Publik Sulit Mengetahui Penggunaan Anggaran

Meski berisi tentang proyek dan program yang terkait dengan masyarakat, masyarakat masih sulit mengakses daftar isian pelaksanaan anggaran. Pemerintah masih merasa sebagai satu-satunya agen pembangunan.

”Belum ada perubahan paradigma. Kementerian dan lembaga tidak sadar, pembangunan tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri,” ujar Wicaksono Sarosa, Direktur Eksekutif Kemitraan, di Jakarta, Rabu (1/12).

Kemitraan adalah lembaga swadaya masyarakat, yang bersama Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendapat pendanaan dari USAID untuk melakukan uji akses.

Uji akses Sekretariat Nasional Fitra menunjukkan, dari 69 badan publik, 81 persen atau 56 badan tak merespons permintaan dokumen DIPA yang disampaikan Fitra. Hanya 13 badan publik yang langsung merespons.

Padahal, kata peneliti Divisi Pusat Sumber Daya, Seknas Fitra, M Maulana, permintaan dilakukan resmi dan prosedural.

Setelah Fitra mengajukan keberatan, dari 56 badan yang semula tidak merespons, 15 badan akhirnya merespons. Namun, hanya 15 badan publik yang benar-benar memberikan DIPA.

”Justru BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Kementerian Keuangan yang tak merespons dan tak memberikan DIPA. Mereka beranggapan dokumen DIPA tidak boleh diserahkan kepada publik karena bisa disalahgunakan,” kata Maulana.

Menanggapi hal itu, Sekjen Kementerian Keuangan Mulia P Nasution mengatakan, untuk memenuhi permintaan Fitra, Biro Humas Kementerian Keuangan sedang mempersiapkan surat untuk menyampaikan informasi tentang anggaran belanja Kementerian Keuangan.

Fitra memaparkan, dari badan publik yang menolak, ada beberapa yang memberikan ”catatan aneh”. Catatan itu antara lain dokumen DIPA tidak ada di kementerian itu, tetapi di Kementerian Keuangan atau sudah berkonsultasi dengan BPK serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Bahkan, ada yang memberikan dalam bentuk perangkat lunak, tetapi tak dilengkapi kata kunci untuk membuka dokumen.

”Hanya Kementerian Perhubungan yang mengirimkan DIPA satu hari setelah permintaan disampaikan, dan sangat efisien, melalui e-mail,” kata Maulana.

Hanya KPK, badan yudikatif yang memberikan DIPA-nya.

Menurut Walter North, Direktur Misi Agency for International Development USAID, cara terbaik menekan perilaku buruk pemerintah adalah dengan adanya akses publik ke informasi. Tanpa informasi, publik tak tahu apa yang dilakukan pemerintah. (OIN)
Sumber: Kompas, 2 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan