari para pengurus ICW. Dana pelatihan, kata dia, didapatkan dari donasi publik.

"Ada ribuan donatur yang menyumbangkan untuk pelaksanaan Sakti ini. Di samping dari peserta kami tetapkan biaya Rp 500 ribu untuk biaya pelatihan 11 hari dan sebagai bentuk keseriusan para peserta," katanya.

Danang berharap pascadiselenggarakannya Sakti akan lahir aktivis ICW baru atau terbentuknya jaringan gerakan antikorupsi.

Sementara itu, hadir dalam pembukaan Sakti Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. Dalam paparannya mantan Ketua Komisi Yudisial RI ini mengatakan agar para peserta tidak mengejar hidup mewah jika memilih untuk memberantas korupsi di Indonesia.

"Jika kalian memilih jalan untuk memberantas korupsi, pilihlah jalan hidup yang bersahaja. Jangan glamour," pesannya.

Ia pun menuturkan tidak satu pun sektor di Indonesia yang tidak dikorupsi. Menurut dia, peta korupsi Indonesia ada pada sektor penerimaan non pajak, belanja barang dan jasa, bantuan sosial, pungutan daerah, DAU/ DAK/ Dekonsentrasi, penerimaan pajak.

"Peta korupsi Indonesia semakin sinergis dan sistemik dan telah membajak harkat kemanusiaan. Korupsi bertentangan agama tapi pelakunya tidak merasa melanggar ajaran agama," kata dia.

Reporter : Fenny Melisa   
Redaktur : Djibril Muhammad

Sumber: Republika, 24 June 2013, 22:22 WIB
---------------
Sekolah Antikorupsi Layaknya Sekolah Biasa

Para peserta Sekolah Anti Korupsi (Sakti) yang mengenyam pendidikan antikorupsi selama 11 hari akan dididik layaknya seperti belajar biasa dengan kurikulum dan metode yang ada.

Sakti menggunakan metode partisipatoris, yaitu metode belajar. Peserta diajak terlibat aktif pada setiap aktivitas Sakti. Selain mempelajari teori, diskusi, dan presentasi, peserta akan diajak berkunjung ke kantor-kantor lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi.

"Sejak awal, Sakti dirancang dengan kesadaran bahwa korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan mewabahi semua aspek kehidupan berbangsa. Masyarakat, sadar atau tidak, menjadi korban tindak korupsi," ungkap Pimpinan KPK Busyro Muqqodas, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2013).

Memberantas korupsi di Indonesia, Busyro melanjutkan, sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab dari penyelenggara negara, masyarakat bisa melakukan kontrol sosial terhadap korupsi.

"ICW menyadari bahwa partisipasi masyarakat akan lebih efektif jika masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai soal isu-isu korupsi," lanjutnya.

Dengan demikian, meski dalam sepuluh tahun terakhir telah lahir sejumlah lembaga yang berupaya memberantas korupsi, hasilnya masih jauh dari harapan dan belum sepenuhnya bisa dirasakan masyarakat. Upaya memberantas korupsi di Indonesia adalah perang panjang.

"Untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian di bidang antikorupsi kepada masyarakat sekaligus menyebarkan virus dan semangat antikorupsi dan mencetak generasi muda-kader antikorupsi, maka ICW berinisiatif untuk menyelenggarakan Sakti," pungkasnya. (ade-Rachmad Faisal Harahap - Okezone)

Sumber: Okezone.com, Senin, 24 Juni 2013 14:05 wib

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan