Program Tak Tepat Sasaran

Triliunan rupiah dana otonomi khusus bagi Papua dan Papua Barat belum dimanfaatkan secara tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua. Program pembangunan yang disusun tidak tepat sasaran, dan malah melemahkan pemberdayaan masyarakatnya.

Menurut Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR PB) Amos H May, Selasa (19/4), pembangunan dari dana otonomi khusus (otsus) belum terlihat nyata hasilnya. Pembangunan fisik, selama 10 tahun, memang terlihat, tetapi pembangunan masyarakatnya masih belum sama sekali. Program pengentasan rakyat dari kemiskinan sering kali salah sasaran, di antaranya membagikan televisi kepada warga kampung, yang manfaat ekonominya sebenarnya rendah.

”Coba lihat, di Manokwari, mama-mama penjual pinang yang sudah punya toko ada berapa? Sedikit, dan mungkin tidak ada sama sekali. Proposal-proposal (bantuan) dari warga terus mengalir (ke pemda). Kalau masyarakatnya sudah diberdayakan dengan baik, pasti tidak ada lagi proposal,” ujar Amos.

Pemerintah provinsi ataupun kabupaten/kota belum punya konsep pembangunan ekonomi yang jelas untuk memberdayakan masyarakatnya. Arah pembangunan tidak jelas, tidak tahu dimulai dari mana, menuju ke mana, dan untuk siapa.

Apabila pemda tak mengubah pola kerja dan pola pikirnya, kata anggota Komisi D DPR PB, Laurantius Ren El, sampai 100 tahun ke depan pembangunan di Papua tidak akan berhasil.

Tegas

Menurut Wakil Ketua DPR Papua Komaruddin Watubun, pemerintah pusat diminta tegas terhadap penyelewengan dana otsus Papua hasil temuan BPK. Jika terjadi kekeliruan administrasi, harus dikembalikan, tetapi jika memenuhi unsur pidana harus diproses hukum. Jika dibiarkan akan menghambat kemajuan pembangunan sehingga Papua tak akan mampu mengejar ketertinggalan dari provinsi lain. Apalagi kucuran dana itu tinggal 15 tahun lagi.

Komaruddin menuturkan, dana otsus diberikan untuk mempercepat pembangunan di Papua. Namun, dana itu tak diberikan selamanya, hanya selama 25 tahun. Setelah itu, dana otsus akan dihentikan. ”Kalau sampai 15 tahun ke depan tidak ada kemajuan (di Papua) karena terjadi penyelewengan dana otsus, itu bisa berbahaya bagi Papua. Akan ribut-ribut lagi,” ujarnya.

Diduga, sumber kebocoran dana ada di tiap lini. Pasalnya, dana otsus yang dikucurkan nilainya besar, tetapi tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik untuk mengelolanya. Wakil Ketua DPR PB Jimmy D Idjie mengatakan, kasus ini harus diusut sampai tuntas. Namun, jangan sampai hanya jadi akal-akalan sejumlah pihak yang mencari keuntungan tertentu.

Dikucurkan ke kampung

Sementara itu, Staf Ahli Gubernur Papua Agus Sumele mengatakan, lebih dari Rp 300 miliar dana otsus tiap tahunnya (2007-2011) dikucurkan ke kampung-kampung dalam bentuk program rencana strategis pengembangan kampung (Respek), Rp 100 juta per kampung. Dana itu dikelola sendiri oleh pihak pengurus kampung. Selebihnya, 60 persen dana otsus disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota.

Di Bogor, Senin (18/4), Wakil Gubernur Papua Alex Hasegem menyatakan, secara spesifik tidak ada temuan BPK atas penggunaan dana otsus di Papua yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Bahkan, pihaknya sudah mengklarifikasi temuan-temuan itu dan meluruskannya.

”Ada pekerjaannya (proyek) belum selesai, tetapi anggarannya ada yang 50 persen sudah selesai. Ada pekerjaan yang sudah selesai, tetapi anggaran belum selesai. Itu yang didapatkan sebagai temuan pemeriksaan BPK dan sudah kita klarifikasikan, kita luruskan semuanya,” katanya.

Terkait temuan BPK yang menyebutkan sejumlah dana otsus yang didepositokan, Alex mengaku belum mengetahuinya. ”Itu kita lihat dululah,” katanya. (wh/rwn/tht))
Sumber: Kompas, 20 April 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan