Presiden Langgar Konstitusi dalam Mengangkat Hakim Konstitusi!

Pernyataan Pers Koalisi

Eksistensi Mahkamah Konstitusi (MK) dan Demokrasi di Indonesia kini dalam kondisi terancam.  Penyebabnya adalah karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim Konstitusi dari unsur pemerintah untuk menggantikan Achmad Sodiki yang akan pensiun dalam bulan Agustus ini. Keputusan Presiden (Kepres) tentang penunjukan Patrialis Akbar sudah dikeluarkan pada Senin, 29 Juli 20113 (Kepres No. 87/P Tahun 2013). Dijadwalkan Patrialis Akbar akan dilantik di Istana Negara pada hari Selasa, 13 Agustus 2013.

Sadar atau tidak sadar, langkah Presiden SBY menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi (dari unsur pemerintah) justru telah melanggar UUD 1945 atau konstitusi.

Ketentuan Konstitusi yang dimaksud adalah pada pasal 9 ayat (1) UUD 1945, tentang Sumpah Presiden yaitu: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia  (Wakil  Presiden  Republik  Indonesia)  dengan  sebaik-baiknya  dan seadil-adilnya,  memegang  teguh  Undang­Undang  Dasar  dan  menjalankan segala  undang-undang  dan  peraturannya  dengan  selurus-lurusnya  serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”

Ketika SBY dilantik sebagai Presiden pada 2009 lalu, bunyi dalam ketentuan tersebut yang dibacakan. Namun dalam kaitan dengan pengangkatan Patrialis Akbar selaku Hakim konstitusi pada MK, SBY ternyata telah melakukan perbuatan yang tidak menjalankan undang-undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya.  

Pada faktanya proses pencalonan Patrialis Akbar yang dilakukan oleh Presiden adalah cacat hukum karena melanggar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Pasal 19 UU MK mengatur, bahwa pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Keharusan ini dimaksudkan, agar masyarakat luas bisa turut serta secara aktif, mengetahui setiap proses yang berjalan, dan dapat berperan aktif memberi masukan atas calon yang diajukan, baik oleh DPR, MA, maupun Presiden.

Lalu Pasal 20 ayat (2) UU MK memberi ketegasan, pemilihan hakim konstitusi wajib diselenggarakan secara objektif dan akuntabel. Artinya, yang diutamakan adalah profesionalitas, kredibilitas, dan kapabilitas dari para calon, bukan penilaian yang didasarkan pada unsur subjektivitas, dan keseluruhan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan secara tanggung gugat (accountable).

Keketatan proses seleksi hakim konstitusi itu tentunya bukan tanpa maksud. Hal ini berkorelasi dengan betapa tingginya pra-syarat yang dibebankan pada seorang calon hakim konstitusi. Pasal 15 UU MK menyatakan, seorang hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, mampu berlaku adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Syarat kualitatif ini sebenarnya memberi pesan, bahwa tidak semua orang bisa dengan mudah menduduki jabatan hakim konstitusi. Fungsi MK, sebagai pengawal (the guardian) dan penafsir (the interpreter) konstitusi, tentunya memberi tanggung jawab yang teramat besar bagi para hakim konstitusi. Mereka harus mampu melindungi seluruh warga bangsa, bersikap imparsial, dan independen, serta negarawan tentunya.

Oleh karena itu Presiden telah melanggar UUD 1945 atau Konstitusi jika pengangkatan Patrialis Akbar Hakim MK tidak segera dibatalkan.

Berdasarkan hal ini maka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Selamatkan MK menyatakan:

  1. Presiden Republik Indonesia telah langgar pelanggaran Konstitusi dalam Mengangkat Patrialis Akbar, sebagai Hakim Konstitusi.  
  2. Presiden Republik Indonesia harus koreksi terhadap kekeliruan dan pelanggaran serius terhadap UU dan Konstitusi dengan membatalkan Kepres pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi.
  3. Membentuk Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi dan menjalankan proses

seleksi secara transparan, partisipatif dan akuntabel. Langkah ini penting agar seleksi yang dilakukan mampu menjaring calon-calon hakim konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, mampu berlaku adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Sebelum proses seleksi selesai dilakukan maka Presiden wajib memperpanjang masa jabatan Achmad Sodiki selaku hakim konstitusi.

Jika SBY masih tetap memaksakan diri mengangkat dan melantik Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi maka seluruh rakyat akan mengenang beliau sebagai Presiden pelanggar UU dan Konstitusi. Hal ini akan jadi kenangan atau catatan buruk SBY di penghujung jabatannya.

Sebagi bagian dari upaya penyelamatan MK, maka Koalisi akan menggugat Presiden untuk membatalkan Kepres tentang Pengangkatan Patrialis Akbar selaku Hakim Konstitusi.  Gugatan akan diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada hari

Senin 12 Agustus 2013.

Jakarta, 11 Agustus 2013

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK
(YLBHI, LBH Jakarta, ILR, PUKAT UGM, ELSAM, Pilnet,  ICW)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan