Proyek PPLS diduga sarat KKN [06/08/04]

Pengumuman lelang prakualifikasi proyek Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah (PPLS) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga sarat kolusi, korupsi dan nepoteisme (KKN). Pasalnya, panitia dinilai tidak transparan mengumumkan lelang untuk sejumlah item pengadaan buku sekitar Rp 1,7 miliar dalam proyek tersebut.

Hal ini disampaikan Direktris CV Valentine, Florenci Angryanto yang didampingi stafnya, Ruth Nali, kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Selasa (3/8). Menurut dia, dalam proyek itu sangat kentara kalau panitia tender memiliki kepentingan tertentu. Hal itu, lanjut dia, terlihat dari poin-poin persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha, namun tidak dicantumkan dalam dokumen persyaratan pengumuman lelang.

Dikatakannya, pada formulir isian dokumen prakualifikasi yang harus diiisi kontraktor, tidak dicantumkan black list (daftar hitam). Stafnya berulangkali meminta penjelasan panitia lelang tentang syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti proses lelang.

Namun, kata Florence, panitia hanya mengatakan bahwa persyaratan bisa ditulis sesuai apa yang tertera pada dokumen. Saya sudah menyuruh staf saya sampai empat kali menemui panitia untuk menanyakan syarat pelelangan. Tetapi mereka hanya mengatakan isi saja sesuai dokumen yang diberikan. Kami ikut saja persyaratan di dalam dokumen itu, katanya.

Namun, lanjut Florenci, setelah pihaknya mengikuti semua persyaratan yang tertera dalam dokumen, ternyata panitia menyatakan CV Valentine tidak lolos prakualifikasi. Alasannya, CV Valentine tidak memasukkan surat pernyataan tidak masuk dalam daftar hitam (black list) yang nyata-nyata tidak ada dalam formulir isian dokumen prakualifikasi.

Kenapa saat staf saya bolak-balik menanyakan tentang persyaratan yang harus dipenuhi termasuk lampiran yang dibutuhkan, panitia tidak menjelaskan secara transparan. Bisa diduga ada sesuatu di balik pengumuman lelang proyek PPLS, katanya.

Kalau dalam pengumuman lelang ada butir yang menyatakan bahwa rekanan harus memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar hitam, lantas siapa dan instansi mana yang mengeluarkan keterangan bahwa rekanan tertentu tidak masuk dalam daftar hitam? Kami duga proses lelang itu telah diatur sedemikian rupa untuk memenangkan rekanan tertentu, katanya. Karena itu, ia meminta agar panitia lelang mengevaluasi kembali dokumen prakualifikasi dan membatalkan rekanan yang sudah lolos. (nia)
-----------------------
Sanggahan cacat prosedur
KETUA Panitia Tender Pengadaan Buku Proyek PPLS tahun 2004, Marthen F Robe, S.E, mengatakan, pihaknya sudah menerima sanggahan dari tiga perusahaan yang dinyatakan tidak lolos prakualifikasi. Saya sudah terima sanggahan dari CV Asanli, CV Perdana Timor Wangi dan CV Valentine. Semua surat sanggahan itu salah alamat atau cacat prosedur, ujar Robe saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (3/8).

Menurut dia, tiga perusahaan itu mengajukan sanggahan dengan alamat yang berbeda-beda. Hanya CV Asanli yang mengajukan sanggahan kepada pemimpin proyek (pimpro). Dua perusahan lainnya salah alamat. CV Perdana Timor Wangi mengajukan sanggahan kepada Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan CV Valentine mengajukan sanggahan kepada Gubernur NTT dan panitia pengadaan barang dan jasa. Padahal dalam proyek ini, mereka tidak ada sangkut pautnya. Yang bertanggungjawab adalah pimpro, kata Robe. Untuk diketahui, Dinas Dikbud NTT dalam proyek PPLS tahun 2004 mengadakan lelang umum lewat prakualifikasi pekerjaan pengadaan buku pendidikan luar sekolah yang terdiri dari tujuh paket.

Tujuh paket itu yakni buku Paket A setara SD kelas V dengan nilai kontrak Rp 126.432.000,00, kelas VI sebesar Rp 135.456.000,00, pengadaan buku Paket B kelas I, Rp 173.945.000,00, kelas II sebesar Rp 427.888.000,00 dan kelas III SLTP sebesar Rp 600.380.000,00. Selain itu, pengadaan buku Paket C setara kelas II SMA, Rp 154.132.000,00, dan kelas III SMA, Rp 121.716.000,00. (nia)

Sumber: Pos Kupang, 6 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan