Proyek Vaksin Nazar Diduga Penuh Masalah

Proyek pengadaan peralatan vaksin flu burung antara Kementerian Kesehatan dan PT Anugrah Nusantara diduga bermasalah. Kejanggalan dan pelanggaran terjadi dalam proyek senilai Rp 718 miliar itu. Misalnya, adanya subkontrak dalam proyek pada 2009 itu. Padahal dalam kontrak kerja disebutkan proyek vaksin tidak boleh disubkontrakkan.

Bekas pejabat pembuat komitmen proyek vaksin flu burung, Tunggul Sihombing, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran subkontrak itu ke Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. "Saya sudah lapor ke Irjen (Inspektorat Jenderal)," kata Tunggul saat ditemui Senin lalu. Namun, anehnya, dia baru mengetahui proyek itu disubkontrakkan setelah ditunjukkan dokumen itu kepadanya.

PT Anugrah Nusantara, salah satu perusahaan yang dimiliki bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, menang tender proyek vaksin flu burung. Kontrak kerja diteken antara Tunggul, mewakili Kementerian Kesehatan, dan Amin Andoko, Direktur PT Anugrah. Namun, dari dokumen yang diperoleh Tempo, proyek itu diduga disubkontrakkan ke sejumlah perusahaan. Yakni, PT Hadi Putri Kartika Paqsi senilai Rp 16 miliar, PT Pandu Anugrah Analitika Rp 2,1 miliar, serta PT Global Haditech senilai US$ 4,7 juta.

Menurut penelusuran Tempo, perusahaan subkontrak itu bukanlah perusahaan pengadaan alat kesehatan. Misalnya, PT Hadi, yang berlokasi di Jalan Karet Jaya 1 Nomor 9, Jalan Raya Mauk km 7, Tangerang, merupakan perusahaan furnitur khusus membuat kitchen set (alat dapur). Demikian pula PT Global Haditech. Perusahaan yang berkantor di Jatibening, Kota Bekasi, itu penyuplai alat-alat pertambangan. "Supplier-nya Pertamina," ujar Bambang Setyabudhi, warga yang tinggal di dekat kantor PT Global, saat ditemui Senin lalu.

Keberadaan Amin Andoko pun tidak diketahui. Disambangi ke rumahnya di Jalan Lumba-lumba Nomor 8 RT 03 RW 06 Perumahan Kunciran Mas Permai, Tangerang, warga sekitar menyatakan Amin tidak pernah menempati rumah itu.

Tapi Tunggul mengatakan mengenal Amin. "Terakhir ketemu dia sebulan lalu," ujarnya. Tapi dia menolak memberitahukan alamat tempat tinggal Amin ataupun alamat kantor PT Anugrah. Tunggul menegaskan, PT Anugrah menang tender berdasarkan keputusan tim panitia pelaksana. Dia juga menegaskan proyek itu bukanlah proyek gelap. "Saya siap diaudit internal maupun eksternal."

Bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku tak tahu proses penunjukan langsung PT Anugrah. "Saya sampai bertanya-tanya ke orang-orang Kemenkes (Kementerian Kesehatan), ini proyek yang mana? Dan apakah saat itu penunjukan langsung atau tidak. Itu sedang saya cari tahu," ujarnya, Jumat lalu.| RINA WIDIASTUTI | JONIANSYAH | HAMLUDDIN | ISMA SAVITRI | SUKMA
----------
Pertemuan Tiga Perempuan Seputar Nazar

DUA perempuan bercadar hitam perlahan mendekati Mindo Rosalina Manulang. Perlahan, tabir kain hitam penutup wajah keduanya dilepaskan. Melihat kedua wajah itu, Rosa berkata lirih dan bibirnya bergetar. "Benar, Yang Mulia," Rosa menjawab singkat pertanyaan hakim Suwidya.

Pertemuan ketiganya bukanlah di tempat dan dalam kondisi yang menyenangkan. Mata Rosa pun berkaca-kaca. Kedua sosok di depannya itu tak lain adalah Yulianis dan Oktarina Fury. Keduanya karib Rosalina di Grup Permai, perusahaan Nazaruddin yang disebut menampung proyek-proyek pemerintah, salah satunya wisma atlet SEA Games XXVI Jakabaring, Sumatera Selatan. Proyek ini menjadi asal-muasal kasus yang menjerat Rosa, yakni dugaan suap.

Hakim pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, kemarin meminta keterangan Yulianis, Wakil Direktur Grup Permai; dan Oktarina Fury, anggota stafnya. Semasa masih sering bertemu dengan Rosa, keduanya belum mengenakan cadar.

Reuni Yulianis dan Rosa itu bermula saat pengacara Direktur PT Anak Negeri itu, Djufri Taufik, meminta majelis hakim mengizinkan Yulianis dan Oktarina membuka cadar selama memberi kesaksian. Suwidya memenuhinya. Namun Yulianis dan Oktarina menolak.

Suwidya pun meminta keduanya membuka cadar di depan Rosa, didampingi jaksa penuntut umum. Perintah itu dipatuhi Yulianis dan stafnya. Rosa berbicara sambil menahan tangis. Yulianis pun terisak.

Suwidya menanyakan alasan Yulianis ikut meneteskan air mata. "Kenapa menangis? Apa karena dulu teman dekat tapi sekarang duduk di tempat yang berbeda?" kata Suwidya. Hal itu dibenarkan Yulianis.

Keterangan Yulianis diperlukan untuk menjelaskan aliran dana perusahaan Nazaruddin di Grup Permai dan proyek wisma atlet di Palembang senilai Rp 191 miliar. Ia diduga tahu sejumlah aliran dana ke berbagai pihak.ISMA SAVITRI
--------
Duit Perusahaan Nazar Pernah Mengalir ke Demokrat
Perusahaan Muhammad Nazaruddin, Permai Group, pernah mencairkan dana kas perusahaannya untuk Partai Demokrat. Duit dialirkan dua kali, yakni sebesar US$ 400 ribu dan Rp 2 miliar. Duit itu hendak dipakai untuk "kepentingan 2010".

"Apakah tidak apa-apa saya buka di sini?" kata Wakil Direktur Permai Group Yulianis, sebelum menjawab kuasa hukum Rosa, Djufri Taufik, mengenai adanya aliran duit perusahaan Nazaruddin ke Partai Demokrat, dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta kemarin. "Ada yang ke Demokrat. Saya mengeluarkan uang dua kali, 400 ribu (dolar Amerika) dan yang kedua Rp 2 miliar."

Yulianis kemarin bersaksi dalam sidang terdakwa kasus wisma atlet Jakabaring, Mindo Rosalina Manulang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI. Menurut dia, uang sudah dikembalikan ke kas perusahaannya. "Uang dikembalikan lagi oleh partai. Ada tanda terimanya yang Bapak bisa lihat."

Ia tak menyebutkan kapan persisnya uang itu dikembalikan Demokrat. Hakim, jaksa, maupun kuasa hukum tak memerinci waktu kejadian dan siapa orang yang meminjam duit itu. Pada 2010, Partai Demokrat menggelar kongres di Bandung, yang akhirnya memunculkan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum. M. Nazaruddin dari persembunyiannya mengungkapkan, dana kongres itu sebesar Rp 50 miliar diambil dari proyek Stadion Hambalang.

Kuasa hukum Anas, Patra M. Zein, menegaskan bahwa Anas tak tahu ihwal kasus-kasus yang dituduhkan Nazaruddin, termasuk dalam proyek Hambalang. "Anas enggak tahu. Apa yang mau diterangkan?" kata dia di kantor Mahkamah Konstitusi. "Anas saja baru dengar soal Hambalang. Dari awal dia (Anas) jamin tidak terlibat korupsi itu."

Bukan hanya soal aliran dana ke Partai, Yulianis juga memerinci aliran dana ke politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, dan politikus PDI Perjuangan, I Wayan Koster. Kedua politikus DPR itu sering bertemu dengan Direktur PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dalam kaitan dengan penanganan proyek wisma atlet SEA Games XXVI, Jakabaring, Sumatera Selatan.

"Waktu itu dia (Rosa) mengajukan untuk mengambil uang (dari Permai Group ke DPR)," kata dia. "Uang itu untuk menggiring Grup Permai (mendapatkan proyek wisma atlet). Katanya untuk Angie dan Wayan."

Kesaksian Yulianis ini menguatkan tudingan Nazar. Saat dalam pelarian, ia menyebutkan adanya aliran duit ke anggota DPR, termasuk Angelina dan Koster.

Di kediamannya, Angelina menolak berkomentar. "Nanti saja, di Dewan Pimpinan Pusat, ada rapat jam 15.00," kata dia di pintu gerbang rumahnya. Namun, saat ditunggu di kantor Demokrat, Angelina tak terlihat. Koster akhir Juli lalu justru menuding Nazar menikmati aliran dana itu. "Enggak ada, Nazar juga kan di Senayan," kata dia, yang mengaku tak kenal Yulianis. "Nanti di persidangan saja kita dengarkan seperti apa."

Dalam sidang dengan terdakwa Mohammad El Idris, Yulianis kembali menegaskan pernah "belanja" sejumlah duit ke DPR. Belanja yang dimaksud adalah membayar di muka politikus Senayan guna memastikan proyek tetap dikontrol Grup Permai. Saat "berbelanja", Rosa dan Angelina menggunakan istilah "apel Malang" dan "apel Washington" dalam percakapan via layanan BlackBerry Messenger. Apel Malang untuk menyebut duit rupiah, dan apel Washington istilah bagi uang dolar Amerika.

"Kalau Bu Rosa perlu uang ke saya, dia bilang perlu apel Malang," kata Yulianis. "Pencairan yang rupiah dimulai Mei, kalau dolar pada April 2010 sampai September. Memang duluan 'belanja'-nya, baru dapat 'barang'-nya."

Uang itu di luar success fee 5 persen setelah proyek berjalan. Yulianis menyebut duit mengalir ke DPR sejak April 2010 dalam beberapa termin. ISMA SAVITRI | ALWAN RIDHA | FEBRIYAN

Sumber: Koran Tempo,11 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan