Presiden Ingin Kasus Bibit-Chandra Tak Ganggu Agenda Pemberantasan Korupsi

Penyelesaian kasus dua wakil ketua KPK Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah kini berada di tangan Kejaksaan Agung. Namun, institusi penuntutan itu, tampaknya, masih membutuhkan waktu untuk menentukan sikap atas putusan banding yang menyatakan tidak sah SKPP Bibit-Chandra.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari mengatakan, pihaknya tengah mempertimbangkan tiga opsi yang mungkin diambil. Yakni, melanjutkan perkara ke pengadilan, deponering (mengesampingkan kasus), atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. ''Mana yang manfaatnya paling besar dan mudaratnya paling kecil, itu yang dipilih,'' kata Amari setelah salat Jumat di Masjid Baitul Adli, Kejagung, kemarin (4/6). Namun, dia menegaskan, putusan itu bisa diambil jika telah menerima salinan putusan banding dari PT DKI Jakarta.

Bukankan putusan banding merupakan putusan akhir dalam gugatan praperadilan? Amari mengakui, hal itu tidak terdapat dalam KUHAP. ''Tapi, pada praktiknya itu pernah ada,'' kata Amari. Ketika itu, diajukan kasasi oleh Polri dalam praperadilan SP3 dengan PT Newmont.

Mantan kepala Kejati Jabar itu tak mau berspekulasi opsi yang bakal dipilih. Termasuk memilih deponering yang disuarakan banyak kalangan. ''Justru deponering itu (membutuhkan waktu) paling lama,'' urai Amari ditanya apakah deponering diambil dalam waktu dekat.

Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan yang mengatur tentang kewenangan deponering dalam penjelasannya disebutkan, hal itu bisa dilakukan dengan memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara, yakni eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Paling tidak dibutuhkan waktu enam bulan.

Secara terpisah, Presiden SBY sangat mungkin meminta jaksa agung agar mengesampingkan perkara. ''Memang, salah satu yang sempat didiskusikan dan kelihatannya menjadi opsi yang dipikirkan, dipertimbangkan, adalah kemungkinan memberikan deponering," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN Denny Indrayana setelah melaporkan perkembangan kasus Bibit-Chandra kepada presiden di Kompleks Istana Negara, Jakarta.

Meski demikian, kata Denny, posisi presiden akan diungkapkan setelah resmi membaca salinan putusan serta mengetahui sikap jaksa agung. ''Itu (deponering) salah satu opsi yang saya sampaikan dan itu memang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati ya,'' kata Denny.

Denny mengatakan, secara prinsip, presiden tetap bersikap sama dengan ketika kasus Bibit-Chandra mulai bergulir. Presiden menginginkan kasus Bibit-Chandra tidak mengganggu agenda-agenda pemberantasan korupsi. ''Tidak juga mengganggu kinerja-kinerja KPK. Kami mengharapkan nanti ada solusi terbaik yang dapat dilakukan terkait dengan dibatalkannya SKPP Chandra dan Bibit ini,'' tutur Denny.

Denny menambahkan, presiden menghormati putusan hakim. Sebab, konstitusi menjamin kemandirian dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman. ''Itu prinsip dasar dalam proses-proses hukum yang sedang berjalan. Presiden menghormati itu,'' ujar Denny.

Ketua MA Harifin Tumpa menegaskan, putusan PT DKI Jakarta adalah final alias mentok. Artinya, kejaksaan tidak bisa mengajukan kasasi sebagai upaya hukum selanjutnya. Jika pertimbangannya benar-benar mengganggu stabilitas sosial masyarakat, pihaknya mempersilakan kejaksaan melakukan deponering.

Menurut dia, deponering adalah upaya hukum yang sah. ''Enggak masalah,'' ucap Harifin saat ditemui di kantornya kemarin (4/5). Bahkan, kata Harifin, jika kejaksaan mengeluarkan deponering, keputusan itu tidak dapat diganggu gugat oleh pihak mana pun.

Mantan wakil ketua MA bidang non yudisial itu mengatakan, jika nanti kejaksaan tidak mengeluarkan deponering, kasus tersebut harus segera sidangkan. Bahkan, tidak masalah jika sidang Anggodo dan Bibit-Chandra dilaksanakan secara bersama-sama.

Bagaimana tentang permintaan pengacara Anggodo yang meminta Pengadilan Tipikor menangguhkan sidang Anggodo? ''Suatu persoalan yang berbeda biar berjalan keduanya,'' jawabnya.

Artinya, pengadilanlah yang nanti membuktikan apakah Anggodo atau Bibit-Chandra yang bersalah. Bahkan, keduanya bisa salah. Sebab, siapa yang memberikan suap dan siapa penerimanya sama-sama bersalah. Jadi, menurut Harifin, tidak menjadi masalah jika dua sidang itu berjalan bersama-sama.

Namun, yang ditekankan Harifin, pihaknya tidak akan memberikan opsi apa-apa kepada kejaksaan, apakah untuk melakukan deponering atau tidak. Sebab, itu sepenuhnya kewenangan kejaksaan.

Hal senada juga dikatakan mantan anggota Tim Delapan Todung Mulya Lubis. Saat ditemui di kantor Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, dia mengatakan bahwa bola panas kasus Bibit-Chandra sedang berada di tangan kejaksaan. ''Jadi terserah mereka (kejaksaan, Red) melakukan deponering atau tidak,'' ucapnya.

Selain itu, Todung menegaskan, jaksa agung harus bertanggung jawab atas semua proses hukum. Sebab, dulu Tim Delapan sebenarnya merekomendasikan agar kasus tersebut dikesampingkan. Bahkan, rekomendasi itu sudah diajukan kepada presiden. Tapi, kenyataannya, kejaksaan malah mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) yang berisiko dipraperadilankan.

Pada bagian lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau gegabah menyikapi putusan praperadilan yang membatalkan penerbitan SKPP kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Lembaga superbodi itu menunggu langkah Kejaksaan Agung.

''KPK bukan merupakan pihak dalam perkara ini sehingga KPK menunggu upaya dan langkah dari kejaksaan. Kami akan menghadapi apa pun yang terjadi,'' kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin di gedung KPK kemarin (4/6). Menurut Jasin, KPK akan berupaya semaksimal mungkin tidak terpengaruh oleh putusan tersebut, baik di bidang penindakan maupun pencegahan korupsi.

Soal wacana penonaktifan Bibit dan Chandra, Jasin mengungkapkan bahwa hal itu bergantung kepada presiden. Sebab, pemberhentian sementara Bibit dan Chandra didasarkan pada keputusan presiden (keppres). ''Dengan demikian, sebelum ada keppres terkait Pak Bibit dan Chandra, keduanya belum diberhentikan,'' ujar Jasin. (ken/fal/sof/kuh/c4)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan