Republik Hancur-hancuran

Buruh minta bonus. Sebanyak 4.000 orang buruh PT Panasonic Manufacturing yang ngendon di Bogor mogok, sehingga produksi macet total. Para buruh menuntut bonus dua bulan gaji penuh supaya dibayarkan.

Pegawai minta sogok. Departemen Agama Nanggroe Aceh Darussalam minta uang pendaftaran sekitar Rp50.000 sampai Rp100.000 kepada setiap orang dari 2.000 orang lebih calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang melakukan registrasi ulang. Uang yang terkumpul bisa mencapai Rp100 juta sampai Rp250 juta untuk membayar gaji tiga orang karyawan yang mengurusinya.

Aparat minta rokok. Seorang pemulung yang dikenai wajib lapor seminggu sekali karena tersangkut tindakan pencurian, diharuskan menyetor rokok kepada aparat yang bertugas.

Aparat minta komisi Rp10 miliar. Sebuah bank di Jakarta melapor karena hampir kebobolan sekitar Rp170 miliar, 'ditantang' untuk berani membayar komisi sekitar Rp10 miliar kepada aparat jika berhasil menangkap penjahatnya.

Petugas Bea Cukai minta uang. Sebuah perusahaan diharuskan membayar sejumlah uang kepada lebih dari tiga orang petugas Bea Cukai yang mengurusi surat-surat perusahaan itu.

Kelaparan berlarut-larut. Masalah kelaparan di Lembata, Nusa Tenggara Timur, masih belum teratasi secara tuntas karena kondisi jalan yang mempersulit pengiriman bantuan.

Takut revolusi sosial. Putera Sampoerna dari PT HM Sampoerna yang menjual sahamnya, mengantongi uang tunai sekitar Rp18 triliun lebih dari Philip Morris International. Penjualan yang mengejutkan itu tidak karena dipicu oleh keuntungan yang merosot terus dari tahun ke tahun, melainkan situasi bangsa yang carut-marut bisa meletuskan revolusi sosial setiap saat.

Konflik DPR sontoloyo. Pertengkaran antaranggota DPR yang dihasut oleh kenaikan harga BBM bisa bikin macet daya kontrol mereka terhadap pemerintah. 'DPR sontoloyo!' teriak seseorang sehabis membaca koran yang memberitakannya.

Sopir taksi setor Rp30.000 setiap hari. Akibat kenaikan harga BBM mengharuskan setiap sopir taksi setor Rp30.000 setiap hari kepada SBY. Begitu celetuk setiap sopir taksi sambil terbahak. Jumlah uang itu yang seharusnya bisa dibawa pulang senilai 10 kg beras, terpaksa dibayarkan untuk mengejar harga bensin bagi taksi mereka.

Di mana-mana, rakyat antre minyak tanah dan air bersih. Distribusi minyak tanah dan air bersih yang seret menyebabkan harga minyak tanah dan air bersih melambung. Rakyat menangis.

Ali Sadikin masuk surga. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, 1966-1977, mendesak pemerintah untuk memberikan payung hukum bagi bisnis judi di Jakarta. Perkiraan tokoh berusia 78 tahun yang masih lantang dengan ide-idenya itu meski sudah menjadi rakyat biasa, dalam bisnis judi Jakarta bisa meraup Rp15 triliun per tahun. Dan itu sangat bermanfaat bagi rakyat miskin. Ali Sadikin bersedia dicemplungkan ke neraka demi ide judinya itu. Semoga Allah Yang Maha Kepujian mengaruniai surga Ali Sadikin sekeluarga turun-temurun karena masih terus memikirkan rakyat miskin yang sebenarnya sudah bukan menjadi tanggung jawabnya lagi.

Flu burung kembali mengganas. Jawa Barat dan Sulawesi Selatan kembali diserang flu burung. Sebanyak 24.000 ekor ayam mati. Seorang peternak dari Sulawesi Selatan minta kompensasi bagi ternaknya yang mati akibat flu burung itu, sebagaimana di Jawa para peternak mendapatkannya.

Pejabat, polisi, tentara, berdagang kayu. Ribuan batang kayu gelondongan penebangan liar (illegal logging) diamankan di Papua. Menjaring 47 orang tersangka dan 13 cukong Malaysia, pencurian kayu yang bernilai miliaran rupiah ini melibatkan pejabat, polisi, dan tentara.

Korupsi di DPRD, rebutan tender triliunan rupiah, rebutan Pulau Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, bom kembali meledak, perkelahian antarwarga, demonstrasi mahasiswa yang setiap hari terjadi menentang kenaikan harga BBM, korupsi terus menggerogoti bahkan Jakarta dinyatakan sebagai kota terkorup, semua itu menyebabkan keadaan kacau-balau.

Betapa menyedihkan, pemerintahan Indonesia Bersatu menjadi republik hancur-hancuran. Dari segi mana saja, Indonesia Bersatu sedikit pun tak mampu mengesankan sebuah pemerintahan yang baik. Rakyat miskin, mahasiswa, para cendekiawan, tak mendapat sinyal harapan dari pemerintah. Dengan kenaikan harga BBM, jumlah rakyat miskin ternyata bertambah. Bahkan di daerah yang memiliki kekayaan alam melimpah seperti Papua dan Kalimantan Timur, jumlah warga miskin cukup tinggi.

Ketika kebutuhan dasar rakyat tak terpenuhi, tak ada artinya lagi kita berbicara tentang hukum sebagai panglima dan keadilan sebagai landasan kerja. Rakyat miskin sampai mendirikan bangunan tempat tinggal di tengah jalan tol karena ganti rugi tanah belum beres. Jika sudah mentok seperti ini, ke mana keadilan dicari. Para pejuang keadilan sampai baku mulut di tempat terhormat mencoba memperjuangkan keadilan bagi rakyat, namun tak membuahkan hasil. Di mana-mana rakyat menangis, namun para eksekutif, legislatif, dan yudikatif, saling berebut meminta tambahan fasilitas.

Para menteri yang dulu melakukan sidak (inspeksi mendadak) di pusat-pusat paling rawan gangguan, demi mempermudah urusan kesejahteraan rakyat, tak meninggalkan bekasnya sama sekali. Artinya, keperkasaan kekuasaan yang diembannya itu jangankan menghapus ketidakadilan tak juga mampu mengurangi kejahatan.

Rakyat di satu pihak menjadi lebih sengsara hidupnya, di sisi lain dijadikan komoditas oleh siapa saja yang berkesempatan. Di mana-mana telah berdiri 'pasar kaget' dengan barang dagangan rakyat jelata.

Sampai Abdul Munir Mulkhan, seorang cendekiawan dari UIN Sunan Kalijaga, Yogya, yang produktif menulis esai, mengharapkan munculnya Semar. Menurut pandangannya, Semar di sini adalah seorang Imam Mahdi yang sanggup menolong bangsa dan mengangkatnya ke taraf yang mulia.(Danarto; Budayawan)

Tulisan ini diambil dari Media Indonesia, 26 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan